SETIAP pagi ramai antrean "kue ampas" di depan pabrik PT Semarang Diamond Chemicals (SDC), Semarang. Apalagi, para "pembeli" tak perlu mengeluarkan duit untuk kue yang nama aslinya extracted cake itu. Dibagikan cuma-cuma, cake ini tak lain limbah padat PT SDC - yang memproduksikan kalsium sitrat. Penduduk menggunakan limbah padat itu untuk pupuk tanaman, setelah dicampur dengan kotoran hewan, atau kompos. "Di Jepang, di perusahaan Showa Hakko, Miakonogu, di Pulau Kiushu, limbah serupa bahkan dimanfaatkan untuk makanan ternak," tutur Suyanto, manajer produksi SDC. Pengalaman di Jepang itu jugalah rupanya yang membuat SDC tertarik memanfaatkan limbah. Faedah limbah memang lai asyik-asyiknya mendapat telaah. Di Karoran, Temanggung, Jawa Tengah, sejak tiga bulan lalu pabrik tepung tapioka Cap Kucing bekerja sama dengan Fakultas Teknologi Pertanian, UGM, mengkaji masalah yang sama. "Ada rencana membuat limbah cair lebih baik ketimbang air sungai yang belum tercemar," ujar Ir. Iswanto, manajer Kucing. Melalui cara sedimentasi, netralisasi pH, dan pemberian oksigen, limbah dipisahkan ke dalam bentuk gumpalan dan cairan. Gumpalan, yang dinamakan activated sludge, bisa dipakai untuk tanaman dan makanan ternak. Sedangkan airnya terbukti aman, tidak mengandung racun, tidak berwarna, dan tidak berbau. Sludge cocok untuk pupuk dan makanan ternak karena mengandung mikroba satu sel, berarti banyak mengandung protein, dan dengan sendirinya unsur N (nitrogen). Kini, limbah pabrik yang sekitar 50 m per jam atau 1.200 m3 per hari, dibuang ke Sungai Ngasinan yang mengalir di samping pabrik. Dengan SDC, FTP UGM bahkan sudah menjalin kerja sama sejak tiga tahun lalu. Dari hasil penelitian, limbah padat kalsium sitrat, setelah diproses, dapat dipakai sebagai bahan untuk memperbaiki kesuburan fisik tanah. Tampak pula adanya kenaikan kemampuan penahanan air pada tekanan 0,3 atmosfer. Kompos limbah juga menaikkan kadar hidrogen tanah. Prosesnya sederhana. Mula-mula, 10,89 m3 limbah padat ditempatkan dalam bak kayu dan bambu tanpa atap. Kemudian dibubuhkan pupuk ZA 15 gram per m3 limbah, dengan cara melarutkan 15 gram ZA itu ke dalam 10 liter air. Pengomposan berlangsung 3,5 bulan, dengan perlakuan pembahkan pada 1,5 bulan pertama. Agar bahan tetap lembab, selama pengomposan dilakukan penyiraman dengan air setiap permukaan bahan tampak mengering. Tim peneliti, yang terdiri dari Dr. Ir. S. Sudarmadji, Dr. Ir. Zuheid Noor, dan Ir. R.B. Kasmidjo, melakukan percobaan di tanah ringan berpasir, dengan kadar debu 4-8,5%, lempung 1,7-4,9%, dan pasir 86,8-91,4%. Dosis kompos 37,5 ton per ha dicampurkan bersamaan dengan penyiapan tanah. Percobaan dilakukan pada tanaman padi sawah jenis IR-36, jagung jenis genjah kertas, tembakau jenis genjah kenanga, dan bawang merah jenis lokal. Hasil panen pada tanaman percobaan itu memang belum mengejutkan. "Tapi penelitian belum sampai pada titik optimal," ujar Suyanto. SDC, yang memasarkan kalsium sitrat ke Taiwan dan Jepang, yakin bahwa pupuk limbah ini bakal mendapat pasaran. Berbeda dengan penelitian profesional di pabrik SDC dan tepung tapioka Cap Kucing, seorang pemuda di Desa Kebonsari, 10 km dari Lamongan, Jawa Timur, juga sedang menelaah limbah dengan gaya amatiran. Ghofar Ismail, 25, bahkan melangkah lebih nekat. Ia sudah "memproduksikan" pupuk dengan "merk dagang" Seprint dan Ursal. Seprint, pupuk daun cair yang disemprotkan ini, diolah Ghofar dari limbah pabrik gula dan pabrik tahu tempe. "Tapi itu bahan cadangan, bila bahan organik yang paling mudah didapat sudah habis," kata Ghofar lulusan SMA (1978) dan drop out Fakultas Hukum Universitas Islam Gresik. Bahan organik yang dimaksudnya ialah kotoran di gua kelelawar yang banyak ditemukan di Tuban, serta tanah bekas timbunan lembu, ampas tebu busuk. bahkan sampah pasar. Dengan peralatan sederhana, semua barang tak berguna itu digiling Ghofar sampai halus. Untuk 400 liter Seprint, ia menghabiskan 12 kuintal bahan organik dan 500 liter nitrogen cair. Setelah dipres, sarinya, menurut Ghofar, terdiri dari fosfat, protein, lemak, zat organik, nitrogen, dan air. Setelah dihitung, Ghofar siap menjual pupuknya Rp 500 per botol a 300 cc. Ghofar, yang melego skuter ayahnya untuk percobaan ini, memang rajin bertanya ke Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Industri, Surabaya. "Saya pernah ditertawakan, kok protolan fakultas hukum membuat pupuk," katanya. Setelah beberapa kegagalan, kini sudah ada petani yang mengaku cabainya berbuah lebih lebat setelah disirami Seprint. Sedangkan Ursal, dengan kadar N lebih tinggi dan berbentuk padat, mulai pula dimanfaatkan beberapa petani tambak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini