Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Mencari Nilai Tambah dari Limbah

Ampas perusahaan nanas dan tapioka di Lampung Tengah diolah jadi pakan sapi dan pupuk. Produk sampingannya biogas.

14 Maret 2013 | 00.00 WIB

Mencari Nilai Tambah dari Limbah
Perbesar
Mencari Nilai Tambah dari Limbah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

"Hemat air yoo manfaatkan air secara optimal dalam produksi dan cleaning. Jangan biarkan keran mengalir tanpa guna." Kalimat ini tertulis dalam spanduk di ruang jus nanas, pabrik pengolah PT Great Giant Pineapple, yang terletak di Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung.

Lima wartawan dengan kemeja, topi, dan masker berwarna putih mengamati ban berjalan yang digerakkan mesin untuk mengolah nanas dari kebun seluas 32 ribu hektare milik perusahaan itu. Setiap hari, ada 2.000 ton nanas yang dipanen. Ketika masuk pabrik pengolah, mesin lantas mencuci ribuan nanas, mengupas bagian kulit, memotong, dan memilahnya berdasarkan ukuran.

Ribuan buruh wanita lantas menempatkannya ke dalam berbagai ukuran kaleng, drum, dan kantong plastik. Semua proses ini hanya memakan waktu 3 jam, 24 persen waktu untuk mengolah nanas kalengan, 40 persen untuk jus, dan 16 persen untuk clarified pineapple juice atau gula.

Produk dari perusahaan yang beroperasi 24 jam ini diekspor ke 50 negara. Dari segi produksi, nanas kaleng (canned pineapples) Great Giant Pineapple berada di urutan ketiga di dunia setelah perusahaan Del Monte dan Dole yang perkebunannya ada di Thailand dan Filipina.

Perusahaan yang berdiri sejak 1980 ini memang tidak mengeluarkan merek tersendiri. Namun merek nanas dunia, seperti Libbies, Tasco, dan lainnya, mendapat pasokan dari GGP ini. Mulai 2000-an, mereka banting setir dengan mengolah limbah padat dan cair agar tidak mencemari lingkungan.

"Kami menerapkan prinsip keberlanjutan dan terpadu," kata Ruslan Krisno, Agrigroup Sustainability Director PT Great Giant Pineapple kepada Tempo, Kamis lalu. Jadi, produk samping pengolahan nanas, yaitu crush dan ampas, diolah kembali menjadi pupuk, biogas, dan makanan sapi. Kotoran sapi dijadikan pupuk dan biogas.

Untuk mendukung prinsip itu, grup ini memiliki perusahaan penggemukan sapi (Great Giant Livestock Company) dengan jumlah 13 ribu ekor sapi asal Australia. Lalu, PT Multy Agro Chemical Industry memproduksi asam sitrat dan satu divisi Great Giant Pineapple menghasilkan tapioka.

Tanaman singkong ini, selain ditanam di lahan miliknya, dibeli dari ribuan petani di Lampung Selatan. "Kami memasok singkong 300 ton per hari ke perusahaan," kata Ibrahim, Ketua Kelompok Tani Rahayu. Di kabupaten ini, ada sembilan kelompok tani yang sejak 1995 bermitra dengan Great Giant Pineapple.

Sejak 1980-an, perusahaan ini menanam bambu di sekeliling perkebunan dan tepi sungai. Kini, tanaman bambu seluas 2.600 hektare itu membawa manfaat karena lahan GGP terhindar dari longsor, mengurangi sedimentasi di sungai, menahan angin puting beliung, dan dijadikannya bahan untuk membuat pupuk. Ada 56 spesies tanaman bambu yang berasal dari berbagai daerah.

Untuk membuat pakan sapi, kulit nanas dicampur dengan onggok singkong, bungkil kopra, sawit, dan lainnya, serta urea sebagai konsentrat. "Bagi sapi, kulit nanas memenuhi kebutuhan akan energi, sedangkan protein diperoleh dari campuran bungkil-bungkilan dan urea," kata Didiek Purwanto, Direktur Utama PT Great Giant Livestock Company. Limbah nanas memang mengandung serat (NDF) yang relatif tinggi (57,3 persen).

Selama ini, GGP memiliki pembangkit listrik tenaga uap yang bahan bakunya dari batu bara. Jadi, pasokan listrik untuk sejumlah pabrik diperoleh dari pembangkit ini. Sejak satu setengah tahun lalu, mereka mengupayakan limbah yang ada untuk energi.

Dari reaktor gas metana dan biogas, dihasilkan biogas flare dan tenaga listrik. "Kami berhasil mengurangi 14 persen batu bara untuk pembangkit listrik dan 100 persen HFO," kata Ruslan. Menurut dia, perusahaannya menargetkan misi ramah lingkungan dengan skema 30-40-50.

Pertama, mengurangi konsumsi bahan bakar fosil sebanyak 30 persen dan menggantinya dengan energi terbarukan. Kedua, mengurangi pemakaian pestisida 40 persen dengan bahan organik. Ketiga, meningkatkan produksi sampai 50 persen.

Pada Februari 2013, Great Giant Pineapple tercatat dalam United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCC) untuk proyek clean development mechanism. Jika disetujui, perusahaan ini bakal mendapat sertifikat penurunan emisi (CER) yang dibeli oleh negara maju. Kegiatan dalam proyek CDM antara lain efisiensi energi, energi terbarukan, pengolahan sampah, dan menjadikannya tenaga listrik.

Apa yang mendorong GGP-yang karyawannya berjumlah 19 ribu orang-menerapkan prinsip keberlanjutan dan terpadu? "Kalau cuma mengandalkan pembuatan nanas kaleng, kami tak akan bertahan lama," kata Ruslan. Biaya produksi tertutupi oleh pengolahan limbah dan unit usaha lain. Pihaknya sedang berinvestasi 1,5 juta dolar untuk membuat pabrik pupuk cair yang bahan bakunya dari dalam negeri dan bakterinya dari luar negeri.

Ruslan mencontohkan satu pabrik nanas di Lampung yang mati karena tidak menerapkan prinsip tersebut. Selama satu abad, Hawaii (negara bagian Amerika Serikat) terkenal sebagai penghasil nanas kaleng terbesar di dunia. Namun pada 1980-an mulai redup, kalah bersaing dengan produsen nanas kaleng dari Thailand, Filipina, Costa Rika, dan lainnya. Para ahli menyebut perusahaan Hawaii tidak mampu bersaing dalam menekan biaya produksi.

Apa yang dilakukan GGP selaras dengan konsep blue economy yang diperkenalkan oleh Dr Gunter Pauli dari Zero Emission Research Initiatives (ZERI) pada 2004. Konsep ini menjelaskan nilai tambah ekonomi baru melalui pengelolaan sumber daya alam. Cakupannya antara lain aspek nirlimbah, kreativitas, inovasi, teknologi, dan penghitungan tepat terhadap keseimbangan sumber daya alam.

"Gunter Pauli menyebut Great Giant Pineapple telah menerapkan blue economy," kata Dewi Satriani, Marine Communication Manager WWF Indonesia, yang pernah bertemu dengan Pauli. Tahun lalu, penulis buku berjudul Blue Economy: 10 Years-100 initiatives-100 Million Jobs memang pernah berkunjung ke pabrik GGP di Lampung Tengah. Tujuan akhir model ekonomi biru, kata Pauli dalam bukunya, adalah menggeser masyarakat dari kelangkaan menuju kelimpahan, berbasis apa yang kita miliki. UNTUNG WIDYANTO (LAMPUNG TENGAH)


Unit Usaha Bahan Pendukung dan Produk

  • Perkebunan nanas Tiga perkebunan di Lampung Tengah
  • Pabrik pengolahan nanas kalengPabrik terintegrasi membuat nanas kaleng, jus, sari buah, membuat drum dan kaleng kemasan, serta membuat label/merek
  • Pabrik tapioka Menghasilkan tapioka dari singkong
  • Penggemukan sapi Pakan dari limbah dan ampas nanas
  • Pabrik pembuat enzim bromelain Enzim dihasilkan dari stem nanas
  • Pabrik liquid organic bio-fertilizer (LOB)Menghasilkan LOB perkebunan nanas, bagian dari program perusahaan untuk keberlanjutan tanah/lahan.
  • Pabrik pembuat kompos Kompos dihasilkan dari kotoran sapi yang dimanfaatkan untuk pupuk tanaman nanas
  • Pabrik pembuat biogas Dihasilkan dari air limbah nanas dan tapioka
  • Pabrik pembuat co-gen Panas dan pembangkit tenaga listrik
  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    slot-iklan-300x100

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    slot-iklan-300x600
    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    close

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    slot-iklan-300x100
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus