Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Tukang bangunan pada umumnya akan memasang batu bata dalam bentuk zig-zag. Ternyata penyusunan zig-zag bukan tanpa alasan. Hal tersebut berkaitan erat dengan kekuatan dinding yang dibuat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Susunan zig-zag (running bond) memungkinkan beban satu batu bata di bagian atas dapat didistribusikan kepada dua batu bata tumpuannya secara merata," tulis akun Kementerian Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang melalui akun media sosial X seperti dilansir dari laman Pupr.ngawikab.go.id.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sementara batu bata yang disusun secara vertikal atau lurus (stack bind), beban batu bata bagian atas akan langsung dilimpahkan ke satu batu bata yang menjadi tumpuannya. "Susunan seperti ini dapat memperbesar kemungkinan bagian semen perekat (mortar) retak dan roboh," tambahnya.
Dengan susunan vertikal atau lurus, batu bata paling bawah juga akan memperoleh beban paling besar berupa akumulasi bedan dari seluruh batu bata di atasnya. Ini menjadikan peluang mengalami keretakan akan jauh lebih besar.
Perbedaan konstruksi susunan batu bata juga akan mempengaruhi pola keretakan apabila terjadi keretakan pada semen perekat (mortar). Selain itu, perbedaan konstruksi susunan batu bata juga akan mempengaruhi beban yang ditanggung, bisa dari arah horizontal atau desak.
Terlepas dari susunan batu bata, ada berbagai faktor lain yang menyangkut kokohnya sebuah tembok, seperti halnya kualitas batu bata, kualitas mortar, konfigurasi atau susunan batu bata, dan lain sebagainya.
Sementara untuk susunan batu bata selain running bond dan stack bond, ada banyak susunan lainnya seperti herring bond, weave, english, sailor/stack, flemish cross, flemish diagonal, dan modular screen.
Pilihan Editor: Ilmuwan Ciptakan Batu Bata Dari Air Kencing Manusia