Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Microburst peristiwa angin yang mengempas ke bawah dalam skala kecil, tapi sangat intens, merujuk keterangan dari National Weather Service. Terjadinya microburst di suatu wilayah rentan menimbulkan beberapa dampak, termasuk ancaman jiwa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Microburst memiliki kecepatan angin yang mencapai 160 kilometer perjam atau setara dengan tornado EF-1. Kecepatan sebesar itu bisa menyebabkan kerusakan rumah dan membuat pohon-pohon tumbang. Biasanya 6 jam hingga 12 jam sebelum terjadinya microburst muncul tanda-tanda yang sudah disampaikan melalui peringatan oleh otoritas cuaca.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Otoritas cuaca merujuk parameter atmosfer yang digunakan untuk memprediksi terjadinya microburst. Misalnya ketakstabilan cuaca, udara kering, dan angin kencang. Dari parameter itu, otoritas cuaca bisa membuat prediksi terkait microburst yang kemungkinan akan terjadi sehingga masyarakat bisa lebih waspada.
Mengutip Britannica, microburst pola angin kencang yang turun dari awan hujan, menyentuh tanah, kemudian menyebar secara horizontal. Microburst biasanya berlangsung dari sekitar 5 menit sampai 15 menit. Biasanya mempengaruhi area yang diameternya 1 kiloneter sampai 3 kilometer. Microburst selalu dikaitkan dengan badai petir atau hujan lebat.
Kondisi itu menyebabkan perubahan arah atau kecepatan angin secara tiba-tiba. Suatu kondisi yang dikenal sebagai wind shear, microburst menimbulkan bahaya khusus bagi pesawat saat lepas landas dan mendarat. Sebab pilot dihadapkan dengan pergeseran yang cepat dan tak terduga angin dari depan (headwind) dan belakang (tailwind).
Di daerah gersang, hujan yang biasanya berhubungan dengan semburan mikro sering menguap sebelum mencapai tanah. Ledakan mikro kering yang dihasilkan tidak menghasilkan petunjuk yang terlihat tentang keberadaannya. Microburst basah, tipikal daerah yang lebih lembap. Semburan bisa dideteksi oleh radar cuaca modern dan sensor angin di darat. Mekanisme fenomena microburst belum sepenuhnya dipahami.
Keberadaan microburst pertama kali diamati pada 1974 oleh ahli meteorologi Tetsuya Theodore Fujita. Sejak itu diidentifikasi microburst rentan menimbulkan risiko penyebab beberapa kecelakaan pesawat.
Ilmuwan itu yang merumuskan Skala Fujita atau Skala-F, sistem klasifikasi intensitas tornado berdasarkan kerusakan struktur dan vegetasi. Ia juga yang menemukan rumusan macroburst dan microburst, fenomena cuaca yang berhubungan dengan badai petir yang parah dan berbahaya bagi penerbangan.
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “http://tempo.co/”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.