Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sains

Peneliti ITB Bikin Alat Detektor Tsunami via Kabel Bawah Laut

Pemasangan detektor tsunami itu nantinya dilakukan di bawah laut dengan bentangan kabel data dan listrik ke daratan.

7 Maret 2021 | 16.14 WIB

Selongsong atau kanister Tsunameter buatan dosen dan peneliti ITB Syarif Hidayat. Kredit: Istimewa
Perbesar
Selongsong atau kanister Tsunameter buatan dosen dan peneliti ITB Syarif Hidayat. Kredit: Istimewa

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Bandung - Dosen dan peneliti dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Syarif Hidayat, mengembangkan alat untuk mendeteksi tsunami atau tsunamimeter (tsunameter).

Baca:
Xiaomi Masuk Daftar Hitam AS Sejak Januari, Terungkap Penyebabnya

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Pemasangan detektor itu nantinya dilakukan di bawah laut dengan bentangan kabel data dan listrik ke daratan. "Harganya diperkirakan lebih murah 50 persen dibandingkan alat impor," katanya, Sabtu, 6 Maret 2021.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Tsunameter buatan Syarif terdiri dari tiga bagian komponen utama, yaitu kanister atau tabung yang dirancang tahan terhadap tekanan tinggi untuk kabel data dan listrik sampai kedalaman 4.000 meter.

Bagian lain yaitu komponen elektronika dan sistem komunikasi dari alat ke permukaan. "Ketiga adalah sistem catu daya untuk memberikan listrik ke tsunameter," ujarnya.

Alat detektor tsunami itu dipasang dua sensor penting, yaitu akselerometer tiga dimensi untuk mendeteksi arah gerakan di sekitarnya dengan nilai maksimum 1,5 hingga 2g atau gravitas bumi.

Sensor lain yaitu alat ukur tekanan yang bisa membedakan tekanan 1-2 meter dalam kedalaman 4.000 meter. "Gunanya untuk mendeteksi ketinggian dasar laut yang bisa menyebabkan tsunami," kata dosen di Sekolah Teknik Elektro dan Informatika ITB itu.

Tsunameter, menurut Syarif, bekerja untuk mendeteksi jika terjadi perubahan muka air. Gelombang laut karena hembusan angin biasanya pendek-pendek, berbeda dengan gelombang tsunami yang panjang. "Dengan syarat dan kondisi seperti itu akan memicu peringatan tsunami," ujarnya. Peringatan dini itu disalurkan lewat kabel ke daratan.

Kabel juga dibentangkan untuk mengalirkan listrik dari daratan ke alat detektor. Menurut Syarif, bentangan kabel itu idealnya dipasang jauh ke lepas pantai. "Sehingga cukup waktu untuk peringatan dini mitigasi," katanya.

Perhitungan jaraknya sekitar 100-150 kilometer, misalnya dari garis pantai selatan Jawa atau di zona megathrust. Kedalaman kabelnya berkisar 2.000-3.000 meter.

Mengantisipasi lokasi sumber gempa besar yang bisa menciptakan tsunami dari jarak kurang dari 100-150 kilometer, kata Syarif, alat itu bisa dipasang beberapa alat sensor secara serial sepanjang bentangan kabel. Metode detektor tsunami dengan kabel, menurutnya, salah satu cara lain dari pemasangan detektor tsunami terapung di laut.

Syarif mengatakan ada gagasan dari gugus tugas organisasi maritim dunia dan regulator telekomunisai dunia serta UNESCO untuk memanfaatkan kabel laut dunia guna dipasangi sensor repeater tsunami pada jarak 60-70 kilometer. Ide itu muncul karena tsunami buoy mudah tidak berfungsi, juga proses informasi peringatan tsunami bisa terhitung lebih panjang daripada waktu untuk peringatan dini ke daratan.

Namun untuk kondisi di Indonesia, kabel laut antarbenua tidak banyak. Lokasinya juga dinilai belum tentu cocok dengan zona gempa. "Selain itu untuk mengangkat kabel bawah laut dan harga repeater mahal, lebih bagus kalau kembangkan sendiri," kata Syarif.

Tsunameter yang berbasis kabel di bawah laut itu dinamakan Ocean Bottom Unit (OBU). Pembuatan purwarupanya dirintis setelah membuat alat bantu pernapasan mandiri Ventilator Portable Indonesia (Vent-I) untuk pasien Covid-19 kategori sedang. "Sekarang persiapan untuk uji laboratorium," ujarnya.

Sebelum pengujian itu, Syarif harus membuat dulu alat ujinya. Setelah rampung dalam 1-2 pekan, pengujian alat selanjutnya akan dilakukan di perairan Maluku sekitar dua bulan lagi. Syarif telah membuat belasan jenis rangkaian pengujian itu, antara lain uji tekan, perancangan, benturan, uji patah, kebocoran air, dan siklus temperatur.

Targetnya setelah lolos uji dan kelayakan alat serta sistemnya, detektor tsunami itu akan dipasang di perairan sekitar Pulau Siberut. Rencana itu, menurut Syarif, hasil kerja sama dengan BPPT. "Semoga nanti pemerintah mau memakainya di tempat lain seperti di perairan selatan Pulau Jawa," ujarnya.

ANWAR SISWADI

 

Erwin Prima

Erwin Prima

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus