Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PULAU Kalimantan merupakan surga primata. Dari total 62 jenis primata Indonesia, sebanyak 24 (39 persen) berada di Kalimantan. Di kawasan ini bisa dijumpai primata terkecil marga Tarsius; primata bergerak lambat, kukang (Nycticebus spp.); dan primata terbesar, orang utan (Pongo pygmaeus). Kalimantan juga memiliki 14 jenis lutung (Presbytis spp.). Salah satunya lutung Sentarum, lutung tiga warna dari Danau Sentarum, yang baru-baru ini dinyatakan sebagai spesies tersendiri berdasarkan hasil riset gabungan IPB University, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), serta Balai Besar Taman Nasional Betung Kerihun dan Danau Sentarum.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Spesies baru lutung Sentarum ini menggunakan nama ilmiah Presbytis cruciger. Peneliti Inggris, Oldfield Thomas, adalah yang pertama kali mendeskripsikan lutung tiga warna di Kalimantan ini pada 1892. Kala itu Thomas meyakini lutung yang dikoleksi Charles Hose pada 1887 yang ditangkap di sekitar Pantai Miri, 26 kilometer selatan mulut Sungai Baram, bagian timur laut Sarawak, Malaysia, ini merupakan spesies berbeda. Lutung itu memiliki corak tiga warna dan hidup berdampingan (sympatric) dengan lutung berwarna hitam (Presbytis chrysomelas). Thomas menamainya Semnopithecus cruciger.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perubahan nama genus lutung dari Semnopithecus menjadi Presbytis merupakan hasil perdebatan taksonomi selama 136 tahun. Awalnya peneliti Jerman, Salomon Müller, pada 1838 mendeskripsikan spesies lutung Sarawak sebagai Semnopithecus chrysomelas berdasarkan spesimen acuan (syntype) yang disimpan di Rijksmuseum, Amsterdam, Belanda. Lutung berambut hitam ini menjadi perdebatan para peneliti selama satu seperempat abad lebih yang mengelompokkannya ke dalam marga berbeda, yaitu Presbytis, Semnopithecus, Pygathrix, dan Pithecus.
Peneliti Amerika Serikat, Marcus W. Lyon, misalnya, menyanggah kajian Müller tersebut dengan mengelompokkan lutung hitam sebagai Presbytis chrysomelas. Namun, pada 1913, peneliti Amerika lain, Daniel G. Elliot, menyanggah semua kajian sebelumnya dengan mengelompokkan lutung hitam sebagai Pygathrix chrysomelas. Kemudian kajian John Hill pada 1939 mengungkap bahwa lutung hitam merupakan subspesies Presbytis femoralis chrysomelas. Pendapat ini didukung Vern Weitzel dari Australia serta Collin Groves dan Changman Yang dari Singapura pada 1988 serta peneliti Inggris, J.E. Hill, pada 1992.
Namun, pada 1985, penemuan John Hill tersebut disanggah peneliti Kanada yang berada di Malaysia waktu itu, Junaidi (John) Payne, yang mengutarakan bahwa Presbytis chrysomelas adalah jenis terpisah dengan wilayah distribusi hanya di Borneo. Pendapat ini didukung Jatna Supriatna dan Wahyono melalui penelitian pada 2000, juga penelitian saya pada 2019. Hal ini pun sesuai dengan pendapat Fredericus Anna Jentink pada 1889 yang menunjukkan perbedaan tengkorak antara Semnopithecus chrysomelas dan Semnopithecus femoralis.
Lalu bagaimana dengan lutung tiga warna alias Semnopithecus cruciger? Kolektor satwa Charles Hose pada 1887 melihat ada lutung dengan morfologi berbeda di dalam kerumunan lutung hitam. Lutung agak lain itu bercorak tiga warna: putih mengkilap pada bagian dada dan perut; merah cemerlang pada ubun-ubun, sisi tubuh dari ketiak, paha, dan sisi luar tungkai; serta hitam agak cokelat di kepala. Ia lalu menangkapnya dan spesimen holotipenya kini tersimpan di Natural History Museum di London, Inggris.
Lebih dari empat dekade kemudian, pada 1930, Edward Banks, yang pernah menjadi kurator Sarawak Museum, membuktikan bahwa lutung tiga warna itu hidup berdampingan dengan lutung hitam. Namun, pada 1978, Banks berubah pikiran dan ragu ada kesalahan dalam kajian yang diungkapkan pada 1930. Ia berpendapat bahwa lutung tiga warna adalah hasil perkawinan silang antara lutung merah atau lutung buhis (Presbytis rubicunda) dan lutung hitam alias lutung kelasi (Presbytis melalophos/Presbytis femoralis/Presbytis chrysomelas).
Pendapat ihwal perkawinan silang antarspesies itu dibuyarkan oleh penelitian John R. Napier dan Prue H. Napier dari Inggris pada 1985. Berdasarkan kajian mereka terhadap spesimen acuan utama atau holotipe yang disimpan di Natural History Museum itu, ternyata lutung tersebut adalah individu lutung hitam (Presbytis chrysomelas) yang mengalami kelainan genetika atau mutasi pada pigmen rambutnya alias erythrism. Pendapat Napier ini belum dapat dibantah sampai ada penemuan populasi lutung tiga warna yang terpisah di luar wilayah lokasi awal ditemukannya, yakni Miri, Sarawak, Malaysia.
Penelitian tim gabungan yang dipimpin Nyoto Santoso, Kepala Departemen Konservasi Sumber Daya Kehutanan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University, Bogor, Jawa Barat, selama 2021-2023 telah membuahkan hasil dan menjumpai keberadaan lutung dengan ciri morfologi kombinasi warna merah, hitam, kelabu, dan putih ini. Lutung itu ditemukan secara berkelompok di sekitar Danau Sentarum di kawasan Taman Nasional Danau Sentarum, Kalimantan Barat, dengan posisi di hulu Sungai Kapuas sisi utara.
Eksplorasi lapangan oleh para peneliti Indonesia melalui kajian yang didanai oleh Tropical Forest Conservation Act Kalimantan ini menemukan setidaknya 249 individu dan 35 kelompok. Populasi tersebut ada kemungkinan bertambah jika memasukkan hitungan di luar kawasan taman nasional. Populasi itu dapat digunakan sebagai pertimbangan opsi ketiga atau final bahwa lutung Sentarum adalah spesies yang berbeda dengan lutung-lutung lain yang ada di Kalimantan.
Kami peneliti yang tergabung dalam penelitian tersebut berargumen bahwa populasi sebanyak itu kurang masuk akal jika disebut menjadi bagian dari abnormalitas pigmen rambut. Populasi sebesar itu, dan dengan komposisi umur yang bervariasi, juga sangat tidak mungkin merupakan hasil perkawinan silang antarspesies. Secara teori biologi, perkawinan silang antarjenis seharusnya memberikan keturunan infertil atau tidak berkembang biak dan mungkin sudah punah dalam kurun satu abad. Di lokasi Danau Sentarum, justru ada indikasi lutung itu beranak-pinak.
Peneliti juga menangkap lutung Sentarum untuk mengkaji secara morfologi pola warna yang menjadi kunci utama untuk membedakan jenis. Deskripsi pola warna lutung Sentarum menyerupai lutung tiga warna dari Miri, Sarawak. Ada sedikit perbedaannya, yakni pada rambut bagian dada dan perut lutung Sentarum berwarna putih agak kekuningan.
Analisis genetik dengan mengambil sampel darah dan bulu rambut serta menggunakan penanda mitokondria asam deoksiribonukleat (DNA) berkesimpulan bahwa lutung tersebut memiliki nama jenis Presbytis cruciger (Thomas, 1892). Keberadaan lutung Sentarum yang diyakini sebagai jenis baru ini dipublikasikan dalam buku Bioekologi dan Konservasi Lutung Sentarum (Presbytis cruciger) yang diterbitkan IPB Press pada Februari 2024.
Saya menyimpulkan bahwa Presbytis cruciger merupakan jenis terpisah dan hanya terdistribusi di Borneo. Spesies ini terpisah dari jenis Presbytis femoralis (distribusi Semenanjung Malaya dan Riau-Sumatera kepulauan), Presbytis chrysomelas (Borneo), atau Presbytis melalophos (Sumatera). Upaya menyelamatkannya menjadi tantangan karena jenis ini belum termasuk satwa yang dilindungi, sementara tingkat keterancamannya akibat perburuan liar dan hilangnya habitat kian meningkat.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo