Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Ribuan Satelit di Orbit Rendah Bumi Bergeser Akibat Letusan Matahari, Risiko Tabrakan Meningkat

Ribuan satelit di orbit rendah Bumi dilaporkan mengalami pergeseran posisi akibat aktivitas matahari yang intens.

19 Desember 2024 | 08.33 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Ribuan satelit di orbit rendah Bumi (LEO) pada pekan lalu dilaporkan mengalami pergeseran posisi akibat aktivitas matahari yang intens. Seperti dilaporkan Gizmodo, letusan dahsyat dan semburan partikel bermuatan yang dipicu oleh fase maksimum solar menyebabkan gangguan besar pada orbit satelit-satelit tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

William Parker, Peneliti dari Massachusetts Institute of Technology, mengatakan bahwa peristiwa ini terjadi setelah dua badai geomagnetik besar yang melanda Bumi tahun ini. “SpaceX mencatat kesalahan posisi sejauh 20 kilometer dalam perhitungan satu harian mereka,” ujar Parker dalam presentasinya di pertemuan tahunan American Geophysical Union, seperti dilaporkan oleh SpaceNews, dikutip Rabu, 18 Desember 2024. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Badai geomagnetik adalah gangguan pada magnetosfer Bumi—gelembung besar medan magnet di sekitar planet kita—yang disebabkan oleh angin matahari. Pada Mei lalu, badai geomagnetik kategori G5 (ekstrem) menghantam Bumi akibat pelepasan plasma besar dari korona Matahari (dikenal sebagai lontaran massa koronal). Badai G5 yang pertama kali terjadi dalam lebih dari 20 tahun ini telah menyebabkan beberapa dampak negatif pada jaringan listrik Bumi, meski menampilkan aurora spektakuler yang terlihat di beberapa bagian dunia.

Badai geomagnetik, yang disebabkan oleh lontaran massa koronal dari Matahari, meningkatkan kepadatan atmosfer di orbit rendah hingga sepuluh kali lipat. Akibatnya, terjadi hambatan atmosfer yang mempengaruhi pergerakan satelit.

Salah satu dampak terbesar dirasakan pada konstelasi Starlink milik SpaceX, yang terdiri dari lebih dari 6.700 satelit. “Jika kita tidak yakin dengan posisi wahana antariksa kita hingga 20 kilometer, maka upaya untuk menghindari tabrakan bisa dianggap mustahil,” kata Parker. Pergeseran orbit ini meningkatkan risiko tabrakan antar-satelit di ruang angkasa.

Menurut Parker, hampir 5.000 satelit, termasuk sebagian besar milik Starlink, melakukan manuver otomatis untuk kembali ke ketinggian orbit semula setelah badai geomagnetik. “Ini adalah setengah dari seluruh satelit aktif yang memutuskan untuk bermanuver pada waktu yang sama. Ini menjadikannya migrasi massal terbesar dalam sejarah,” tuturnya.

Para ilmuwan kini terus mempelajari perilaku Matahari untuk meningkatkan prediksi terjadinya badai geomagnetik. Hal ini diharapkan dapat membantu operator satelit mempersiapkan langkah mitigasi di masa depan.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus