Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pusat Riset Kerja Sama Teknologi Kelautan Indonesia-Korea (MTCRC) mengungkap tantangan riset pemindaian laut yang saat ini sedang dilakukan di perairan Makassar dan Cirebon. Tantangan disebutkan datang terutama dari kondisi geografis dan akses ke lokasi riset.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Dilihat bagaimana kondisi ril di lapangan, seperti Makassar dan daerah lain, mungkin terkendala akses untuk mendapatkan data,” kata peneliti dari Korea Institute of Ocean Science and Technology, Jong Kuk Choi, saat ditemui di acara Korea-Indonesia Ocean Satellite International Workshop, Senin 21 Oktober 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Secara spesifik, Choi mengatakan kendala yang paling dirasakan adalah penggunaan transportasi ke lokasi perairan yang dituju. Kemudian, juga, akses perizinan yang butuh waktu agar bisa dilakukan pemindaian wilayah laut menggunakan satelit geostasioner Korea Selatan.
Adapun pelaksanaan pemindaian masih bergantung kepada beberapa faktor, seperti refleksi pada energi matahari. “Tergantung kondisi cahaya matahari, misalnya harus dipilih waktu sekitar jam 10 pagi yang paling tepat untuk mendapatkan data. Siang sangat tidak efektif,” ucapnya.
Pemindaian laut di Makassar dan Cirebon dengan satelit ini sudah berjalan sejak 2020. Pada intinya, proyek ini untuk penyediaan peralatan observasi laut disertai pelatihan pengoperasian dalam survei wilayah laut.
Choi menuturkan, hasil pemindaian diharapkan bisa memaksimalkan pemanfaatan sumber daya alam di wilayah lautan sampai pesisir. Kemudian juga untuk menemukan berbagai permasalahan yang sedang dan akan dihadapi nantinya. “Indonesia sangat besar. Harapannya riset tetap berlanjut ke depannya, dilakukan oleh sepenuhnya peneliti Indonesia."
Direktur Korea-Indonesia MTCRC, Park Hansan, berharap kerja sama yang sudah terjalin sejak era Presiden Joko Widodo ini bisa terus berlanjut di era presiden baru, Prabowo Subianto. Hansa mengklaim selama ini tidak ada halangan berarti dalam hal penyesuaian aturan riset. Tim peneliti tetap mengikuti kebijakan Pemerintah Indonesia dan mendukung kerja sama antarnegara ini.
Sebelumnya, Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Maritim Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi Firman Hidayat mengatakan, sejak pendirian Korea-Indonesia MTCRC pada 2018, pusat riset ini telah membawa kemajuan yang signifikan untuk kerja sama teknologi kelautan di Indonesia. Pemeritah Korea Selatan disebutnya telah menunjukkan dukungan kepada Indonesia dengan menyediakan data untuk merumuskan lebih lanjut kebijakan maritim Indonesia.
Indonesia, kata Firman, saat ini sangat fokus untuk mengembangkan industri rumput laut, dan sudah ada 'International Tropical Seaweed Research Center' di Lombok, Nusa Tenggara Barat, yang diresmikan pada 22 Mei 2024. “Melalui kerja sama ini, diharapkan dukungan kerja sama dari Pemerintah Korea untuk berbagi teknologi mengenai budidaya dan pengolahan rumput laut, serta pelaksanaan joint research di Indonesia,” katanya.