Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Sapi Lokal Berdarah Eropa

Para peneliti di Universitas Gadjah Mada berhasil membiakkan bibit sapi baru dengan tiga induk unggulan. Dagingnya lebih banyak, padat, dan empuk.

27 Februari 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

USIANYA baru empat bulan, tapi sebelas anak sapi alias pedet di peternakan milik PT Widodo Makmur Perkasa di Jambakan, Klaten, Jawa Tengah, itu tampak kekar. Sejak lahir, pertumbuhan empat pejantan dan tujuh betina itu sangat pesat. Otot-ototnya terlihat lebih menonjol. Bagian punggung hingga ujung bokong lebih besar dibanding anak sapi seusianya.

Pedet tersebut bukan anak sapi biasa. Mereka hasil program kawin silang antara sapi lokal jenis Brahman dan Belgian Blue. Pengerjaannya dilakukan para peneliti Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada yang bekerja sama dengan peneliti Fakultas Kedokteran Hewan University of Liege, Belgia. "Baru kami yang mengembangkan program ini," kata Dekan Fakultas Peternakan UGM Ali Agus, Selasa dua pekan lalu.

Proyek ini merupakan bagian dari program kawin silang tiga indukan, yaitu sapi Brahman, Belgian Blue, dan Wagyu. Para peneliti berharap bisa mendapatkan bibit sapi yang tahan di iklim tropis dengan daging yang empuk dan berkualitas. Bibit baru itulah yang akan dinamai Lembu Gama.

Sapi Brahman dipilih karena mampu beradaptasi dengan iklim tropis basah, selain sangat produktif dalam berkembang biak. Belgian Blue bertubuh bongsor dengan daging padat dan sedikit lemak. Sedangkan Wagyu adalah sapi dari Jepang dengan daging berkualitas dan empuk.

Nur Hakim, penanggung jawab peternakan PT Widodo, mengatakan pihaknya sepakat menjalin kerja sama dengan UGM untuk mendapatkan sapi pedaging istimewa. Sebab, tanpa perlakuan istimewa pun bobotnya bisa dua kali lipat. "Padahal umurnya sama dengan sapi jenis lain," ucapnya.

Saat ini baru ada generasi pertama keturunan Brahman dan Belgian Blue. Selanjutnya anak-anak sapi itu bakal dikawinsilangkan dengan keturunan campuran Brahman dan Wagyu. "Kami ingin membuat bibit baru karena ada permintaan besar daging di Indonesia, khususnya kualitas prima," ujar Ali, yang juga menjadi ketua tim peneliti dalam riset ini.

Olahan daging sapi berkualitas Wagyu harganya cukup mahal. Daging Wagyu seberat 200 gram harganya mencapai Rp 400 ribu. Ali menyatakan para peneliti berniat mendapatkan sapi dengan daging bagus dan punya pertumbuhan bagus. "Kami ingin sapi berdaging banyak seperti Belgian Blue tapi seempuk Wagyu," kata Ali.

Kesepakatan pengembangan peternakan bibit unggul antara UGM dan University of Liege dilakukan sejak tiga tahun lalu. Pada 2014, para peneliti dari kedua universitas ini saling berkunjung. Hasilnya, mereka sepakat melakukan kawin silang antara Belgian Blue dan sapi lokal Indonesia.

Dalam riset ini, University of Liege menyediakan sperma sapi Belgian Blue beku sebanyak 30 straw. Semen beku dalam wadah khusus itu sampai ke tangan para peneliti UGM pada pertengahan 2015. Berdasarkan hasil studi awal, mereka memilih melakukan inseminasi buatan terhadap induk sapi Brahman di Klaten.

Sebanyak 15 induk sapi Brahman menjalani dua kali prosedur inseminasi buatan. Namun program ini tak selalu berjalan mulus. Dari semua sapi betina yang menjalani program tersebut, tiga di antaranya gagal hamil.

Pada September tahun lalu, setelah periode kehamilan sekitar 9 bulan, 12 induk Brahman akhirnya melahirkan. Satu pedet mati karena tubuhnya terlalu besar. Berat anak sapi keturunan Brahman-Belgian Blue ini berkisar 33-34 kilogram. Bandingkan dengan anak sapi jenis lain yang hanya berbobot 25 kilogram.

Di peternakan di Klaten juga ada delapan anak sapi keturunan Brahman dan Wagyu, dua di antaranya betina. Usia mereka dua bulan lebih tua daripada pedet berdarah Belgian Blue. Para peneliti harus menunggu hingga sapi-sapi itu mencapai usia matang untuk bisa dikawinkan. "Ini baru separuh-separuh, belum tiga darah keturunan," ucap Ali.

Seiring dengan keberhasilan membiakkan bibit unggul ini, sempat tersiar kabar miring di media sosial. Tudingan bahwa sapi Belgian Blue hasil persilangan sapi dan babi meluas. Tri Satya Mastuti Widi, dosen di Fakultas Peternakan UGM, membantah kabar tersebut. Menurut dia, tak ada gen babi yang diintroduksi ke tubuh sapi. "Kasihan nasib si babi, selalu menjadi sasaran fitnah," tulis Tri dalam akun Facebooknya, 3 Februari lalu.

Menurut Tri, kabar bohong juga pernah menimpa babi Mangalitsa dari Hungaria. Babi jenis ini sempat disebut sebagai hasil perkawinan babi dan domba karena memiliki bulu keriting. Mangalitsa adalah hasil persilangan sejumlah babi lokal dengan babi hutan Eropa. Pembiakan Mangalitsa dilakukan sejak pertengahan abad ke-19.

Tri mengatakan sapi dan babi mustahil dikawinsilangkan karena jumlah kromosomnya jauh berbeda. Sapi memiliki 29 pasang kromosom XY, sedangkan babi hanya 18. "Domba dan kambing yang dalam bahasa Jawa sama-sama disebut wedhus saja tidak dapat dikawinkan," ujarnya.

Sesuai dengan namanya, sapi Belgian Blue berasal dari Belgia utara dan tengah. Keunikan sapi ini bertubuh kekar. Ototnya tumbuh lebih banyak dan cepat dibanding sapi lain. Otot sapi Belgian Blue mulai tumbuh pesat pada usia 4-6 minggu. Bobot pejantan dewasa mencapai 1,2 ton, sedangkan betinanya sekitar 900 kilogram.

Sapi Belgian Blue dipercaya sebagai keturunan atau hasil persilangan sapi lokal dengan jenis Shorthorn dan Charolais. Dokumentasi pertama Belgian Blue muncul pada 1808 meski sapi itu diyakini dibiakkan jauh sebelumnya.

Munculnya otot pada sapi Belgian Blue akibat hasil mutasi alami gen pengendali myostatin, yakni protein penghambat pertumbuhan otot. Mutasi ini juga menghambat penumpukan lemak sehingga daging lebih padat. "Karena mutasi ini, myostatin tidak berfungsi normal lagi sehingga otot terus berkembang," kata Tri.

Mutasi gen pengendali myostatin muncul lewat seleksi dan perkawinan dalam jangka panjang. Menurut Tri, tak ada manipulasi material genetik dalam pembiakan Belgian Blue. "Kondisi seperti ini dapat juga terjadi pada spesies lain, seperti tikus, anjing pit bull, kuda, bahkan manusia," ucapnya.

Senada dengan Tri, Ali membantah kabar bahwa Belgian Blue hasil persilangan antara sapi dan babi. Secara genetika, menurut dia, kedua spesies itu berbeda. Tubuh kekar Belgian Blue adalah efek dari mutasi alami gen yang mengatur myostatin. Hormon myostatin akan keluar ketika tubuh mencapai fase tertentu dan otot pun berhenti tumbuh.

Pada Belgian Blue, hasil penelitian menunjukkan gen yang mengatur myostatin ada yang hilang. Ini sebuah seleksi alam ketika Belgian Blue dulu dibiakkan. "Entah disengaja entah tidak, ada satu yang tidak punya myostatin," katanya. "Itulah yang dipakai terus untuk pengembangan sapinya."

Di peternakan PT Widodo Makmur Perkasa, pedet spesial ini menempati rumah yang sama dengan lebih dari seribu sapi lain. Keturunan Brahman dan Wagyu saat ini sudah disapih. Adapun keturunan Belgian Blue dengan Brahman masih menyusu pada induknya. "Sesekali dikasih makan rumput hijau," ujar Desi Ardiyanto, perawat hewan di peternakan itu.

Meski tergolong keturunan spesial, anak sapi ini mendapat perawatan yang sama dengan sapi lain. Pola makannya pun tak berbeda. "Makannya tidak terlalu banyak, tapi pertumbuhan tubuhnya lebih cepat daripada yang lain," ucap Desi.

Gabriel Wahyu Titiyoga | Muh Syaifullah (Yogyakarta)


Mutasi gen pengendali myostatin muncul lewat seleksi dan perkawinan dalam jangka panjang. Menurut Tri Satya Mastuti Widi, dosen Fakultas Peternakan UGM, tak ada manipulasi material genetik dalam pembiakan Belgian Blue. "Kondisi seperti ini dapat juga terjadi pada spesies lain, seperti tikus, anjing pit bull, kuda, bahkan manusia."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus