SATU lagi impian Jepang menjadi kenyataan. Setelah sebelum ini berbagai prestasi teknologi dihasilkan Negeri Sakura, sebuah terowongan terpanjang di dunia akan diresmikan pekan depan. Rekor Seikan Tonneru - nama terowongan untuk lintas kereta at)i itu - bukan cuma karena panjang seluruhnya 53,85 km. Terowongan yang menghubungkan Pulau Honshu dan Pulau Hokkaido itu, 23,3 km di antaranya terletak persis di bawah laut Selat Tsugaru yang menghubungkan kedua pulau itu. Bagian ini terletak di kedalaman 240 meter di bawah permukaan laut, dan 100 meter di bawah dasar Selat. Terowongan paling panjang selama ini - juga di Hokkaido panjangnya cuma 22 km, dan itu pun tidak di bawah laut. Selat selebar sekitar 24 km itu selama ini termasuk lintas perjalanan yang tidak mudah. Cuaca sering berubah-ubah. Sehingga, menurut catatan, setiap tahun rata-rata 80 pelayaran feri dibatalkan. Bahkan 1954, Toya Maru terbalik akibat angin topan, menyebabkan 1.442 orang tewas. Kejadian itu, antara lain, menjadi pertimbangan pemerintah Jepang membangun Seikan Tonneru. Dan Japan Railway Construction Public Corp. URCC)--perusahaan yang membangun proyek seharga 700 milyar yen itu menyebut proyek itu "Warisan abad ke-20 untuk abad ke-21". Proyek yang dimulai 24 tahun lalu itu memang bukan main canggihnya. Tidak saja menuntut teknik pengeboran yang piawai, tapi proyek ini menantang keganasan kondisi geologis Jepang. Guncangan gempa kerap terjadi wilayah itu. Ada tiga buah terowongan yang dibangun menyeberangi Selat Tsugaru itu. Terowongan pertama, yang disebut lorong pelopor, panjangnya 40 km. Lorong berpenampang 4 X 5 meter itu dibangun untuk memperoleh gambaran mengenai kondisi batuan di lingkungan Selat. Profil batuan dan contoh-contoh batuannya diperoleh dari lorong pelopor itu. Hasil studi pada lorong ini digunakan untuk menentukan lokasi terowongan utama dan lorong pelayanan. Terowongan utama, lebar 11 meter dan tinggi 9 meter, paralel - jaraknya 30 meter dengan lorong pelayanan, yang ukurannya sama dengan lorong pelopor. Terowongan pelayanan itu 18 km panjangnya, dan kedua ujungnya bergabung dengan terowongan utama. Gardu listrik, peralatan sirkulasi udara, dan alat-alat pemeliharaan ada di lorong pelayanan ini. Pada setiap 600 meter terdapat lorong yang menghubungkan terowongan utama dan pelayanan. Material penguat, seperti besi dan beton memang amat diperlukan. Berada 100 meter di bawah dasar laut, dinding terowongan itu menerima tekanan sebesar 24 atmosfer, atau 240 ton/m2. Tekanan itu menuntut sebuah dinding lorong yang kuat dan antibocor. Kebocoran sekecil apa pun bisa meruntuhkan bangunan terowongan. Maklum, air itu akan mendesak dinding dengan tekanan yang sangat kuat. JRCC, yang membangun lorong itu, pwnya kiat khusus untuk meniadakan kebocoran. Retakan-retakan pada dinding terowongan ditambal dengan semen istimewa, yang berupa adonan semen susu dicampur dengan kaca air (water glass), dan bahan kimia khusus lainnya. Adonan itu dsuntikkan pada rekahan batuan dengan tekanan 80 atmosfer. Setelah semuanya rapat, baru dinding terowongan dilapis dengan beton bel tulang baja. Dengan konstruksi seperti itu, JRC memperkirakan bahwa Seikan akan abadi sepanjang masa. Badai dan gempa tak akan mengusik terowongan ini. "Seikan akan runtuh bersamaan dengan runtuhnya bumi ini," kata juru bicara JRCC. Pada tahap pertama ini, Seikan akan melayani 15 trip kereta ulang-alik menghubungkan Kota Hakodate di Hokkaido dan Aomori di Honshu. Untuk sementara waktu, Shinkansen, kereta api cepat Jepang yang bisa melaju hingga 200 km/jam, belum akan dioperasikan melalui terowongan itu. Maklum, JNR (Japan- National Railway), perusahaan swasta yang mengoperasikan kereta api di Jepang, tahun lalu merugi, dan jalur Tsugaru sejauh ini belum dianggap jalur basah. Namun, perjalanan dari Aomori ke Hakodate bagaimanapun akan menjadi lebih cepat. Perjalanan kereta api feri-kereta api, yang rnakan waktu tota sekitar 4 jam, akan terpangkas lebih separuhnya. Apalagi jika Shinkansen dioperasikan menyeberangi selat itu, waktu tempuh antara kedua kota itu bisa dipersingkat menjadi 50 menit saja. Keselamatan perjalanan kereta api itu pun telah diperhitungkan matang-matang oleh JRCC. Pada jalur Tsugaru itu, terdapat dua buah pelataran penyelamatan, yang disebut Teiten. Satu Teiten berada di bawah pantai Tanjung Tappizaki, dan satunya di bawah pantai Hokkaido. Keduanya berada sekitar 14 meter di bawah permukaan laut. Jika terjadi kebakaran kereta, atau kebakaran terowongan akibat kortsluiting listrik, secara otomatis kereta akan berhenti di dekat Teiten itu. Penumpang kereta bisa cepat-cepat menyelamatkan diri ke Teiten, yang berjarak 300 meter dari jalur kereta. Di pelataran penyelamatan, yang luasnya 1.000 m itu, terdapat generator listrik cadangan, ventilasi udara, dan kursi-kursi panjang, telepon, dan toilet. Di tempat pemberhentian otomatis itu, kereta yang diamuk api akan segera diamankan oleh sprinkler yang bekerja secara otomatis. Semprotan antiapi akan segera mematikan bara. Sementara itu, bahaya lain, gempa misalnya, boleh diabaikan. Konstruksi bangunan lorong itu ditanggung tahan gempa. Untuk kepentingan militer pun agaknya Seikan cukup memadai. Melihat kapasitas jalur ini, Boeicho, badan pertahanan Jepang, berniat mcnyeberangkan 500 personel, 40 tank, dan sejumlah peralatan militer lainnya, untuk menjalani latihan perang rutin di Hokkaido. Di pulau yang berhadapan dengan Uni Soviet itu, pasukan bela diri darat Jepang memang selalu rutin mengadakan latihan perang, setiap musim panas. Namun, keinginan pihak militer itu ditolak oleh Departemen Perhubungan Jepang. Pejabat Departemen Perhubungan Jepang membatasi lalu lintas mesiu di terowongan itu. Amunisi yang diizinkan lewat maksimum 5 kg, dan bahan peledak tak boleh melebihi 10 kg.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini