Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Tepuk tangan untuk slamet

SMAN VII jakarta akhirnya punya kepala sekolah baru, setelah 8 bulan kosong. Kini diduduki Drs. Slamet yang dianggap mampu meredakan kerusuhan antarsiswa. Soemadi, pendahulunya dinilai kurang cakap.

12 Maret 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SETELAH delapan bulan kosong, akhirnya SMAN 7 Jakarta memiliki kepala sekolah lagi. Senin lalu, Dra. Atika Pribadi, Kepala Bidang Pendidikan Menengah Umum, Kanwil Departemen P 8 K DKI Jakarta, melantik Drs. Slamet sebagai kepala sekolah di sana, di depan ratusan siswa dan disambut tepuk tangan meriah. Sebelumnya, Slamet adalah salah seorang dari empat wakil kepala sekolah SMAN 7 - tiga yang lain Rosna, Rosni Zulharman, dan Harsono. Keempat guru itulah yang secara kolektif memimpin SMA di seberang Stasiun Gambir ini, setelah Soemadi mengundurkan diri sebagai kepala sekolah. Soemadi kabarnya mengundurkan diri karena tak mampu "menjinakkan" siswa-siswanya. Murid sekolah itu sering terlibat perkelahian dengan rekannya murid SMAN 4. Soemadi lalu ditarik ke Kanwil P & K DKI. Mundurnya Soemadi tak meredakan "permusuhan" dua SMA yang bertetangga itu - karena memang bukan pak guru itu yang jadi sumber. Hanya saja, empat guru yang ditunjuk memimpin SMAN 7 menangani permasalahan lebih tegas. Misalnya, begitu ada gelagat bentrok, petugas keamanan segera dihubungi. "Kami segera mendatangkan pasukan keamanan dari Koramil dan Polsek Gambir," kata Slamet. Bahkan siswa yang terlibat kerusuhan diangkut ke Koramil. Mereka memang tidak ditahan, cuma diberi nasihat-nasihat. "Menangani siswa-siswa SMA memang bisa serba salah," kata Koptu. Soekamto, salah seorang petugas keamanan yang berjaga di pos SMAN 7. "Mau dihukum, mereka bukan penjahat. Tidak dihukum, kok selalu bikin ribut," katanya. Mengapa mereka suka berkelahi? Menurut Slamet, itu terjadi karena faktor lingkungan dan orangtua. Kemudian murid di dua sekolah itu punya latar belakang sosial yang agak berbeda. Selain itu, ada kecenderungan untuk menunjukkan kegagahan. Kemudian, masih kata Slamet, rasa solidaritas sesama kawan dan fanatisme terhadap sekolah atau kelas juga sering menjadi penyebab utama meletusnya bentrok antarsisw. "Gejala-gejala inilah yang terjadi di antara siswa SMAN 7 dan SMAN 4," katanya berterus terang. Sumbu perkelahian lalu disulut oleh hal-hal yang sangat sepele misalnya karena saling pandang, saling meledek, atau kawan wanitanya diganggu siswa lain. Kepala sekolah, kata Nyonya Atika, semestinya mengenal lingkungannya secara baik. Soemadi, yang menjabat kepala SMAN 7 selama 13 bulan, dinilai tidak mengenal lingkungan murid-muridnya. "Jadi, Soemadi itu tidak lulus ujian," kata Atika. Dan Slamet, yang menggantikannya sekarang, dinilai sebagai orang yang pas menduduki jabatan itu. Kenapa menunggu delapan bulan? Rupanya, Slamet harus diuji dulu. "Dalam 8 bulan terakhir ini Slamet cukup berhasil melakukan pendekatan dan penyelesaian berbagai permasalahan yang timbul di SMA itu," kata Atika. Misalnya murid SMA 7 dan SMA 4 melakukan piket bersama untuk menjaga keamanan sekolahnya. Bahkan, dalam kaitan keamanan sekolah itu pula, Hendry Hendarto, ketua OSIS SMAN 7, Sabtu pekan lalu mengadakan pertemuan dengan OSIS se-Jakarta Pusat. Pertemuan ini bermaksud mempersiapkan seminar tentang pembinaan ketahanan dan keamanan di lingkungan sekolah, yang direncanakan 17 Maret mendatang. Hendarto ingin membuktikan bahwa sebenarnya hubungan antarsekolah itu baik. "Kami ingin memperbaiki citra sekolah kami. Selama ini orang terlalu memburuk-burukkan kami," kata Pak Slamet pula. Tak ada jaminan, memang, kerusuhan antarsiswa akan hilang sama sekali. Tapi pemantauan soal itu sudah mulai rapi di Kanwil Departemen P & K DKI. Di Kanwil ini, misalnya, telah dibentuk Tim Bina Aparatur, sebuah tim khusus yang bertugas menangani setiap keributan siswa. A.B., Priyono B.S., Ahmadie T., Sri Indrayati

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus