Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Sembilan Jenis Burung di Indonesia Terancam Punah

Selain deforestasi, perburuan dan penangkapan burung dari alam menjadi faktor utama penyebab penurunan populasi burung.

29 April 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Status kepunahan tiga jenis burung malah meningkat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Selain deforestasi, perburuan dan penangkapan burung dari alam menjadi faktor utama penyebab penurunan populasi burung.

  • Selain terdapat jenis-jenis burung yang mengalami peningkatan kategori keterancaman, ada jenis yang mengalami penurunan status keterancaman.

  • Berdasarkan status keterancamannya, terdapat 179 jenis burung di Indonesia yang masuk daftar jenis burung terancam punah.

Indonesia saat ini memiliki 1.812 jenis burung atau bertambah 18 jenis dibanding pada tahun lalu. Pemecahan taksonomi menjadi faktor yang menyebabkan penambahan jumlah jenis burung tersebut.

Sebagai contoh, pada 2020, dua jenis burung, yakni cenderawasih-kerah tengah (Lophorina feminina) dan perling dagu-ungu (Aplonis circumscripta), mengalami pemecahan taksonomi menjadi empat jenis berbeda. Dengan begitu, menambah dua jenis baru ke daftar burung di Indonesia.

Cenderawasih-kerah tengah sebelumnya dikategorikan sebagai anak jenis cenderawasih kerah (Lophorina superba) dan perling dagu-ungu dari perling ungu (Aplonis metallica). Keduanya dikategorikan sebagai jenis tersendiri karena memiliki karakteristik morfologi yang berbeda berdasarkan analisis terbaru.

Selain itu, perkembangan pesat teknologi dan peningkatan minat masyarakat terhadap aktivitas pengamatan burung turut berkontribusi atas perkembangan dunia ornitologi dan konservasi.

Laporan hasil pengamatan melalui observatorium sains warga, seperti e-Bird, berkontribusi atas penambahan 16 jenis ke daftar burung yang tercatat di Indonesia.

Satu di antara sejumlah jenis burung tersebut yang patut disoroti adalah petrel irlandia-baru (Pseudobulweria becki) yang saat ini berstatus kritis (critically endangered/CR) menurut Daftar Merah Jenis Terancam Punah Badan Konservasi Dunia (IUCN Red List of Threatened Species).

Jenis burung tersebut terpantau kehadirannya di sekitar Laut Halmahera. Sebelumnya, burung itu diketahui hanya tersebar di Kepulauan Bismarck, Papua Nugini, dan Pulau Solomon.

Berdasarkan status keterancamannya, terdapat 179 jenis burung di Indonesia yang masuk daftar jenis burung terancam punah secara global. Ada 31 jenis burung masuk kategori kritis, satu langkah lagi menuju status kepunahan; 52 jenis dinyatakan genting (endangered/EN); dan 96 jenis rentan terhadap kepunahan (vulnerable/VU).

Indonesia saat ini memiliki 1.812 jenis burung atau bertambah 18 jenis dibanding pada tahun lalu. Namun, ironisnya, jumlah burung yang terancam punah pun kian bertambah.

“Ini menyiratkan tantangan konservasi bagi keanekaragaman jenis burung di Indonesia semakin meningkat. Kendati upaya konservasi telah banyak dilakukan, sebagian populasi jenis burung tetap mengalami kemerosotan populasi di alam,” kata Achmad Ridha Junaid, Biodiversity Conservation Officer Burung Indonesia di Kota Bogor, Rabu lalu.

Saat ini, selain deforestasi, perburuan dan penangkapan burung dari alam menjadi faktor utama penyebab penurunan populasi burung. Dampaknya terlihat pada peningkatan status keterancaman terhadap sembilan jenis burung pada tahun ini.

Beberapa jenis yang merasakan dampak nyata, antara lain perkici dada-merah (Trichoglossus forsteni), empuloh janggut (Alophoixus bres), empuloh pipi-kelabu (Alophoixus tephrogenys), cucak aceh (Pycnonotus snouckaerti), dan anis kembang (Geokichla interpres).

Empuloh janggut bahkan kini diperkirakan telah mengalami penurunan hingga 50 persen dari populasi asli di wilayah persebarannya di Pulau Jawa dan Bali. Kondisi ini sekaligus menyoroti pentingnya upaya yang lebih serius dalam mengurangi dampak perburuan maupun penangkapan burung dari alam.

Selain terdapat jenis-jenis burung yang mengalami peningkatan kategori keterancaman, ada jenis yang mengalami penurunan status keterancaman. Kowak jepang (Gorsachius goisagi), kepodang-sungu kai (Edolisoma dispar), dan bangau sandang-lawe (Ciconia episcopus) kini diketahui memiliki wilayah persebaran yang relatif luas dengan kondisi populasi yang relatif stabil, sehingga mengalami penurunan kategori keterancaman.

Achmad Ridha Junaid menjelaskan, berdasarkan IUCN, penurunan kategori keterancaman tidak selalu menandakan terjadi pemulihan populasi suatu jenis di alam. Dalam beberapa kasus, penambahan informasi dalam penentuan kriteria bisa memicu penurunan status keterancaman, seperti yang terjadi pada kowak jepang, kepodang-sungu kai, dan bangau sandang-lawe.

Berbeda dengan gajahan tahiti (Numenius tahitiensis) yang mengalami penurunan keterancaman karena intensitas perburuan telah menurun drastis dalam beberapa tahun terakhir, dan terdapat tanda-tanda bahwa populasi jenis tersebut mulai pulih di beberapa bagian wilayah jelajahnya.

"Lain halnya dengan kepodang jawa (Oriolus cruentus). Status keterancaman jenis ini diturunkan ke kategori kurang data (data deficient/DD) karena minimnya catatan perjumpaan jenis ini, sehingga dibutuhkan evaluasi yang lebih mendalam lagi terkait dengan status keterancamannya. Kini, kepodang jawa menjadi salah satu jenis burung dengan informasi paling minim di Pulau Jawa," kata Achmad.

BirdLife International mencatat, Indonesia merupakan rumah bagi setidaknya 17 persen jumlah jenis burung yang ada di dunia dan berada di posisi keempat dalam kekayaan jenis burung. Namun, berdasarkan endemisitasnya, Indonesia berada di posisi pertama yang memiliki jenis burung endemis terbanyak di dunia.

Hingga 2021, jumlah burung endemis di Indonesia tercatat sebanyak 532 jenis. Peningkatan catatan jumlah burung endemis terjadi pada 2020, yakni sebanyak 16 jenis. Setidaknya tercatat ada tujuh jenis burung baru yang ditemukan di kawasan Wallacea. Sedangkan sembilan jenis burung lainnya bersumber dari pemecahan taksonomi.

Kajian terhadap status jenis burung yang dilakukan Burung Indonesia secara rutin ini diharapkan dapat menjadi acuan perihal informasi teraktual mengenai keanekaragaman jenis burung di Indonesia.

"Sebagai organisasi yang bergerak dalam pelestarian burung dan habitatnya, harapannya data ini tak hanya menjadi acuan dalam menjalankan program-program pelestarian, tapi juga menjadi produk pengetahuan yang dapat dirujuk oleh publik secara luas," ucap Ridha.

BURUNG INDONESIA | FIRMAN ATMAKUSUMA

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus