Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sains

Semprot Nyamuk Karya Mahasiswa UNS Raih Emas di Jepang

Penelitian yang dilakukan oleh para mahasiswa UNS tersebut juga memiliki muatan lokal yang cukup tinggi.

8 Juli 2019 | 13.02 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Universitas Sebelas Maret. Kredit: UNS

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Solo - Lima mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo berinovasi membuat obat nyamuk semprot dengan bahan dasar kotoran kerbau. Karya tersebut mampu menyabet medali emas dalam Japan Design, Idea & Invention Expo yang digelar di Tokyo pada pertengahan Juni kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Salah satu mahasiswa, Sofia Oka Rodiana, menjelaskan bahwa karya tersebut berawal saat melihat banyaknya kotoran kerbau yang kurang termanfaatkan dengan baik. "Selama ini hanya digunakan untuk bahan pupuk organik atau biodisel yang sudah banyak diteliti," katanya akhir pekan lalu.

Mereka lantas mencoba melakukan inovasi terhadap berbagai riset yang telah ada. Salah satu ide yang dianggap cukup orisinal adalah memanfaatkan gas dalam kotoran kerbau menjadi bahan utama pembuatan alat semprot atau spray.

Dalam riset tersebut para mahasiswa itu melakukan kajian terhadap dua hal sekaligus, yaitu pemanfaatan kotoran kerbau sebagai gas semprot serta bahan organik untuk pengusir nyamuk. Menariknya, bahan organik pengusir nyamuk itu sekaligus berfungsi untuk menetralisir aroma kotoran kerbau.

"Selama ini banyak yang menggunakan tanaman lavender sebagai bahan pengusir nyamuk," katanya. Namun, mereka memilih bahan lain berupa ramuan daun kemangi dan jeruk yang aromanya cukup segar. "Sehingga tidak ada sisa bau kotoran kerbau sama sekali," katanya.

Menurut Sofia, pemanfaatan kotoran kerbau sebenarnya juga bisa digunakan untuk membuat beberapa produk lain. "Misalnya digunakan dalam industri cat semprot," katanya. Sebab, kotoran tersebut mampu menghasilkan gas dengan tekanan yang cukup besar.

"Riset yang kami lakukan ini berkali-kali gagal," katanya. Persoalan paling besar adalah bau kotoran yang susah hilang. Untungnya, setelah berkali-kali melakukan percobaan mereka berhasil menghilangkan bau tersebut. "Kuncinya berada di proses fermentasinya," kata mahasiwa Jurusan Kependidikan Kimia UNS tersebut.

Hanya saja, kendala untuk mengikuti kompetisi di Jepang itu tidak berhenti hingga di situ. Saat berangkat menuju Tokyo, lima botol semprot yang mereka bawa nyaris tidak bisa terangkut di pesawat. "Untungnya akhirnya bisa ada solusi sehingga hasil karya itu bisa kami bawa," katanya.

Sayang, saat hendak pulang kembali ke Indonesia, hasil karya itu tertahan di bandara tanpa bisa dibawa pulang. "Tapi tidak masalah, toh bisa membuat lagi," kata Sofia.

Kepala Program Studi Pendidikan Kimia FKIP UNS, Sri Mulyani mengatakan bahwa selama ini kotoran kerbau memang tidak banyak diteliti. "Mungkin karena populasinya yang tidak sebanyak sapi," katanya. Padahal, kotoran kerbau berpotensi menghasilkan gas yang lebih kuat.

Penelitian yang dilakukan oleh para mahasiswa tersebut juga memiliki muatan lokal yang cukup tinggi. "Mereka menggunakan bahan-bahan yang ada di lingkungannya," katanya. Dia juga menyebut karya itu memenuhi unsur ramah lingkungan.

Alat semprot pengusir nyamuk bernama Bongi, singkatan dari Kebo Wangi, itu merupakan karya bersama dari Sofia Oka Rodiana (FKIP) bersama empat mahasiswa Fakultas Pertanian UNS, Rizhal Akbar Jaya Pratama, Nor Isnaeni Dwi Arista, Rahma Amira Zhalzabila Wakak Megow dan Hifqi Himawan.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus