Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Yogyakarta - Para peneliti GeNose C19 Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta membeberkan awal mula kelahiran alat deteksi Covid-19 berbasis embusan nafas. Mereka berbagi cerita dalam diskusi bertajuk 'Pandemi Covid-19 Ubah Riset Sains di Indonesia?' yang diselenggarakan bertepatan dengan setahun pandemi, Kamis 4 Maret 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Co-inventor GeNose C19 Dian K. Nurputra mengatakan penemuan GeNose C19 terkait erat dengan tugasnya sebagai Ketua Satgas Covid-19 pada satu rumah sakit di Daerah Istimewa Yogyakarta sejak 7 Maret 2020. Kala itu Dian juga tengah melakukan riset mengenai breathalyzer untuk volatile organic compound atau senyawa organik mudah menguap Tubercolusis (TBC).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Saat itulah kami melihat kecepatan pengetesan Covid-19 di Indonesia menggunakan PCR sangat lama," kata Dian
Dari kondisi itu, Dian yang juga peneliti Neurogenetic dan Protein Sensing UGM bersama penemu GeNose lain, Kuwat Triyana, dan peneliti lainnya mulai menyusun gagasan mengenai VOC terkait Covid-19. “Tujuan proof of concept itu adalah untuk memetakan dan membandingkan VOC orang sakit Covid-19 dengan VOC orang sehat atau berpenyakit lain,” kata Dian.
Pada tahap evaluasi gagasan tersebut, protokol gagasan divalidasi oleh Komite Etik Fakultas Kedokteran UGM, Clinicaltrials.gov, dan Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan. Setelah itu, tim peneliti diizinkan oleh Komite Etik FK UGM melakukan proof of concept dengan alat prototipe.
Alat prototipe itu melakukan screening VOC orang sehat, pasien non Covid-19 (asma, TBC, penyakit paru obstruktif kronis), dan pasien Covid-19 di RS Bhayangkara dan RS Lapangan Khusus Covid-19. "Napas semua pasien diambil berulangkali pada tahap itu," ujar Dian yang juga dosen FK UGM itu.
Tim peneliti menyusun hipotesis bahwa alat prototipe GeNose C19 bisa screening VOC pasien penyakit Covid-19. Hasil tersebut dilaporkan tim peneliti ke Komite Etik dan Direktorat Pengembangan Usaha dan Inovasi UGM yang telah menaungi tahap proof of concept.
Calon penumpang kereta api jarak jauh melakukan tes Covid 19 menggunkan alat pengetesan Covid-19 buatan dalam negeri, GeNose C19 di Stasiun Senen, Jakarta, Rabu, 3 Februari 2021. GeNose C19 digunakan sebagai syarat perjalanan penumpang kereta api jarak jauh mulai 5 Februari 2021. TEMPO/Subekti.
“Kami juga meninjau pustaka terkait penelitian breathalyzer untuk VOC TBC dan menemukan tingkat sensitivitasnya rendah sekali," katanya.
Setelah ditinjau tim, desain secara teknis kurang tepat yaitu pada sistem pengambilan sampel. Sampling system GeNose C19 justru dinilai jauh lebih stabil daripada alat serupa dari negara lain. Pengeluaran VOC akan berbeda-beda tergantung pada cara seseorang mengembuskan napas.
“Kami mencari Alveolar VOC yang hanya didapat ketika pasien tidak meniupkan langsung pada alat, sehingga kami sediakan kantong plastik agar pasien dapat embuskan napas seperti biasa,” kata Dian.
Dian dan tim peneliti akhirnya mulai memantau dinamika perubahan VOC pasien Covid-19 dari hari pertama pasien dinyatakan positif Covid-19 hingga negatif. Melalui pemantauan ketat itu, tim peneliti GeNose C19 menemukan bahwa pola VOC pasien positif Covid-19 benar-benar berbeda dari orang yang negatif.
Setelah itu, penelitian masuk ke tahap validasi. “Sebagai klinisi dan pengguna alat kesehatan yang sangat berpatokan pada validasi alat kesehatan, saya memahami keharusan tahap validasi dan realibilitas itu,” kata Dian.
Alat dan kecerdasan buatan itu lantas melewati uji diagnostik yang dilakukan oleh Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan dan Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenerian Kesehatan. Uji diagnostik pra-pemasaran melibatkan 2.200 sampel, sedangkan pada pascapemasaran peneliti mendapatkan hampir 3.000 sampel.
“Secara keseluruhan, kami telah melakukan pengujian terhadap sekitar enam ribu sampel napas,” kata Dian.
Selain terus mengingatkan ke para operator bahwa Standard Operating Procedure (SOP) yang tercantum pada buku manual GeNose C19 harus ditaati, pengembangan terus dilakukan oleh Dian dan timnya. Mereka juga memperbarui kemampuan GeNose C19 dengan menambahkan fitur analisis lingkungan, supaya pengguna mengoperasikan alat ini di tempat dengan lingkungan yang tepat.
Perangkat lunak kecerdasan buatan (Artificial Intelligence) juga akan terus diperbarui. "Apabila operator tidak memperbarui, dalam dua minggu perangkat lunak yang lama tidak dapat digunakan."
Kini, GeNose C19 tengah berada pada fase validasi eksternal, yakni uji pascapemasaran oleh tim independen dari RS Sardjito, RS Akademik UGM, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan, Universitas Indonesia, dan Universitas Andalas.
Ines Atmosukarto, peneliti John Curtin School of Medical Research, Australian National University, dalam diskusi itu memuji tim peneliti GeNose C19. Menurutnya, peneliti kadang bersembunyi di balik alasan paten untuk tidak transparan terkait penelitiannya.