Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Bekas presiden direktur perusahaan asuransi pt periscope, dan anggota dpr dari f-ppp, syarifuddin harahap, digugat oleh adam malik, dituduh menggelapkan uang perusahaan. (krim)

17 Desember 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERANG dingin di dalam perusahaan asuransi PT Periscope akhirnya mendidih "asapnya" mulai tampak keluar. Bekas presiden direktur perusahaan itu Drs. Syarifuddin Harahap, yang juga anggota DPR dari fraksi PPP, dilaporkan kepada jaksa agung oleh direksi yang baru. Ia dituduh menggelapkan uang perusahaan meliputi lebih dari Rp 200 juta. "Kasus itu sudah diketahui sejak tahun lalu, tapi waktu itu masih dicari penyelesaian secara baik-baik," ujar kuasa direksi Periscope, R.O. Tambunan, yang membuat pengaduan. Selain kepada jaksa agung, Tambunan juga melaporkan perkara itu pada kepala Kepolisian RI. Pengaduan ke jaksa agung, menurut Tambunan, diperlukan karena Syarifuddin Harahap adalah anggota DPR. "Untuk mengusutnya diperlukan izin presiden melalui jaksa agung - yang akan mengusut adalah polri," ujar Tambunan. Belum ada kabar mengenai izin itu, Syarifuddin malah membuat pengaduan balik. Ketada Presiden Soeharto, dalam surat 8 Desember lalu, Syarifuddin menuduh keluarga bekas wakil presiden Adam Malik merebut Periscope dengan licik: menggunakan tekanan politik. Keluarga Adam Malik, yang disebut secara khusus, adalah Nyonya Nelly beserta putra-putrinya, Budi Sita Malik, Imron Malik, dan Nyonya Antarini Malik. "Sudah dirampok, saya diperkosa pula," kata Syarifuddin dengan aksen Tapanuli-nya. Syarifuddin merasa bahwa Periscope yang didirikannya pada 1969 itu, diambil alih keluarga Adam Malik setelah berkembang pesat. Padahal, menurut Syarifuddin, keluarga bekas wakil presiden itu tidak menyetor modal barang sepeser pun, walau tercantum sebagai pemegang saham. Ia, katanya, semula tidak ingin ribut-ribut meski dijatuhkan dalam kedudukannya sebagai presiden direktur di perusahaan itu. Sebab itu, katanya lagi, ia merasa terkejut ketika koran-koran memberitakan bahwa ia dituduh menggelapkan sejumlah uang dan dilaporkan kepada Jaksa Agung Ismail Saleh. Akhir November lalu, direksi Periscope, yang dipimpin presiden direktur yang baru, A. Fauzi Achmad didampingi R.O Tambunan mengadukan serangkalan perbuatan yan dilakukan Syarifuddin sewaktu memimpin perusahaan asuransi itu, sejak 1969 sampai 1981. Sekitar Juni dan Juli 1981, kata mereka, Syarifuddin menarik cek dari rekening perusahaan sebanyak tujuh kali dengan nilai Rp 137 juta. Uang yang dikeluarkan tanpa diketahui anggota direksi yang lain itu, menurut pengaduan, disebutkan untuk membayar suatu biaya kepada Parolamas. Namun, setelah diteliti, ternyata Parolamas membantah menerima uang itu. Sebelumnya, menurut pelapor lagi, Syarifuddin pernah membeli sebuah perusahaan PT Sumber Sari Agung (SSA), seharga Rp 35 Juta, dengan uang perusahaan. Perusahaan itu kemudian dijual lagi seharga Rp 200 juta. Namun, tercantum pada pembukuan pengeluaran untuk pembelian perusahaan SSA itu diubah menjadi piutang kepada beberapa orang direksi. Hasil penjualan itu kata pelapor, dibagi-bagikan di antara direksi waktu itu. Selain itu, Syarifuddin juga dituduh melakukan manipulasi: ketika mengontrak sebuah wisma untuk perusahaan, membuat pembayaran atas utang-utang fiktif. "Datanya jelas dan kongkret sebagai tindak pidana," ujar Tambunan. Sebab itu, pengacara yang juga bekas anggota DPR itu menyatakan kekecewaannya bila Syarifuddin menganggap perkara itu sebagai persoalan "politik". "Hal itu hanya untuk mengalihkan perhatian saja dan tidak relevan," kata Tambunan lagi. Menurut Tambunan, yang bertindak sebagai justru bicara keluarga Adam Malik, perusahaan asuransi yang didirikan Syarifuddin sebenarnya dimodali Adam Malik, sebanyak Rp 10 juta. Modal itu, katanya, diberikan Bung Adam ketika Syarifuddin masih hidup susah - meminta dicarikan jalan untuk hidup. "Dengan modal itu, Syarifuddin bisa berkembang, sehingga perusahaannya termasuk dalam lima perusahaan asuransi terbesar di Indonesia," ujar Tambunan. Keterangan itu dibantah Syarifuddin. Menurut bekas tokoh HMI itu, Adam Malik memang pernah memberikan uang Rp 5 juta melalui Budi Sita Malik, tapi tidak pernah sampai ke perusahaan. Sementara itu, sebuah mobil buatan Rusia yang pernah diserahkan diminta kembali oleh Nyonya Nelly dalam bentuk Mercedes Benz 200. Sampai ia dicopot - dengan surat Presiden Komisaris Imron Malik, 2 Februari 1982 - Syarifuddin yakin, keluarga Adam Malik tidak pernah menyetorkan uang walau dalam akta pendirian perusahaan disebutkan bahwa para pemegang saham telah menyetor Rp 200 juta. Tuduh-menuduh itu akan diselesaikan pengadilan. Tapi, jalan ke pengadilan, rupanya, tidak begitu mudah. Menurut hukum acara, KUHAP, tuduhan pidana penggelapan harus ditangani polisi. Sebab itu, menurut surat jaksa agung ke kapolri, 1 Desember lalu, perkara itu dilimpahkan ke polisi sambil menunggu izin presiden. Namun, persoalan akan bertambah rumit, dengan pengaduan Syarifuddin. Selain mengadu soal kepengurusan Periscope, Syarifuddin juga menuduh Imron Malik "menilap" uang pesangonnya sebanyak Rp 10 juta dari yang seharusnya, Rp 40 juta, ketlka ia diberhentlkan dari perusahaan asuransi PT Yasudascope - sebuah perusahaan lain yang separuh sahamnya milik Periscope.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus