Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TAMPANG Ridho Alpha seperti "anak-anak gaul" perkotaan. Kausnya pas di badan, membalut tubuhnya yang tambun. Rambutnya agak cepak. Ke mana-mana mahasiswa semester akhir Teknik Elektro Universitas Indonesia itu juga selalu menenteng handphone berkamera.
Meskipun Ridho tergolong "anak gaul", sudah hampir sebulan ini tempat mainnya bukanlah mal-mal mewah. Dia belakangan ini malah lebih sering keluyuran di Pasar Poncol, yang kumuh dengan tumpukan barang loak, atau berdesak-desakan di pertokoan Glodok, yang pengap dan panas.
Ridho memang sedang punya hobi baru, yakni berburu barang loakan. Barang yang paling dia incar adalah motor penggerak mobil mainan atau motor listrik lainnya. Sesekali dia juga mencari roda-roda mainan.
Kesenangan baru Ridho itu muncul sejak Februari lalu, saat ia dan teman-temannya dinyatakan lolos seleksi awal Kontes Robot Indonesia yang digelar Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. "Susahnya setengah mati mencari motor seperti yang kita inginkan," kata Ridho.
Dia dan teman-temannya harus sering bolak-balik menyusuri gang-gang kecil di Pasar Poncol. Sengatan matahari, keringat berluluran, gang yang kadang becek, serta lorong-lorong pasar yang terkenal banyak copetnya itu bukanlah halangan.
Semua kepenatan itu terbayar ketika dia mendapatkan motor listrik yang masih mulus, berdaya 24 volt, yang harganya cuma Rp 160 ribu. "Kalau motor baru, harganya bisa Rp 600 ribu," katanya dengan senyum yang lebar.
Bukan cuma Ridho yang suka kelayapan di pasar barang bekas. Lingga Hijrah Mahardika, mahasiswa Jurusan Elektro Politeknik Universitas Brawijaya, Malang, dua bulan terakhir ini juga terkena sindrom keluyuran di pasar loak.
Lingga juga peserta Kontes Robot Indonesia yang akan digelar pada 10-11 Juli mendatang. Pasar langganannya adalah Pasar Comboran, Malang. Ini adalah pasar "babe" (barang bekas) terbesar di kota apel itu. Dari komponen elektronik, roda, hingga motor bekas ada di sana. Sepenat apa pun, bahkan sekalipun dia sudah semalaman begadang merakit robot hingga pagi hari, "Begitu masuk pasar, semangat saya langsung muncul kembali," kata ketua tim pembuat robot bernama Lumut Ijo dan Master TT itu.
Salah satu hal yang membikin senang adalah dia berhasil mendapatkan motor buat si Lumut Ijo. Makhluk logam ini digerakkan dengan motor bekas power-window (penurun/penaik kaca jendela) mobil dan wiper (penyapu air hujan di kaca).
Dengan barang-barang rongsokan itu, Lingga akhirnya bisa merampungkan makhluk logamnya. Memang tak semuanya dari barang bekas. Dua robotnya itu 40 persen terbuat dari barang bekas, sementara sisanya komponen yang gres.
Dengan komponen bekas, harga pembuatan robot pun ditekan. "Kalau menggunakan komponen baru semua, ongkos pembuatan bisa bengkak," kata Lingga. Padahal uang bantuan dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi cuma Rp 4 juta, sedangkan ongkos pembuatan robot Lumut Ijo dan Master TT?yang masing-masing terdiri atas 4 robot dan 2 robot?mencapai Rp 18 juta.
Bukan cuma Ridho dan Lingga yang menggunakan mainan bekas sebagai komponen robot. Hampir semua peserta melakukan hal itu. Lihat saja robot buatan mahasiswa teknik dari Universitas Muhammadiyah Jember. Robot pemadam api bikinan mereka hampir separuhnya dari barang bekas. Ada motor yang diambil dari printer kuno. Ada pula motor yang diambil dari mobil ber-remote-control.
Alasan penggunaan komponen-komponen usang itu bukan cuma soal mahalnya harga, melainkan juga sulitnya mencari komponen baru di Indonesia. Nah, kalau ngotot harus memakai komponen baru, mereka mesti mengimpornya. Karena repot mencari barang baru itulah para peserta kontes robot lebih suka mengakali barang bekas yang ada di sekitar mereka. Untuk roda, misalnya, banyak mahasiswa yang memakai roda sepeda anak-anak. Untuk roda yang lebih kecil, ada mahasiswa yang memakai roda otopet atau skuter anak-anak.
Menggunakan barang bekas, menurut pakar robot Universitas Indonesia yang juga juri Kontes Robot Indonesia, Wahidin Wahap, bukanlah hal buruk. Di luar negeri, dalam ABU Asia-Pacific Robot Contest, hal seperti itu pun jamak terjadi. Banyak peserta dari Pakistan dan Thailand yang memanfaatkan barang bekas. Toh, ada yang jadi juara juga.
BS/Bibin B. (Malang)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo