Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Kompetisi Para Pelahap Api

Puluhan robot cerdas buatan mahasiswa Indonesia dilombakan. Banyak ide kreatif muncul.

5 Juli 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ruangan kosong melompong di sudut kampus Fakultas Teknik Universitas Indonesia (UI) itu seperti magnet. Pada saat kampus sudah sepi mahasiswa, karena liburan semester, ruang bernama Mesran itu tetap ramai. Ada saja mahasiswa yang datang ke gedung setengah jadi itu. Dari sini, siang dan malam terdengar suara bor listrik menderu-deru. Sesekali terdengar suara ketukan palu, beradu dengan debat segelintir mahasiswa.

Apa yang membuat semangat para mahasiswa itu menyala-nyala seperti itu? "Kami sedang ngebut membuat robot," kata Ridho Alpha, mahasiswa semester akhir Jurusan Elektronika Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Ridho tak sedang bercanda. Dia bersama sekitar 20 mahasiswa lainnya memang sedang merakit tiga paket robot?total delapan robot?sekaligus. Ruangan bekas perpustakaan seukuran tiga kali lapangan bulu tangkis itu, yang biasanya lengang, sejak Juni 2004 mereka sulap menjadi pabrik robot sekaligus tempat kos.

Pabrik robot UI itu memang sedang siaga satu dan lembur tiap malam. Mereka sedang mati-matian menyiapkan tiga paket robot?Hanoman, Parikesit, dan si pemadam api Zomblow?yang ongkos pembuatannya mencapai sekitar Rp 60 juta. Ketiga paket robot itu akan berlaga dalam Kontes Robot Indonesia dan Kontes Robot Cerdas Indonesia, yang digelar pada 10-11 Juli 2004 di Balairung UI. Sebagai tuan rumah, jelas kampus jaket kuning itu tak ingin keok. Itulah sebabnya beberapa mahasiswa lintas jurusan?elektro, mesin, dan komputer?rela begadang bermalam-malam demi mengutak-atik makhluk logam itu.

Demi Zomblow, robot berbentuk tabung setinggi sekitar 30 sentimeter, contohnya, mereka sampai memburu sensor inframerah dari Amerika Serikat. Sensor seharga US$ 12 ibarat mata bagi Zomblow, sehingga ia tak menabrak dinding saat berjalan. Cara kerjanya sederhana. Di bagian depan, kiri, kanan, dan belakang robot ini dipasang pemancar sinar inframerah dan penangkap inframerah. Saat Zomblow berhadapan dengan dinding, sinar inframerah itu akan dipantulkan dinding, sehingga robot jadi tahu bahwa ada halangan di depannya.

Ridho dan kawan-kawan memborong 20 sensor seharga US$ 12 itu lewat Internet. "Kami sangat ingin menang," ujar Ridho, yang tahun lalu gagal menjadi juara dalam kontes robot.

Tentu saja, tak semua peserta kontes berburu komponen hingga ke luar negeri. Banyak juga yang berburu di pasar loak. Motor antena radio mobil yang bisa maju-mundur disulap menjadi motor pendorong robot. Motor printer, mobil ber-remote-control, juga dicomot. Alasan mereka, biar murah. Contohnya, harga satu gear box bekas di pasar loak Surabaya hanya Rp 20-30 ribu. Padahal, jika membeli baru di toko, harganya mencapai Rp 200 ribu hingga Rp 300 ribu (baca juga Si Pintar dari Barang Rongsokan).

Ridho sendiri menggabungkan komponen impor dan komponen dari pasar loak yang diperolehnya dari Pasar Poncol, Senen, Jakarta. Selain ada "indra penglihat" yang impor dari Amerika, dia juga memberi robot cerdasnya itu sensor pendeteksi panas. Saat panas terlacak, sang robot akan mendekati sumber api dan mengarahkan "meriam" anginnya ke sumber panas. Ketika jarak optimum sudah tercapai, robot rongsokan itu memicu kipas berukuran 15 x 15 sentimeter, untuk membunuh sang api. Wuzzz, api pun padam.

Robot pelahap api bersenjata "meriam" angin itu adalah salah satu ide segar yang muncul dalam kontes robot kali ini. Masih banyak ide liar lainnya. Peserta dari Universitas Muhammadiyah Jember, misalnya, memilih menggunakan water cannon. Jadi, ketika robot mendeteksi adanya api di jarak tembak, segera ia menyemburkan segelas air. Robot mungil itu, kata si pembuatnya, Adi Gunawan dan Dany Mayang K., bila dibikin dengan ukuran lebih besar bisa jadi mesin pemadam kebakaran yang andal.

Kontes robot, meski terlihat seperti main-main, menurut Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Satrio Soemantri Brodjonegoro, sebenarnya banyak menumbuhkan minat membuat robot di kalangan mahasiswa Indonesia. Sebagai bukti, Satrio menunjukkan jumlah peserta kontes robot yang terus membengkak. Dua tahun lalu cuma ada 76 proposal yang masuk ke panitia Kontes Robot Indonesia. Tahun ini, tahun keenam penyelenggaraan Kontes Robot Indonesia, jumlah itu menjadi 112 proposal. Dari jumlah itu, yang lolos seleksi 32 robot.

"Kualitas robot yang dilombakan pun makin berkembang," kata Gandjar Kiswanto, pembimbing tim robot UI. Tahun lalu cuma ada satu lomba robot, yakni Kontes Robot Indonesia. Kini, ada dua lomba, yakni Kontes Robot Indonesia dan Kontes Robot Cerdas Indonesia. Kontes Robot Indonesia adalah adu cepat antara dua tim robot. Tiap tim harus berlomba mengangkat balok-balok kado dan membangun jembatan menuju "singgasana". Robot yang jadi juara adalah robot tercepat yang bisa menyeberang dan meletakkan kado emas (golden gift) di singgasana.

Robot yang membawa kado ini adalah robot otomatis. Mereka berjalan lurus dengan berpatokan garis yang ada di jembatan. Garis itu bisa menjadi penuntun, karena memantulkan sinar inframerah yang dipancarkan robot. Sepanjang ada pantulan sinar inframerah, microcontroller akan terus memerintah motor tetap memutar roda. Sensor inframerah itu juga menghitung jarak, dengan menghitung garis melintang yang telah dilalui robot. Dengan cara itu, robot tahu kapan harus mengerem roda dan menggerakkan tangannya untuk menaruh kado emas di singgasana.

Lomba itu berbeda dengan Kontes Robot Cerdas Indonesia, yang mempertandingkan robot yang bisa berpikir dan mengambil keputusan sendiri. Di kontes ini, robot cerdas itu akan adu ketangkasan memadamkan lilin yang diletakkan di ruang-ruang penuh labirin. Siapa yang cepat menemukan sumber api di labirin-labirin itu, dan memadamkannya, dialah yang menang.

Agar tak keliru memilih labirin, sang robot ini selalu berpikir dan mengambil keputusan di setiap persimpangan lorong, berdasarkan program yang telah ditanam di otaknya. Program itu, misalnya, bila robot mendapat masukan dari sinyal inframerahnya bahwa di depan ada dinding dan di kiri kanan tak ada dinding, maka langkah yang harus dia ambil adalah belok kiri 90 derajat. Jadi, gerakan robot: bergerak, berbelok, berhenti, dan menyemburkan senjata pemadam api, diputuskan sendiri oleh robot berdasarkan masukan dan program yang telah ada.

Impian membikin robot pintar inilah yang membuat banyak mahasiswa rela menghabiskan masa liburnya di bengkel. Mohammad Imam Afandi, salah satu contohnya. Dia rela setiap malam hanya tidur dua jam demi sang robot. "Kadang kita hanya memandanginya seharian penuh, sembari berpikir bagaimana agar ini bekerja sederhana," kata mahasiswa jurusan Teknik Elektro Institut Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya itu.

Gairah membikin robot seperti itulah, menurut Gandjar, yang dulu tak pernah tergarap serius. Banyak ide liar yang terpendam sia-sia, karena tak ada dana dan tak ada pemacu untuk berprestasi. Kontes robot telah menjadi oase bagi anak muda yang tergila-gila pada robot, seperti dialami Ridho, yang telah terobsesi untuk membuat robot sejak belia. Ketika dia duduk di bangku SMA Lab School Rawamangun, Jakarta, Ridho sudah bisa membikin robot serangga berkaki enam. Semuanya dipelajari secara otodidak dari buku dan Internet. Sayang, keahlian itu tak berkembang saat kuliah, karena tak ada mata kuliah khusus robot. Bakatnya itu baru tersalur setelah dia ikut kontes robot. Di kontes itu, selain mendapat bimbingan, Ridho juga mendapat bantuan dana dari Departemen Pendidikan Nasional.

Di kontes itu pula, adrenalin untuk menjadi juara juga terpacu. Soalnya, para pemenang lomba ini akan diikutkan kontes robot internasional. Untuk juara Kontes Robot Indonesia, mereka akan dikirim ke ABU Asia Pacific Robot Contest di Korea Selatan pada September 2004. Sedangkan jawara Kontes Robot Cerdas Indonesia akan dikirim ke kontes robot pemadam api di Amerika Serikat pada 2005.

Bisakah Indonesia menang di lomba internasional dengan robot rongsokan itu? Tak usah khawatir. Meski Indonesia relatif ketinggalan dalam soal robot, pada 2001 robot "rongsokan" bikinan mahasiswa Politeknik ITS pernah menjadi juara Asia Pasifik di Jepang. "Masa depan dunia robot di Indonesia kini lebih cerah," kata Gandjar, yang berangan-angan membuat klub robot di UI dan membuat robot serangga penjinak bom.

Burhan Sholihin/Bibin B. (Malang), Bobby B. (Bandung), Sunudyantoro (Surabaya)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus