Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemerintah Kabupaten Bener Meriah, Provinsi Aceh, terus ngebut dalam merehabilitasi korban gempa dan mengatasi kerusakan yang diakibatkannya. Sepanjang bulan ini, mereka mensosialisasi petunjuk teknis tahap tersebut. Hal yang sama dilakukan Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah.
Sekitar 400 desa di dua kabupaten itu porak-poranda akibat gempa berkekuatan 6,2 dalam skala Richter yang terjadi pada 2 Juli 2013. Hampir 10 ribu rumah hancur dan rusak ringan akibat gempa dan tanah longsor. Lindu itu menewaskan 20 orang dengan korban luka ratusan orang.
Gempa tersebut ternyata bersumber dari patahan atau sesar baru yang selama ini belum diteliti oleh para ahli. Segmen yang sudah terpetakan selama ini adalah sesar Sumatera, Batee, dan Tripa.
"Pusat gempa jaraknya 20 kilometer lebih dari sesar Sumatera ke arah timur," kata Mudrik R. Daryono, peneliti dari Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Dua pekan lalu, dia dan koleganya memaparkan temuan tersebut dalam suatu acara di Yogyakarta.
Memang, medio Juli lalu, Mudrik dan rekannya melakukan riset lapangan ke lokasi gempa. LIPI membentuk tim peneliti yang terdiri atas Mudrik, Adrin Tohari, dan Danny Hilman Natawidjaja. Imam Munandar dari Universitas Syah Kuala, Banda Aceh, ikut membantunya di lokasi.
Menurut catatan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sertaUnited States Geological Survey(USGS), gempa 2 Juli 2013 itu diikuti oleh dua gempa susulan. Gempa kedua sebesar 5,3 dalam skala Richter, dan yang ketiga 5,1 dalam skala Richter. Ketika melihat lokasi sumber gempanya dan membandingkan dengan peta kontur wilayah itu dari citra satelit, Mudrik melihat ada yang luar biasa.
Dia menduga ada sumber gempa baru di sana, dari sesar yang belum terdata. Sejumlah asumsi dari Bandung ia buktikan di lapangan.Sambilmencatat dan memotret kerusakan bangunan, jalan retak, atau bukit longsor setelah gempa, ia dan timnya mencari jejak retakan permukaan gempa bumi(surface rupture sites). Hasilnya, tim mendapatkan jejak yang jelas dan meyakinkan di empat desa.
Di jalan antara Desa Kute Gelimai dan Serempah, retakan gempa memotong jalan aspal. Arahnya memanjang sekitar utara-selatan. Petunjuk ini, kata Mudrik, kurang memuaskan karena lokasinya berada di bukit berlereng curam. "Paling jelas jika retakannya terlihat di daratan lapang," kata dia.
Petunjuk di lokasi yang ideal itu akhirnya mereka temukan di Desa Kuta Malaka. Pada retakan sepanjang 11 meter yang mengarah ke utara-selatan, sisi sebelah baratnya turun 12 sentimeter dengandextral offset14 sentimeter. "Kalau kami pas berdiri menghadap garis sesar atau retakan itu, tanah di seberang sesar itu bergerak ke kanan kami sejauh 14 sentimeter. Sedangkan tanah yang kami pijak di sebelah barat sesar turun 12 sentimeter," kata Mudrik.
Tim juga menemukan likuifaksi atau turunnya tanah pasir berbentuk lingkaran-lingkaran karena guncangan gempa seperti memompa air di bawah tanah keluar. Di lokasi ketiga, Desa Jamur Ujung, mereka menemukan jejak retakan dengan orientasi berbeda. Sebuah retakan memanjang ke arah utara-selatan, lainnya memotong arah sesar, yaitu hampir mengarah ke timur-barat. Di daerah tersebut, penurunan tanahnya maksimum 54 sentimeter dengan pergeseran tanah 15-30 sentimeter.
Adapun di lokasi keempat, Desa Mongal, sebelah utara Takengon, retakan gempa memotong banyak bangunan hingga menimbulkan kerusakan parah. Tanahnya bergeser ke kanan sejauh 6 sentimeter dengan retakan mengarah hampir ke utara-selatan.
Dari temuannya di lapangan, Mudrik dan timnya memastikan gempa itu menggeser tanah ke kanan secara signifikan sepanjang 6-30 sentimeter. Adapun penurunan tanahnya di sebelah barat sesar atau retakan berkisar 0-54 sentimeter. Selain itu, dari informasi masyarakat, gempa pertama dan kedua terasa kuat guncangannya di lokasi pertama sampai ketiga, sedangkan lokasi keempat hanya merasakan guncangan kuat pada gempa ketiga. Tapi dampak kerusakannya parah.
Setelah kembali ke Bandung, data lapangan itu dicocokkan dengan peta kontur wilayah tersebut dari hasil citra satelit dengan resolusi yang lebih jelas. Ternyata, pada peta itu tampak garis memanjang terputus-putus. "Segmen sesar itu panjangnya sekitar 20 kilometer. Kami namakan segmen Pantan Terong, sesuai nama daerahnya," kata Mudrik.
Pecahnya sesar tersebut ia duga merupakan hasil pelepasan energi dari sesar Sumatera. Saat memaparkan hasil risetnya di kalangan ahli dan pengamat gempa di Yogyakarta dua pekan lalu, seorang peneliti dari Jepang punya asumsi lain. Kata ahli Jepang tersebut, hal itu masih merupakan pelepasan energi gempa Aceh pada 2004. ANWAR SISWADI
Seismic Gap
Pulau Sumatera dibelah oleh patahan atau sesar yang dimulai dari Teluk Semangko di selatan hingga Banda Aceh dan memanjang ke Laut Andaman. Patahan aktif ini bukanlah satu garis memanjang, melainkan terbagi dalam beberapa segmen utama.
Di Aceh, ada sejumlah segmen yang terpetakan, antara lain segmen Aceh, Seulimuem, Tripa, Batee, Peusangan-Blang Pidie, Lhokseumawe, dan Blangkejeren. Gempa Aceh 2 Juli 2013 terjadi di Kabupaten Bener Meriah dan Kabupaten Aceh Tengah.
Sejak 1892, di kawasan ini belum tercatat adanya gempa berkekuatan di atas magnitudo 6. Para ahli menyebut kawasan tersebut termasuk dalam seismic gap atau kawasan yang aktif secara tektonik tapi sudah lama tidak mengalami gempa. Pada 2 Juli 2013, segmen ini melepaskan energi gempa. Tim LIPI menemukan ada segmen lain sepanjang 20 kilometer yang selama ini belum terdata. Inilah segmen Pantan Terong. UWD
1. Peta Segmen Pantan Terong
Segmen sesar aktif yang selama ini belum teridentifikasi. Tim LIPI menyebutnya sebagai Pantan Terong, yang panjangnya 20 kilometer (lihat garis merah). Garis cokelat adalah lintasan survei tim LIPI. Bintang merah adalah episentrum gempa versi BMKG dan bintang kuning adalah versi NEIC-USGS. Lingkaran biru adalah lokasi yang rusak parah.
2.Peta Segmen Patahan di Aceh
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo