Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Tepuk tangan untuk Habibie

Majalah internasional, "aviation week & space technology" (awst), menyajikan tulisan yang memuji cn-235 produksi iptn. diharapkan penjualan jadi naik meski saat ini masih bergantung pasar domestik.

16 Mei 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TAJAMNYA pena wartawan asing sering memusingkan pemerintah Indonesia. Tapi kali ini tulisan seorang wartawan AS malah membuat Menteri Ristek Habibie tersenyum lebar. Bagaimana tidak, tulisan Robert R. Ropelewski di majalah Aviation Week Space Technology (AWST) edisi 27 April lalu, ternyata memuji CN 235, pesawat kebanggaannya. Ropelewski menuliskan kesannya tentan pesawat terbang hasil kerja sama Indonesia-Spanyol itu setelah menerbangkannya selama empat jam. AWST memang sering menulis resensi pesawat terbang baru dengan mengirim seorang reporternya untuk memiloti pesawat tersebut. Maklum, para wartawan majalah penerbangan paling terkemuka di dunia ini umumnya memegang SIM terbang. Untuk pesawat tempur pun mereka melakukan hal serupa, dengan mengandalkan reporter bekas pensiunan pesawat tempurnya, meski mereka tak duduk di kursi pilot utama, melainkan cukup di kursi navigator. Dengan cara demikian, majalah ini berhasil mempertahankan kredibilitas resensinya atas pesawat baru. Karena itu, wajar kalau Habibie sangat gembira atas tulisan enam halaman yang menjadi laporan utama itu. Sebab, kendati CN 235 yang diuji adalah yang dibuat oleh Spanyol, "Ide pesawat itu datang dari Bandung, bukan dari CASA," kata Habibie. Menristek Habibie sendiri telah menyerahkan majalah AWST tersebut kepada Presiden Soeharto Rabu pagi pekan lalu, tatkala beraudiensi dengan Kepala Negara. "Jadi, bukan untuk melaporkan tulisan itu saja," kata Habibie. "Pak Harto tampaknya senang dan ia berpesan agar saya memanggil para wartawan media yang penting di Indonesia, yang cinta tanah air, patriotik, untuk menyampaikan hal ini," tutur Menristek berapi-api. "Banyak orang yang skeptis. Mereka meragukan CN 235," kata Habibie. Ia mengutip komentar-komentar skeptis yang sampai padanya tentang CN 235 itu. Misalnya waktu rolling out pertama kali. "Mereka bllang mengapa tak terbang, jangan-jangan enggak ada mesinnya." Bahkan setelah penerbangan perdana dilakukan, 28 Desember 1983, "Tetap masih banyak suara sinis dari dalam dan luar negeri. Mereka bilang mau jatuhlah, ada crack, grounded, atau stabilitasnya buruk." Tulisan Ropelewski sendiri bukannya tanpa kritik. Bentuk badan CN 235 yang melebar, misalnya, dilaporkannya menyebabkan kecepatan jelajah pesawat ini cuma 244 knot (sekitar 342 km/jam) alias 21-28 km lebih lambat dari pesawat saingannya pada kelas yang sama. Namun, dijelaskannya, perbedaan kecepatan ini mungkin bisa ditolerir mengingat CN 235 memang dirancang untuk penerbangan wira-wiri regional (regional commuter), atau jarak pendek di bawah 385 km. Lagi pula, lebarnya badan pesawat memungkinkan dimuatnya peti kemas yang selama ini dalam dunia penerbangan Sipil, menurut Habibie, hanya dapat dilakukan jenis DC- 10 dan Boeing 747. Selain itu, ada beberapa kritik kecil lainnya yang disampaikan Ropelewski. Misalnya kemudi roda depan (nosewheel tiller) terasa lambat bereaksi (lag) dan pesawat agak boyot untuk dibawa berbelok hingga 60 derajat. Tapi diakuinya semua kekurangan ini tidak penting. Bahkan ia memuji kestabilan pesawat yang dikatakannya mantap. Yang paling tinggi mendapat pujian adalah perangkat mendaratnya (landing gear), yang dirancang oleh Messier. Memang dari penampilan saJa roda-roda pendarat pesawat ini kelihatan sangat kukuh. Kesimpulan AWST: CN 235 adalah pesawat yang tangguh, sederhana tapi cukup nyaman dan cocok untuk berbagai keperluan militer yang kadangkala dioperasikan dari pangkalan terpencil - serta penerbangan sipil. Mungkin karena kelebihan inilah, menurut A WST, CN 235 telah mendapatkan pesanan pasti sebanyak 113 buah, 57 dari jenis sipil dan sisanya-versi militer. Ekspo! pertama versi militer-ini telah dilakukan CASA Januari lalu, yakni penyerahan C 235 pertama kepada AU Arab Saudi dari empat yang dipesan. Habibie sendlri me ngatakan bahwa CN 235 sedang mengikuti tender internasional di berbagai negara. Pesawat berharga 6 juta dolar ini bersaing dengan DASH 8 (buatan Kanada), ATR-42 (buatan Italia dan Prancis), Embraer (buatan Brasil) di Jepang, Korea, Turki, Amerika, Pakistan, dan Prancis. Ada kemungkinan besar, kata Habibie pula, CN 235 akan menang tender di AU Prancis. "CN 235 pas sekali untuk mengangkut mesin pesawat tempur F-16 atau Super Mirage 2000 sedangkan ATR-42 tak punya cukup ruang untuk memuatnya," katanya. Memang kini hanya CN 235 dan ATR-42 yang masih bersaing pada tender pengadaan 15-25 pesawat angkut yang dilakukan sejak tahun lalu itu. Padahal, pada awalnya sempat enam jenis pesawat bertanding. Sejak 30 April lalu CN 235 juga diikutkan dalam tender pengadaan 18 pesawat angkut AU Amerika Serikat. Dalam kerangka pemasaran inilah tulisan AWST itu dianggap penting Habibie. "Sebab, majalah ini unggul dalam aerospace, dibaca oleh pengusaha-pengusaha yang membuat dan mengoperasikan kapal terbang, baik sipil maupun militer," katanya. Majalah AWST memang punya reputasi tinggi. Ia tak dijual bebas. Yang menginginkannya harus mengisi formulir langganan yang menjelaskan profesi calon pelanggan itu. Jika dianggap tak layak, majalah ini bisa menolak permohonan berlangganan tersebut. Kendati CN 235 gencar dipasarkan di luar negeri - IPTN, kata Habibie, dalam empat bulan ini mengekspor senilai 20 juta dolar AS - Dirut IPTN ini mengakui bahwa produk perusahaan di bawah pimpinannya itu memang tetap "Based on domestic." Maksudnya, produk-produk pertama CN 235 memang harus diserap dalam negeri dahulu sebelum mendapat kepercayaan luar negeri. Produk CASA bulan Juli, misalnya, memang akan dipakai oleh perusahaan penerbangan domestik Spanyol. Demikian pula produk IPTN tahun ini, direncanakan enam, akan diserap Merpati. Bambang Harymurti, Laporan Putut Tri Husodo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus