Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Tolonglah Saya, Tolong...

Kecelakaan pesawat terbang bouraq yang jatuh di tanjung karawang. bukan kesalahan pilot melainkan akibat kegagalan teknis pesawat sendiri, menewaskan 25 penumpang dan 6 awak.

6 September 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MAY DAY ... May day ... May day ... saya akan melakukan ditching!" Kata-kata ini jelas terdengar dalam earphone petugas Menara pengawas di Kemayoran, Jakarta. Juga terdengar oleh pilot pesawat Pelita Air Service yang berada pada ketinggian 2.600 m, 300-an meter di atas pesawat Bouraq Vickers Viscount. Kemudian kapten pesawat F-28 Pelita, Soebondo, melihat kemudi-naik kanan Vickers Viscount itu patah dan jatuh. Segera setelah itu pesawat Bouraq tadi menukik ke dalam rawa di Ujung Karawang. Semua 25 penumpang dan enam awaknya tewas. Dalam komunikasi radiotelepon internasional panggilan May day merupakan kode untuk keadaan darurat. Mungkin asal mula kode itu timbul dari kata bahasa Prancis, m'aid'ez yang berarti "tolonglah saya!" Dengan isyarat itu pemanggil sadar akan suatu malapetaka. Dan ini memperkuat dugaan bahwa Kapten Mulyono, yang mengemudikan pesawat yang naas itu, sadar akan adanya suatu kelainan pada pesawatnya. Karena kecelakaan pekan lalu itu sukar dikatakan akibat kelalaian pilot, melainkan menunjuk pada kegagalan teknis pesawat itu sendiri. "Baru kali ini ada panggilan May day dalam berbagai kasus kecelakaan pesawat terbang di Indonesia," ujar seseorang yang sangat dekat dengan kalangan penerbangan. Seperti halnya kecelakaan pesawat Tristar di Riyadh, jatuhnya Vickens Viscount itu membangkitkan pertanyaan tentang keselamatan terbang. Dalam kasus ini terutama aspek kelalaianya dari segi teknis disain dan maintenance pesawatnya. Hari Rabu, sehari setelah kecelakaan itu, Ditjen Perhubungan Udara menyatakan grounded sisa 11 pesawat jenis Vickers Viscount VC-8 yang dioperasikan di Indonesia. Selain Bouraq yang masih memilikinya satu lagi, ada enam pesawat di tangan Merpati dan empat lagi di Mandala. Setelah diadakan penelitian ulang, hari Kamis semua pesawat Vickers Viseount sudah terbang lagi kecuali satu, milik Merpati yang sedang berada di Manado. Malam Kamis itu kesibukan luar biasa meliputi hanggar Merpati di Kemayoran. "Sampai pagi kami sibuk," ujar Prayogo, ahli teknik Merpati. Apakah memang sudah layak terbang? Dir-Ut Merpati, R.A.J. Lumenta menerangkan kepada TEMPO bahwa pesawat Viscount yang dimiliki perusahaannya mempunyai batas jam terbang sebanyak 10.000 dari overbaul ke overhaul. Tapi 65 jam terbang pertama harus dilakukan pemeriksaan yang dinamakan check I. Lalu 125 jam terbang check A. Begitu seterusnya, tiap 65 atau 125 jam terbang. Di samping jadwal pemeriksaan itu, semuanya terkena preflight check (sebelum terbang), dan daily check A sesudah terbang. Juga dilakukan pengecekan waktu transit. Ada juga perawatan diluar jadwal operasi. "Semua dilakukan dengan double check oleh mechanic dan inspector," jelas Lumenta. Jadwal pengecekan bagi berbagai jenis pesawat tentu berlainan. Seorang ahli teknik di sebuah perusahaan penerbangan swasta menjelaskan overhaul untuk pesawat F-27, misalnya, dilakukan sesudah 5.000 jam terbang. F-28 mungkin lebih. Setiap pesawat terbang mengalami checking setiap hari. Misalnya inspeksi A dilakukan sebelum terbang, biasanya selama dua jam, lalu ada inspeksi transit dan inspeksi B sesudah terbang. Yang terakhir ini bisa makan waktu 5-6 jam. Selain itu ada lagi pengecekan setelah pesawat itu mencapai sejumlah jam terbang tertentu. Untuk F-27, misalnya, biasanya setelah 75 jam terbang. Lama pengecekan ini bisa berlangsung selama satu hari penuh. Semuanya dilakukan berdasarkan check-list, ujar ahli teknik yang tak mau disebut namanya. Ada pula check II setelah 75 jam terbang berikut dan seterusnya check III, IV, V dan seterusnya hingga saat over haul. Kalau pesawat sudah di-overhaul kondisinya seperti baru kembali dan disebut jam terbang 0. Tapi jam terbang sebelumnya harus tetap dicantumkan. Pemeriksaan pesawat di samping menggunakan peralatan standar, ternyata sering secara "tradisional". Misalkan memeriksa kabel yang terdiri dari 97 helai. Mula-mula memang diteliti dengan mata, cerita Lumenta yang mengungkapkan pengalamannya sendiri. Lalu dengan lap di tangan, kabel diurut dari ujung ke ujung. Bila ada kabel yang putus, tentu akan nyangkut. Untuk lebih meyakinkan, tangan dioleskan dengan gemuk dan kabel diurut lagi. Bila ada yang putus, tentu nyangkut di tangan. "Itu kan pemeriksaan yang jitu," sambung Lumenta. Apakah betul para teknisi sudah teliti? "Kita kan juga penumpang. Sekali waktu mungkin istri saya yang naik pesawat ini, mungkin anak saya atau keluarga lain," ujar seorang teknisi di Merpati. "Kir pada pesawat tidak seperti oplet minta kir," sambung seorang teklisi di Pelita. Ia menjelaskan bahwa setiap komponen sebuah pesawat dipasang dengan cermat dan diperhitungkan. Dari Medan juga terdapat nada meyakinkan. "Pokoknya, selama ini setiap pesawat yang berangkat dari Medan tetap dalam keadaan fit," ujar Hadi Oetoro, kepala pelabuhan udara Polonia. "Kalau ada kerusakan kecil saja pada salah satu pesawat, kami sudah larang terbang." Perbengkelan di Polonia rata-rata melayani 15 pesawat per hari. Di Jakarta seorang ahli teknik lain menceritakan bahwa di hanggar para teknisi mengecek. Hasilnya dicek kemhali oleh crew (lihat box) sebelum terbang, ujarnya. Seorang pejabat Deperhub menjelaskan bahwa pesawat Vickers Viscount milik Bouraq yang jatuh pekan lalu dibuat tahun 1958. Ia tiba di Indonesia awal Agustus tahun ini, setelah di Taiwan dipakai cukup lama. Taiwan sudah mengeluarkan sertifikat layak terbang untuk pesawat itu. Dirjen Soegiri menjelaskan kepada TEMPO bahwa pihaknya sudah mengirim sejumlah ahli ke negara penjualnya. Berdasarkan penelitian tim ahli itu baru Deperhub berani mengeluarkan sertifikat kelaikan terbangnya, demikian Soegiri. Tapi belum jelas apakah itu berupa sertifikat baru, atau sekedar pengesahan atas sertifikat Taiwan itu. Mohamad Yunus dari Qualitv Conrrol Dep. Maintenance Bouraq menjelaskan bahwa selama pesawat Vickers itu beroperasi di Indonesia, pihak Taiwan menyediakan enam teknisinya. Mereka mendampingi teknisi dari Bouraq khusus untuk merawatnya. Bagi teknisi Bouraq pesawat jenis itu masih termasuk barang baru. Selama ini mereka hanya mengenal seluk beluk pesawat Hawker Sideley. Bouraq sekarang memiliki 11 pesawat Hawker Sideley tipe 748. Semua itu bekas pakai. Bouraq sibuk berurusan dengan Perusahaan Asuransi Waringin Lloyd yang berkantor di Jalan Kebon Sirih setelah kecelakaan Viscount. Tapi tak diketahui berapa besar pertanggungannya. Pertanggungan atas pesawat Bouraq itu konon ditutup di Hongkong oleh perusahaan Bouraq. Pihak Waringin Lloyd mendapatkan kliennya melalui broker di Indonesia. Jadi pertanggungan itu nantinya sebagian besar dibayar pihak asuransi yang di Hongkong. Tapi persoalannya tak gampang, mungkin. Direktur Teknik Perusahaan Asuransi Timur Jauh, Ir. Mustafa menjelaskan kepada TEMPo bahwa pertanggungan setiap polis asuransi pesawat terbang biasanya dibayarkan sebanyak yang ditanggung dalam polis. "Tapi umumnya asuransi tidak akan menanggung bila ada pesawat jatuh, padahal sudah tidak laik terbang," ujar Mustafa. Menurut dia, sertifikat kelaikan terbang yang dikeluarkan oleh negara yang satu belum tentu berlaku untuk negara lain, sekali pun pesawat itu dicarternya. "Di Indonesia dalam hal itu sepengetahuan saya, sertifikat negara lain harus disahkan oleh Dirjen Perhubungan Udara" ungkap Mustafa yang perusahaannya banyak memegang asuransi pesawat terbang perkebunan dan swasta lainnya di Indonesia. Perusahaan asuransi, menurut Mustafa, juga menyelidiki sebab jatuhnya sebuah pesawat terbang. "Tapi kami menyelidiki dokumen yang dihasilkan instansi berwenang." Penyelidikan teknisnya dilakukan aircraft experts dari Ditjen Perhubungan Udara. Setiap terjadi kecelakaan pesawat terbang, Ditjen itu memang membentuk suatu tim peneliti. Kerjanya bisa cepat, tapi bisa lama. Setelah jatuh pesawat Panam tahun 1975 di Bali, misalnya, tim penyelidik bekerja sampai dua bulan. Hasilnya baru diajukan ke dalam sidang paripurna (semua pihak yang berkepentingan) setelah satu tahun.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus