Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Cangkingan Anda Bikin Celaka

Dengan terjadinya beberapa kecelakaan pesawat terbang perlu ditingkatkan segi keamanan terhadap barang bawaan. misalnya kecelakaan di riyadh disebabkan oleh meledaknya kompor gas butane jamaah haji.

6 September 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEJUMLAH mobil pemadam kebakaran, yang sirenenya meraung-raung, mengejar pesawat terbang yang laju menggeling ke ujung runway. Asap pekat nampak mengepul dari tubuh pesawat Tristar, milik perusahaan penerbangan Arab Saudi itu. "Kami ucapkan selamat pada para penumpang atas pendaratan yang berhasil," ujar pilotnya melalui sistem radio komunikasi. "Kami berusaha membuka pintunya." Ini rupanya tidak berhasil. Beberapa waktu sebelumnya pilot pesawat itu memberitahukan tower di Riyadh bahwa ada kebakaran dalam kabin penumpang. Saat itu ia berada sekitar 80 km dari Riyadh menuju Jeddah. Lapangan udara di Riyadh malam itu, 19 Agustus, jadi heboh. Ramai orang menyaksikan peristiwa itu. Di ujung runway, Tristar L-1011 bikinan Lockheed di AS akhirnya berhenti. Kendaraan pemadam kebakaran segera mengelilinginya. Tampak lidah api mencuat dari semua jendela pesawat. Segala usaha untuk membuka pintunya ternyata gagal, baik dari luar maupun dalam. Secara berangsur api dan asap membalut seluruh tubuh pesawat. Terdengar gemuruh api bercampur jeritan ratusan orang yang terjebak di dalamnya. Sekalipun sudah dikerahkan pula berbagai helikopter untuk menyemprot dari udara, tak seorang yang bisa mereka selamatkan. Setelah api mereda dan pintu berhasil dibuka, semua 301 penumpang dan awak pesawat dijumpai tewas. Bagi Arab Saudi kecelakaan ini merupakan yang pertama dalam sejarah penerbangannya selama 35 tahun. Tapi itu adalah kecelakaan penerbangan kedua terbesar di dunia. Yang terbesar terjadi di tahun 1974 ketika DC-10 milik perusahaan penerbangan Turki jatuh dekat Paris dan menewaskan 346 orang. Kecelakaan di Riyadh itu segera memfokuskan beberapa segi dari keselamatan terbang. Penyelidikan sementara mengungkapkan dugaan bahwa kebakaran itu disebabkan oleh meledaknya sebuah kompor gas butane yang dibawa jamaah haji. Menurut Direktorat Penerhangan Sipil Arab Saudi, jamaah haji memang sering menyelundupkan kompor gas semacam itu ke dalam pesawat. Sebuah botol gas ditemukan di atas bangku dan sebuah botol pemadam kebakaran berada di dekatnya, yang mungkin digunakan awak pesawat untuk memadamkan sumber api itu. Bagaimana kompor gas itu berhasil lolos melalui petugas keamanan di Karachi atau Riyadh? Mestinya petugas sudah menyadari akan bahayanya. "Sangat disesalkan kebiasaan sejumlah jamaah untuk menyelundupkan barang seperti itu ke dalam pesawat," ujar jurubicara Direktorat Penerbangan Sipil di Arab Saudi. Mungkin pula tidak ada peraturan yang lebih ketat? Jamaah haji yang menuju Mekkah umumnya termasuk golongan penumpang pesawat terbang yang paling miskin dan tidak berpengalaman. Kalangan penerbangan tidak heran bila terjadi kecelakaan yang melibatkan jamaah haji. Pesawatnya sering dimuat secara maksimal, sedang rute perjalanannya sering tidak lazim, dan singgah di pelabuhan udara yang kurang memenuhi syarat -- semua faktor ini menyumbang terhadap tingkat kecelakaan. Masih orang teringat pada musibah jamaah haji 1974 yang menelan 191 jiwa di Kolombo, disusul malapetaka yang menewaskan 183 jiwa di Kolombo lagi tahun lalu, serta musibah yang menimpa sebuah pesawat Pakistan International Airlines ketika lepas landas dari Jeddah. Seluruh 156 penumpangnya tewas karena terjadi kebakaran dalam ruang kabin. Memang sejak dipergunakan pengangkutan udara untuk jamaah haji, ada banyak kisah tentang penumpang yang menyalakan kompor kecil dalam pesawat. Secara teknis kecelakaan di Riyadh itu mestinya tidak menimbulkan korban sebanyak itu. Keampuhan sistem darurat untuk meninggalkan pesawat dipertanyakan. Pembuat pesawat menyediakan sistem darurat ini yang memungkinkan semua penumpang meninggalkan pesawat itu dalam waktu 90 detik. Celakanya hal ini tidak pernah diuji dengan penumpang seperti jamaah haji. SEJAK terjadi kecelakaan sebuah DC-10 yang terbakar sesaat setelah mendarat di Los Angeles, terdapat berbagai saran agar peraturan keselamatan lebih diperketat. Kecelakaan itu hanya menewaskan dua orang, sedang 267 penumpang lainnya selamat. Sebuah pesawat Boeing 707 milik Cathay Airlines Februari lalu terbakar ketika mendarat di pelabuhan udara Manila. Menjelang ia menyentuh landasan dua mesinnya copot dan badan kapal bagian tengah meledak hingga api menyala. Tapi semua penumpangnya berhasil keluar. Hanya seorang wanita meninggal akibat luka bakar yang parah. Tampaknya di Riyadh itu keadaan panik menyebabkan tak seorang pun berhasil lolos. Diduga bahwa awak pesawat -- yang mengetahui ra membuka pintu -- terhalang untuk mendekat karena kerumunan dan serbuan banyak orang yang panik. Karena sistem tekanan udara dalam kabin, ke-8 pintu sebelum dibuka keluar, harus ditolak ke dalam dulu. Caranya sederhana dan dapat dikerjakan dengan satu handle. Tapi bila sistem tekanan dalam kabin belum dimatikan pintu memang tak bisa dibuka. Dalam keadaan panik tak orang pun membaca cara pemakaian yang tertera, sedang awak yang mengetahui caranya tak berdaya. Sebetulnya ke-8 pintu itu bisa juga dibuka dari luar, namun tak dapat didorong ke dalam karena kerumunan orang di sebelah dalamnya. Kecelakaan di Riyadh menunjukkan bahwa syarat keselamatan yang sesuai bagi penumpang Amerika dalam tahun 1950-an, sama sekali tidak cocok bila diterapkan pada golongan penumpang yang tingkat budayanya masih lugu dan asing dengan teknologi modern macam pesawat jet, apalagi dalam keadaan panik. Dugaan bahwa awak pesawat terhalang terbukti dengan ditemukan 14 jenasah di kokpit Tristar naas itu. Setelah kejadian itu, Congress Amerika Serikat melancarkan kritik pedas ke arah Badan Administrasi Penerbangan Federal (FAA) karena kelambanannya menyusun standar keamanan terbang yang lebih ampuh. Langhorn Bond, Ketua FAA, didengar sebuah komisi Congress pekan lalu. Ia pernah terkenal dalam peristiwa pelarangan terbang bagi semua DC-10 tahun lalu, setelah sebuah DC-10 jatuh di Chicago yang menewaskan 273 orang. Menurut Bond, setiap aspek problem keselamatan dalam kabin penumpang sedang dikaji kembali oleh FAA. Tidak lama lagi sebuah komitenya konon akan mengajukan hasil studi selama satu tahun. Tapi Bond mengakui bahwa ini merupakan problem yang paling rumit yang pernah dihadapinya. Ketua Subkomite Pengawasan dan Pengkajian dari Komite Congress untuk Pekerjaan Umum dan Transpor, Norman Mineta, mengungkapkan FAA sudah mulai menyadari bahaya asap dan uap racun sekitar awal tahun 60-an. "Namun dalam periode lebih 17 tahun itu, FAA tidak mampu menghasilkan standar keselamatan apa pun." Sebenarnya apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dibawa penumpang pesawat terbang sudah tercantum dalam Civil Aviation Safety Regulation dan dalam Undang-undang RI No. 83/1958 tentang Angkutan Udara. Salah satu pasalnya mencantumkan jenis barang yang dilarang dalam pesawat terbang. Antara lain -- menurut Didi Sudiono, Kepala Humas Ditjen Perhubungan Udara Rl -- senjata, bahan peledak bukan mesiu, barang yang eksplosif sifatnya, barang yang bisa membahayakan penerbangan dan binatang yang sakit. Minyak kayu putih? Sudiono berkata: "Saya kira itu tidak" dilarang. Dalam beberapa kali penerbangan ia membawa minyak itu dan menggunakannya di pesawat "untuk mencegah masuk angin." Membawa minyak kayu putih adakalanya terlarang. Cairan ini dianggap bisa mengganggu penumpang lain. "Tak semua orang tahan baunya," ujar seorang petugas Sat-Pam (Satuan Pengaman) di Halim Perdanakusumah. Selain kayu putih, barang yang bisa mengganggu penumpang lain adalah buah durian, dendeng dan buah-buahan yang mulai busuk. Orang Indonesia mungkin senang bau durian, "tapi orang Barat belum tentu suka," ujar petugas itu lagi. Ada sederetan benda yang memerlukan dokumen khusus kalau hendak diangkut dengan pesawat terbang komersial. Di antaranya bahan yang mudah meledak, gas LPG yang cair maupun padat dan mudah terbakar, benda yang berbahaya kalau terkena cairan bahan oksigen, bahan kimia, bahan beracun, benda radioaktif, bahan yang mengandung magnit, biomedical material. "Seharusnya alat pemeriksa seperti hand detector dan X-ray checker disediakan Angkasa Pura," ujar petugas sebuah perusahaan penerbangan asing. Kepala Sat-Pam Pelud Halim Perdanakusumah, E.S.Manalu, mengatakan seharusnya pihak perusahaanlah yang menyediakan peralatan itu untuk pengamanan barang bagasi. "Tapi kalau mereka minta bantuan kami, bisa juga kami periksa." HANYA penumpang Cathay Pacific yang bagasinya diperiksa oleh X-ray checker milik perusahaan itu di Halim. Sedang Japan Air Lines memeriksa seluruh tas penumpangnya dengan hand detector. Perusahaan lain tidak memeriksa isi koper besar penumpangnya yang masuk bagasi. "Kami percaya karena penumpang pasti tidak mau bunuh diri," ungkap Felix H. Mulyanto, petugas bagian bagasi Lufthansa. Meski begitu Mulyanto juga beranggapan bahwa Perum Angkasa Pura perlu menyediakan peralatan pemeriksa. Dalam praktek di Halim hanya tas tangan (kabin) yang diperiksa dengan X-ray checker oleh Sat-Pam. Koper besar, setelah ditimbang dan diberi label, langsung ditaruh di ruangan lain untuk nantinya diangkut dengan kereta ke pesawat terbang -- tanpa diperiksa petugas biasanya. Khusus tentang tabung gas seperti banyak digunakan untuk kompor, Manalu menegaskan bahwa itu tak boleh dibawa dalam bentuk apa pun. Larangan ini didasarkan atas peraturan internasional. Bila terbawa dalam tas tangan, segera itu terlihat di layar tv, bagian dari X-ray checker. Tapi kecerobohan sudah terbukti. Sebelum kejadian di Riyadh, pesawat Garuda DC-9 Citarum mendarat di lapangan Juanda, Surabaya, dengan asap pekat mengepul dari bawah sayapnya. Pemadam kebakaran segera dikerahkan, sementara ke-65 penumpang diselamatkan melalui pintu darurat. Sumber asap itu yang ternyata dari ruang bagasi dapat diatasi. Beberapa koper hancur terbakar. Penelitian segera dimulai, namun hasilnya saat ini belum diketahui. Masih di Juanda, sebuah pesawat Vicker Viscount dari Mandala Airlines terbakar ruang bagasinya, yang terjadi sejak ia terbang di atas Semarang. Semua penumpangnya selamat. Hanya beberapa koper terbakar, seperti halnya dalam pesawat Garuda sebelumnya. Peristiwa misterius itu pun tidak terungkap sebabnya. Yang jelas pengawasan terhadap barang yang boleh dibawa ke dalam pesawat terbang mulai diperketat setelah dua kejadian itu. Syahrul Bachtiar, seorang penumpang, terkejut di pelabuhan Juanda ketika barang bawaannya dalam kotak karton tidak bisa masuk bagasi pesawat Garuda. Ia bermaksud menuju Balikpapan suatu pagi pekan lalu. Menurut Yun Zainuddin, Deputi Manajer Garuda di Juanda, hanya barang yang bisa dibungkus dalam koper bisa masuk bagasi. "Peraturannya sebetulnya memang begitu, tapi selama ini diabaikan," ujarnya. "Sekarang kita tertibkan lagi." Dirjen Perhubungan Udara, Soegiri, mengatakan kini pihaknya sedang menelaah cara pengamanan barang ke pesawat terbang. "Mungkin check in dilakukan bukan satu jam, tapi dua jam sebelumnya," ujarnya. Di Juanda, barang yang dikirim oleh FMKU atau Travelbiro bahkan harus diserahkan 24 jam sebelum terbang dan diinapkan dulu dalam gudang. "Kalau ada yang mau meledak, biar meledak di situ dulu," kata seorang petugas. Itu juga berlaku di pelabuhan udara Polonia, Medan, sejak 1 September. Cargo via Polonia baru boleh dikirim setelah 24 jam disimpan di gudang perusahaan penerbangan masing-masing. Tapi kelonggaran diberikannya untuk suratkabar, majalah dan barang yang tak tahan lama seperti ikan atau daging. "Tindakan ini kita tempuh sesuai instruksi Dirjen Perhubungan Udara," jelas Hadi Oetoro, pimpinan Polonia. Kasus menyolok dan fatal di Polonia belum pernah terjadi, tapi selama ini pengecekan kurang teliti. Terkadang surat muatan sering diisi oleh pengirim sendiri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus