Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sambaran petir saat hujan lebat menewaskan sedikitnya 107 orang di dua negara bagian di India sepanjang Kamis 25 Juni 2020. Peristiwa ini terjadi tiga hari menjelang Hari Keselamatan Petir Dunia dan tak lama dari pengumuman rekor petir terbesar dunia oleh Badan Meteorologi Dunia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Petir memang bisa mengancam keselamatan manusia. Peristiwa di India Kamis lalu pun bukan yang pertama dan terjadi di banyak wilayah di dunia. Di Amerika, misalnya. Sebanyak 49 orang meninggal setiap tahun karena sebab yang sama.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tapi, petir tak membunuh dengan sambarannya begitu saja. Jangan bayangkan kilatannya datang dari langit langsung menyengat dan korban meninggal.
Pertama-tama yang harus diketahui adalah bahwa petir lebih sering atau lebih banyak melukai ketimbang membunuh. Faktanya, sekitar 90 persen korban sambaran petir tidak meninggal. "Tapi memang mereka banyak ditemukan mengalami kerusakan saraf jangka panjang karena sambaran itu," kata Mary Ann Cooper, doktor peneliti luka karena sambaran petir.
Kedua, petir yang menyengat seseorang secara langsung dari langit jarang sekali terjadi. Ini sesuai keterangan Ron Holle, ahli meteorologi di Vaisala Global Atmospherics, Inc., di Tucson, Arizona, Amerika Serikat, yang mengoperasikan National Lightning Detection Network.
Kejadiannya sama jarangnya dengan petir yang menyerang seseorang melalui kontak atau jalaran benda konduksi. Misalnya, seorang yang sedang menggunakan telepon di dalam rumah, atau sedang mandi menggunakan jaringan pipa shower. "Serangan langsung dan yang lewat kontak masing-masing hanya 3-5 persen kejadian," katanya.
Ancama terbesar adalah lewat aliran arus listrik pada permukaan, yang menyebar setelah sambaran petir. Berdasarkan data National Oceanic and Atmospheric Administration, kejadiannya bisa 50-55 persen dari kasus korban sambaran petir.
Ron menerangkan, muatan arus listrik 20 ribu Ampere atau lebih yang dimiliki petir tidak hilang begitu saja saat ia menyambar pohon atau permukaan Bumi. Muatan itu menyebar dan melemah seiring jaraknya.
Jika ada seseorang di dekatnya, muatan listrik itu bisa menjalar naik lewat satu kaki lalu turun lewat kaki yang lain. Saat itulah sengatan listrik mungkin menghentikan kerja jantung dan pernapasan. Ancaman semakin besar untuk hewan ternak karena listrik melewati seluruh tubuhnya di antara kaki depan dan belakangnya.
Kejadian mematikan terbesar kedua dari sambaran petir adalah apa yang disebut “side splash”. Lompatan muatan listrik dari obyek yang tersambar petir ini terhitung 30-35 persen dari kasus korban tewas. Side splash terjadi karena arus listrik mencari jalan dengan hambatan listrik terkecil ke tanah.
Kasusnya biasanya melibatkan orang yang sedang berteduh di bawah pohon. Bagi si petir, orang itu laksana kantong air garam yang hambatan listriknya jauh lebih rendah daripada batang pohon.
Kasus terbanyak ketiga adalah 'streamer'. Ini tercipta karena beda yang sangat besar antara konsentrasi muatan negatif di awan dengan positif di permukaan. Akibatnya petir zig zag 'mencari jalan': memecahkan molekul-molekul nitrogen, oksigen dan gas lain menjadi ion-ion positif dan elektron. Itu menciptakan dua kemungkinan, jalur udara yang menjadi sangat kondusif atau sebaliknya sangat resisten.
WASHINGTON POST | WEATHER.GOV