Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Profesor bidang ekonomi Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Izza Mafruhah mematenkan tiga motif batik miliknya. Profesor yang kerap disapa Izza tersebut mematenkan tiga motif batik bernama Benteng Pendem, Waduk Pondok dan Edi Tirto. Ketiga motif batik ini diilhami dari kekhasan daerah masing-masing.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berawal dari penelitian dan pengabdian masyarakat yang dilakukan dengan grup riset, Izza berinisiatif untuk membuatkan batik dengan motif khas daerah yang diteliti. Motif batik Benteng Pendem dan Waduk Pondok yang diciptakannya terinspirasi dari kekhasan Kabupaten Ngawi. Sementara itu, motif terakhir tercetus dari kekhasan yang dimiliki Kabupaten Sragen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Dalam falsafah Jawa ada ungkapan ajining raga saka busana yang berarti kehormatan badan dilihat dari busananya. Nah, dari situ kami tertarik untuk membuat batik. Jadi kita mempromosikan daerah melalui pakaian. Saya pikir ini bisa menjadi metode yang efektif,” jelas profesor di bidang Ekonomi Pembangunan ini seperti dikutip di laman resmi UNS pada Kamis, 3 Maret 2022.
Izza mengembangkan motif batik dengan konsep Hebat. Konsep tersebut merupakan singkatan dari heritage, ecology, batik, agriculture, and tourism. Melalui konsep tersebut, Izza berusaha untuk merekam kekhasan suatu daerah dari segi peninggalan sejarah, ekologi, batik, pertanian, dan pariwisata.
Terinspirasi dari Kekhasan Daerah
Dua motif awal yang dikembangkan oleh Izza terinspirasi dari kekhasan Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Kabupaten tersebut memiliki banyak wisata alam seperti Waduk Pondok dan Benteng Pendem. Selain itu, ada pula wisata sejarah yakni Museum Trinil di Ngawi.
Batik bermotif Waduk Pondok dan Benteng Pendem itu juga dibuat dengan teknik khusus. Dua motif batik tersebut dibuat dengan perpaduan batik tulis dan cetak. Pembuatanya memanfaatkan malam dingin. Keuntungan teknik ini yakni motif batik timbul seperti pada batik tulis, tetapi pengerjaannya lebih cepat karena dicetak menggunakan malam dingin.
“Satu batik tulis makan waktu sampai beberapa minggu. Jadi, kami siapkan model ini sehingga cepat produksi serta kalau dilihat seperti batik tulis,” ujar Izza yang juga menjabat sebagai Wakil Dekan Riset, Akademik, dan Kemahasiswaan FEB UNS.
Sementara itu, motif batik yang dikembangkan pada 2021 terinspirasi dari kekayaan Kabupaten Sragen. Izza dan timnya memadukan burung Branjangan yang merupakan burung khas Sragen dengan Waduk Kedung Ombo serta peninggalan purbakala di Museum Sangiran.
Selain itu, motif batik yang dinamakan Edi Tirto itu juga dilengkapi dengan gambar humus serta batang gabah. Humus dan batang gabah tersebut perlambang kemakmuran dan kesuburan yang ada di Kabupaten Sragen. Hal ini sesuai dengan fakta bahwa Kabupaten Sragen merupakan penghasil padi terbesar ketiga di Jawa Tengah.
Bangkitkan UKM Pengrajin Batik
Izza dan tim mempercayakan produksi batik bermotif khas tersebut kepada para UKM yang ada di Kabupaten Sragen. Beliau mengatakan sengaja tidak bekerja sama dengan pabrik besar karena ingin turut menyejahterakan pengrajin daerah.
“Kami memang nggak mau ke pabrik besar, kami inginnya ke UKM supaya dapat menumbuhkan UKM-UKM batik di sana. Kami lebih puas karena bisa membantu,” tutur Izza.
Batik motif ciptaannya kini sudah dilirik banyak pembeli. Bahkan, motif batik Edi Tirto dijadikan batik seragam di Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNS. Izza berharap motif batik tersebut dapat membawa kebermanfaatan untuk banyak pihak seperti UNS, pemerintah daerah, dan masyarakat umum.
Baca juga: Ketahui Bahaya Memakai VPN Gratis
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.