Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Vaksin Anti AE Buatan Surabaya

Laboratorium vetma berhasil meningkatkan produksi vaksin anti ae, penyakit kaki dan mulut yang sering menyerang hewan berkuku genap. produksi vaksinnya sudah mencukupi kebutuhan Indonesia.

15 Agustus 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENYAKIT Kaki dan Mulut (AE) yang sering menyerang hewan jenis berkuku genap -- seperti sapi, kerbau, domba atau kambing -- memang tidak mematikan. Tapi penyakit itu cukup merugikan kaum peternak. "Sapi yang sudah kena penyakit AE, tidak bakal bisa gemuk dan produksi susunya merosot drastis," ujar drh.lng. R. Soetrisno, Kepala Pusat Veterinaria Farma (Vetma) di Surabaya. "Yang semula mampu menghasilkan 15 liter susu per hari, kalau kena AE tinggal 2 liter." Soetrisno cukup mengetahui seluk-beluk penyakit AE itu. Vaksin yang mencegah penyakit itu dibuat di laboratorium Vetma yang ia pimpin. Sekarang vaksin itulah satu-satunya cara mencegah penyakit itu. Obat penyembuhannya belum diketahui. Jika ada sekelompok ternak yang terserang, tak ada jalan lain kecuali membunuh semua, untuk menghindari penularan lebih luas. Penularannya sangat cepat. "Meski kemudian sapi itu bisa sembuh, produksi susunya paling banter mencapai 4 liter," ujar Soetrisno lagi. Beberapa tahun lalu 280.000 ekor sapi terpaksa dibunuh di Inggris terserang penyakit AE itu. Juga Indonesia tidak luput dari serangan virus ganas itu, meski terbatas pada pulau-pulau Jawa, Madura, Sulawesi dan Bali. Daerah ternak lain seperti NTB dan NTT memang tidak pernah terkena. Bahkan sejak tahun 1978 Bali dan Madura sudah dinyatakan bebas penyakit AE, demikian juga Jawa Timur dan DKI Jaya tahun berikutnya. Sementara Sulawesi Selatan diharapkan bebas tahun ini. "Sebenarnya penyakit itu tidak begitu membahayakan secara nasional," ujar drh. Teken Temejo. Direktur Kesehatan Hewan dari Departemen Pertanan itu menjelaskan sisa daerah yang masih terkena ialah Jawa Tengah, Jawa Barat dan Yogyakarta. Itu pun, menurut Temejo, tidak tergolong serius. Tiga tahun berturut-turut sejak 1978, ternak di daerah itu terserang penyakit AE, khususnya kerbau berumur 3 bulan ke atas. "Tapi melihat kenyataan sekarang, Indonesia tahun 1984 mungkin bisa dinyatakan bebas penyakit itu," ujar Temejo. Otimismenya itu tidak tanpa dasar. Sudah tersedia vaksin yang meningkatkan daya tahan ternak terhadap serangan penyakit AE itu. Dulu vaksin itu diimpor, tapi sejak tahun lalu produksi Vetma sudah bisa mencukupi kebutuhan dalam negeri. Bahkan sempat juga Vetma mengekspor sebagian produksinya ke Malaysia. Faktor lain yang menguntungkan ialah keadaan geografis Indonesia. "Wilayah Indonesia yang terdiri dari pulau-pulau memudahkan pembasmian penyakit itu," ujar Soetrisno. Dan keberhasilan Vetma meningkatkan produksi vaksin secara besar-besaran, sangat mempercepat pemberantasan itu. Semula produksi laboratorium itu hanya 250.000 dosis setahun. Tapi sejak 1975 diterapkan metode produksi baru hinga tahun lalu produksinya mencapai 3 sampai 4 juta dosis. Upaya itu juga mendapat bantuan pemerintah Australia. Tahun 1978, Australia membantu, dengan dana sebesar A$ 2 juta, melengkapi laboratorium di Surabaya itu. Ini bukan bantuan pertama. Sejak 1974 Australia membantu membiayai impor vaksin itu dari Inggris sebanyak 3,5 juta dosis setahun. "Australia rupanya berprinsip, lebih baik perang di Indonesia pada perang di negerinya sendiri. Negeri kanguru itu memang khawatir kalau penyakit AE itu menyebar dari Indonesia ke negerinya. Ini bukan tanpa alasan. Setiap tahun ribuan orang Australia mengunjungi Bali, dan ribuan turis lain berkunjung ke Australia setelah singgah lebih dulu di Pulau Dewata itu. Kemungkinan mereka membawa virus itu besar sekali, meski manusia belum diketahui terkena penyakit itu. Bantuan Australia -- di luar laboratorium -- berjumlah A$ 8 juta. "Tapi sekarang kita sudah mandiri, karena laboratorium di Surabaya sudah mampu membuat vaksin itu," ujar Temejo. "Tenaga Australia masih dipakai hanya sebagai pembimbing." Usaha membuat vaksin anti-AE di Surabaya sebetulnya sudah berlangsung sejak 1959, ketika Vetma masih bernama Balai Penyelidikan Penyakit Kuku dan Mulut. Tapi produksinya sangat terbatas waktu itu, tergantung dari persediaan lidah sapi hidup. "Cara itu memang tidak efisien," kenang Soetrisno. Setiap lidah hanya bisa menghasilkan sekitar 200 dosis vaksin. "Apalagi dari jumlah itu sekitar 50% gagal." Sel Ginjal Maka tahun 1967, diterapkan cara Frenkel yang juga mengandalkan lidah sapi, tidak perlu dari sapi hidup. Sekalipun banyak lidah yang bisa dikumpulkan waktu itu dari rumah potong di Surabaya, kapasitasnya memproduksi hanya 200.000 dosis setahun. "Lagi pula kasihan konsumen yang ketagihan daging lidah," ujar Soetrisno. "Bisa protes mereka." Kemudian diperkenalkan cara yang sama sekali meninggalkan lidah sapi itu. Mutu vaksin tidak berbeda. "Hanya cara baru itu memungkinkan produksinya dalam jumlah besar," ujar Soetrisno. Yang perlu diimpor hanya sel ginjal anak hamster, sejenis tikus kecil khas Eropa. Sel ginjal itu -- diimpor dari Inggris dan selanjutnya dibiakkan oleh Vetma sendiri -- digunakan sebagai media membiakkan virus AE yang "jinak" untuk digunakan sebagai vaksin. Selama belum dipakai, vaksin itu harus disimpan dalam ruang pendingin dengan suhu 4øC. (Lihat Tanpa Risiko, Tanpa Pendingin). Pengangkutannya ke daerah lain juga dilakukan dengan mobil pendingin. Di lapangan, menjelang disuntikkan kepada ternak, vaksin itu harus pula disimpan dalam kotak pendingin khusus. Setelah 3 tahun vaksin itu dinyatakan tidak baik lagi dan harus dimusnahkan. Saat ini di Surabaya diproduksi vaksin tipe O. Sebetulnya ada 7 tipe utama penyakit AE yang dikenal. Yaitu tipe O, A, C, Asia, SAT (South African Territories) 1, SAT 2, dan SAT 3. Tapi di Indonesia untungnya hanya bersebar tipe O, maka hanya vaksin tipe O itu yang diproduksi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus