Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ebola kembali mengejutkan ilmuwan. Studi terbaru mengungkapkan bahwa virus ini bisa bertahan lebih lama di tubuh korban dari yang diduga. Temuan yang disajikan pekan lalu dalam sebuah konferensi virus ebola di Antwerp, Belgia, itu secara tak langsung memberitahukan kepada dunia bahwa diperlukan penelitian lebih mendalam soal cara infeksi virus yang telah memakan 7.000 jiwa itu.
Penelitian tersebut diterbitkan dalam jurnal The Lancet Global Health edisi akhir Agustus lalu dan diberi judul "Prevention of sexual transmission of Ebola in Liberia through a national semen testing and counseling programme for survivors: an analysis of Ebola virus RNA results and behavioral data".
Centers for Disease Control and Prevention (CDC) dan pemerintah Liberia melakukan penyelidikan terbesar itu berdasarkan air mani pasien yang selamat. "Ada 466 laki-laki terdeteksi menyimpan fragmen virus di air mani mereka lebih dari 18 bulan setelah sembuh dari infeksinya," tulis Mary Choi, pakar epidemiologi dari CDC yang juga pemimpin studi dalam jurnal tersebut.
Choi dan tim menilai virus itu bisa bertahan lebih dari 18 bulan. Karena itu, tim menyatakan akan terus memantau perkembangan virus dan mengimbau untuk melakukan hubungan seksual secara aman. Caranya dengan memakai kondom atau tidak melakukan hubungan kelamin sampai fragmen virus ebola benar-benar hilang dari air mani. "Selain itu, hasil pengetesan air mani harus negatif, setidaknya dalam dua kali pemeriksaan," tutur Choi.
Studi lain dilakukan oleh tim yang dipimpin Sophie Duraffour, pakar epidemiologi dari Bernhard Nocht Institute for Tropical Medicine di Hamburg, Jerman. Penelitian yang terbit pada jurnal Clinical Infectious Diseases edisi 1 September 2016 itu dilakukan pada Februari tahun lalu atau dua bulan setelah ebola dinyatakan sebagai wabah di Guinea.
Duraffour dan tim menemukan kasus unik dari wabah tersebut. Seorang pria menularkan ebola kepada istrinya melalui hubungan badan. "Padahal si pria telah dinyatakan sembuh selama 17 bulan," tulis tim dalam artikel berjudul "Resurgence of Ebola virus disease in Guinea linked to a survivor with virus persistence in seminal fluid for more than 500 days" itu. Studi mereka didanai oleh Uni Eropa.
Tak hanya dari air mani, Duraffour dan tim menemukan pula bahwa virus ebola dapat bertahan di air susu ibu. Kasus ini terjadi pada seorang ibu di Guinea yang sudah dinyatakan lolos uji virus, tapi ternyata menularkan ebola pada anaknya yang berumur sembilan bulan melalui ASI. Anaknya meninggal pada Agustus 2015 lantaran terkena infeksi virus ini.
Kasus tersebut tak hanya terjadi sekali. Miles Carroll, ahli epidemiologi dari Public Health England di Porton Down, Inggris, dan timnya juga menemukannya pada 80 orang di Guinea. Namun, menurut mereka, sekitar 20 persen di antaranya mengembangkan respons imun yang mampu menetralkan ebola.
Carroll mengingatkan bahwa jumlah studi mengenai ebola yang dapat bertahan lama di tubuh manusia masih amat sedikit. Fenomena ebola yang lolos pun bisa menjadi ancaman. "Keduanya bisa menjadi wabah baru," ujarnya. Kajian Carroll dan tim juga dipresentasikan dalam konferensi tentang ebola di Antwerp.
"Kini kita harus melakukan pendekatan sistemik yang lebih intensif untuk memantau pengembangan virus ini, terlebih gejala-gejala yang tak pernah ditimbulkannya," kata dokter sekaligus pakar epidemiologi dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Daniel Bausch, dalam paparannya seperti yang dilansir Nature. THE LANCET | CLININAL INFECTIOUS DISEASES | NATURE | AMRI MAHBUB
Ebola yang Mematikan
Virus ebola menginfeksi melalui kontak langsung dengan darah, cairan tubuh dari orang yang sakit atau hewan, dan dengan benda-benda yang terkontaminasi. Ini menyebabkan perdarahan dan kegagalan organ, yang 90 persen membunuh korban.
Infeksi: Genom ebola mengandung empat gen yang bersama-sama mencegah sel dendritik-di kulit, hidung, paru-paru, dan sistem pencernaan-mengirim pesan untuk memicu sistem kekebalan tubuh.
Pertumbuhan virus: Virus menyebar ke berbagai sel di seluruh tubuh dengan cara mengikat glikoprotein reseptor pada permukaan sel.
1. Gejala: Ditandai dengan demam, sakit kepala, nyeri sendi dan otot, sakit tenggorokan, mata merah, serta badan lemah.
2. Badai Sitokin: Sel imun tubuh terjebak dalam lingkaran tak berujung dan melepaskan sitokin-sel yang menyebabkan peradangan-dalam jumlah yang ekstrem.
3. Syok pada Organ Pencernaan: Sel yang terinfeksi melepaskan diri dari pembuluh darah dan menyebabkan perdarahan masif. Kehilangan darah dalam jumlah banyak ini menyebabkan gagal hati dan ginjal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo