Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Untuk pertama kalinya, para peneliti berhasil mencangkokkan jantung babi yang sudah dimodifikasi secara genetika kepada dua pasien manusia yang hidupnya bergantung kepada alat bantu. Para penerimanya, yang telah dinyatakan mati batang otak sebelum operasi cangkok dilakukan, tetap mendapat dukungan ventilator dan alat dialisis sebelum, sepanjang, dan sesudah prosedur transplantasi tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hingga tahun lalu, xenotransplantasi--atau transfer organ hewan ke manusia--masih diuji sebatas pada hewan primata. Lalu, xenotransplantasi pertama pada pasien manusia terjadi pada September 2021 menggunakan sebuah ginjal babi. Pasien itu dalam perawatan menggunakan alat bantu ventilator.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada Januari tahun ini, David Bennett menjadi manusia hidup pertama yang menerima xenotransplantasi. Dia menjalani operasi cangkok jantung babi, namun meninggal dua bulan kemudian untuk alasan-alasan yang hingga kini belum bisa dipastikan penyebabnya.
David Bennett, seorang pasien dengan penyakit jantung terminal, berpose dengan ahli bedah Bartley P. Griffith, MD sebelum menerima transplantasi yang sukses dari jantung babi yang dimodifikasi secara genetik di University of Maryland Medical Center di Baltimore, Maryland, AS. University of Maryland School of Medicine (UMSOM)/Handout via REUTERS.
"Pada akhirnya kami benar-benar tidak tahu mengapa jantung itu gagal dan kenapa dia meninggal, dan itu adalah batasan dari melakukan transplantasi pada manusia yang masih hidup," kata Robert Montgomery dari New York University Langone Health dalam jumpa pers, Selasa 12 Juli 2022.
Sebaliknya, Montgomery mengungkap keuntungan dari xenotransplantasi pada pasien mati otak, yang hidupnya sudah bergantung kepada ventilator dan mesin dialisis. Mereka sudah meninggal secara medis.
"Pada mereka kami mampu mengamati jaringan dan sampel darah dan mendapatkan analisis yang jauh lebih dalam dari apa yang sedang terjadi," kata profesor yang mengepalai Department of Surgery NYU Grossman School of Medicine dan direktur di Transplant Institute itu menerangkan.
Dua operasi xenotransplantasi terbaru dilakukan pada 16 Juni dan 6 Juli lalu di Tisch Hospital, NYU Langone Health, Kota New York. Penerima pertama adalah Larry Kelly, seorang pria berusia 73 tahun yang sudah dua kali sebelumnya menjalani bedah jantung terbuka. Informasi pasien kedua tak diungkap. Tapi, yang jelas, keluarga-keluarga pasien telah setuju mendonasikan tubuh keduanya untuk sains.
Nader Moazami, ketua tim peneliti, memastikan operasi cangkok mengikuti standar prosedur klinis. Observasi pascaoperasi dilakukan terhadap keduanya selama 72 jam pneuh, dan biopsi dilakukan setiap hari.
Per jumpa pers dilakukan, direktur operasi bedah cangkok jantung di NYU Langone Transplant Institute itu menambahkan, tidak ada tanda-tanda penolakan oleh tubuh kedua pasien. Jantung-jantung disebutnya berfungsi normal dengan berkontraksi dan menjaga peredaran darah di seluruh tubuh.
Nader Moazami, direktur bedah transplantasi jantung di NYU Langone Transplant Institute, dan dokter cardiothoracic Amanda Merrifield dalam xenotransplantasi organ jantung babi ke tubuh pasien mati otak di New York, AS, pada Rabu, 6 Juli 2022. FOTO/Joe Carrotta untuk NYU Langone Health
Kembali, xenotransplantasi menawarkan solusi menjanjikan terhadap kelangkaan organ donor. Di Amerika Serikat sendiri, lebih dari 105 ribu orang menunggu untuk operasi transplantasi organ. Setiap harinya, 17 dari mereka meninggal dalam antrean.
Masalah terbesar jika menggunakan organ dari hewan adalah penolakan dari tubuh penerimanya--ketika sistem imun menyerang organ asing itu, yang akhirnya menyebabkan gagal fungsi. Untuk menghindarinya, Mozami dan para koleganya menggunakan organ jantung dari babi yang sudah dimodifikasi secara genetika.
Ada 10 rekayasa genetika yang dilakukan. Terdiri dari empat gen dinonaktifkan (knock-out) yang diketahui bisa meningkatkan risiko penolakan transplantasi dan pertumbuhan organ yang tidak normal dan enam gen disisipkan (knock-in) yakni dari gen manusia untuk mengurangi ketidaksesuaian sistem biologis babi dan manusia.
Para peneliti juga memberikan pengobatan standar pascaoperasi cangkok untuk menekan respons imun tubuh pasien.
Terangkutnya virus yang biasa menginfeksi si hewan adalah potensi risiko lain dari xenotransplantasi. Untuk alasan itu, hewan babi yang organnya akan didonorkan kepada manusia dibesarkan dalam fasilitas khusus dengan harapan terbebas dari penyakit.
Itu pula yang sudah dilakukan namun cytomegalovirus tetap terdeteksi dalam darah Bennett setelah dia menjalani operasi cangkok jantung awal tahun ini. Virus pada babi itu tidak menginfeksi sel manusia, tapi terbukti menginfeksi organ yang dicangkokkan dan diduga berperan untuk kematian Bennett.
Untuk dua operasi xenotransplantasi terbaru yang dilakukannya, Montgomery menyatakan dia, Moazami dan dua dokter lainnya menggunakan sebuah prosedur penapisan yang lebih sensitif yang mampu mendeteksi sekelompok kecil sekalipun keberadaan virus itu. Mereka juga mengembangkan metode penapisan yang khusus untuk memonitor penularan penyakit lainnya dari babi.
Montgomery berharap percobaan klinis tahap awal dari xenotransplantasi jantung pada pasien hidup sudah akan terjadi dalam beberapa tahun ke depan. Sementara, dia menambahkan, timnya akan fokus mengumpulkan sebanyak mungkin data dari operasi di tubuh pasien mati batang otak dan memperpanjang periode observasi.
"Ini adalah salah satu dari hal yang sangat luar bisa melihat jantung babi berdetak di dalam dada manusia. Ini benar-benar sesuatu yang baru," katanya.
NEW SCIENTIST, NYULANGONE