Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
MENATAP wajahnya, saya membayangkan ia hanya tertidur sebentar, seperti kebiasaannya bila berada di dalam mobil yang membawanya berkeliling pesantren atau ke pelosok desa tak beraspal. Tapi hari ini lain. Ribuan orang melantunkan salawat, menangis sesenggukan, bertahan berjam-jam sedari subuh, bertarung melawan panas menyengat langit Tebuireng.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo