Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Berita Tempo Plus

<font color=#990000>Panggung</font> Telah Berganti Atraksi

Mereka adalah empu seni tradisional terakhir di bidang mereka. Sebagian besar dari mereka hidup dalam kemiskinan, meski tetap bergairah untuk naik ke panggung. Tapi panggung itu kini telah diisi televisi dan organ tunggal. Kematian mereka berarti gong kematian kesenian tradisional di Nusantara. Inilah potret saat-saat akhir kehidupan mereka.

2 Agustus 2010 | 00.00 WIB

<font color=#990000>Panggung</font> Telah Berganti Atraksi
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Apa yang dilakukan para maestro seni tradisional kini? Sawir Sutan Mudo, pendendang saluang paling terkenal di Bukittinggi, menghabiskan waktu dengan menemani istrinya berdagang pakaian dan aksesori perempuan di pasar. Mimi Rasinah, pendekar tari topeng Cirebon, lumpuh sebagian tubuhnya karena stroke, tapi masih mengajar tari 300 anak-anak di rumahnya. Gusti Jamhar Akbar, penutur sastra lisan lamut di Banjarmasin, membuka kedai di rumah kecilnya. Amaq Raya, jagoan tari Sasak di Lombok, memungut ranting kayu di pinggir hutan sambil menunggu order pentas yang tak kunjung datang.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus