Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teroka

<font face=arial size=1 color=brown><B>John Stanmeyer:</B></font><BR />Saya Menangkap Saat-saat Kesedihan Gus Dur…

20 September 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Jepretan kamera John Stanmeyer mengabadikan Indonesia dari sudut antropologi sampai detik-detik peristiwa politik yang penuh tragedi. Ia memotret Abdurrahman Wahid sebelum meninggalkan Istana. Juga tewasnya aktivis pro-Timor Leste di jalanan Dili. Ia pun tertarik memahami Indonesia dari sisi kejiwaan. Fotografer Tempo, Bismo Agung, mewawancarainya.

Lima presiden negara ini Anda ikuti dari balik kamera. Siapa yang menjadi favorit Anda selama bekerja di Indonesia?

Lima presiden ini memiliki keunikan berbeda. Namun saya begitu mengagumi Gus Dur, orang yang luar biasa, guru yang bijak, dengan rasa humor yang fantastis. Saya mendapatkan kebanggaan saat dapat dekat dengan dia selama dua hari di Istana Presiden sebelum ia meninggalkan jabatannya. Itu adalah malam yang sangat panjang sebelum pemberhentian dia sebagai presiden negeri ini. Saya menangkap saat-saat menyedihkan pada waktu putrinya, Yenny, masuk ke ruangannya dan menemukan dia duduk termenung di balik meja yang dipenuhi oleh CD-CD musik favoritnya serta buku-buku dan sebuah patung Gandhi. Kemudian Yenny menghampiri dan memeluknya. Sang ayah tercenung. Itu bergerak teramat lambat, dan saya merekamnya.

Habibie adalah presiden yang sangat cerdas secara visual. Ia sangat menarik untuk sebuah foto, layaknya sebuah animasi. Ia sangat menghibur dan yang tak mungkin terlupakan oleh saya adalah ia memberikan wisata khusus kepada saya untuk berkeliling di dalam Istana Presiden.

Anda memperoleh World Press Photo Award dan Robert Capa Award melalui foto tewasnya Joaquim Bernardino Guterres di Jalanan Kota Dili. Apa yang Anda rasakan? Saya melihat Anda begitu tenang dalam menggeser posisi lensa.

Saat itu adalah waktu yang paling kacau dan sangat berbahaya di Timor Timur (kini Timor Leste). Kematian yang seharusnya tidak pernah terjadi. Joaquim Bernardino Guterres tewas tepat di depan saya. Itu adalah situasi yang sangat mengerikan yang tidak dapat dibentangkan dalam hitungan detik. Seorang pemuda yang menggenggam batu tewas tersungkur saat mencoba mempertahankan ideologinya yang proreferendum oleh sebuah peluru yang dilepaskan militer Indonesia.

Anda pernah membuat seri foto ”Usamah” di Indonesia….

Ya, ini berawal dari koleksi foto dari gambar Usamah yang saya dapat di negeri ini. Mereka mencari Usamah, padahal ”Usamah” di mana-mana di Indonesia. Menurut saya, hal itu sangat ironis, berangkat dari sebuah hal kecil untuk sebuah isu yang besar.

Anda juga pernah membuat seri foto orang-orang gila di Indonesia….

Saya memiliki teman seorang fotografer yang menghubungkan saya dengan rumah sakit jiwa di Jakarta. Dia pernah ke sana dan memotret di sana, sama seperti saya yang peduli terhadap kondisi rumah sakit tersebut. Setelah memperoleh izin, saya menghabiskan waktu dua hari di sana. Saya berharap kondisinya berubah. Saya dengar akhirnya kondisinya berubah setelah majalah Time mempublikasikan cerita tersebut, tapi saya juga berharap perubahan tersebut terus berlanjut.

Ada sebuah pertanyaan yang sudah lama sekali hendak saya ajukan kepada Anda: mengapa banyak foto yang Anda buat berkomposisi miring tapi sangat dinamis?

Saya tidak pernah menganalisis foto-foto saya. Ada tingkat kesadaran dalam setiap lapisan dan sejumlah pesan yang berbicara dalam setiap frame. Saya selalu berusaha lebih jauh untuk mencari komposisi visual, tidak untuk membuat bingung, tapi untuk berpikir lebih jauh.

Anda begitu menikmati 12 tahun di Indonesia?

Saya begitu menikmati negeri ini. Lima tahun saya tinggal di Indonesia, dan sudah 12 tahun mengikuti banyak peristiwa yang terjadi di sini. Saya dan keluarga akan selalu terhubung dengan Indonesia. Karena cinta saya kepada negeri ini, anak saya yang ketiga saya beri nama Fransesca Merapi Stanmeyer, nama sebuah gunung berapi yang indah di Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus