ANGKATAN 66, SEBUAH CATATAN HARIAN MAHASISWA
Penulis: Yozar Anwar
Penerbit: Sinar Harapan, 1980, 210 halaman.
BILA ingin membaca kisah tentang semangat dan
kepahlawanan, buku Ini cukup memenuhi yang diharap. Heroiknya
perjuangan Angkatan 66 dilukiskan dengan semangat yang tinggi.
Maklum, Yozar Anwar sendiri, penulis buku ini, salah seorang
ketua presidium KAMI Pusat mewakili Somal (Sekretariat
Organisasi Mahasiswa Lokal) ketika itu. Bisa dipahami kalau
Yozar dalam mengisahkan peristiwa yang berlangsung 8 Januari
1966 sampai dengan 11 Maret 1966 (menurut catatan hariannya),
hampir tak mengambil jarak antara dirinya dan peristiwa yang
dilukiskannya.
Sama halnya dengan buku Christianto Wibisono, Aksi-Aksi
Tritura (1970), buku ini pun menggambarkan perjuangan Angkatan
66 dengan penglihatan hitam-putih. Isi kedua buku pun boleh
dikata hampir sama. Bahkan komentar pribadi penulis yang
disisipkan di sanasini, hanya menambah makin hitamputihnya cara
menyajikan perjuangan Angkatan 66. Pokoknya Soekarno dkk. hitam,
KAMI dkk. putih.
Tak Terasa?
Dari sebuah buku yang ditulis berdasar catatan harian,
sebenarnya tak banyak ulasan yang dapat diberikan. Tapi satu dua
pertanyaan memang mengganggu di kepala -- selesai membaca buku
ini.
Misalnya, kalau benar demikian hebat perjuangan Angkatan
66, seperti yang dilukiskan Yozar, mengapa tampaknya dalam
perkembangan selanjutnya seperti tidak terasa? Dan entah
kebetulan entah tidak, baik Yozar maupun Christianto mengakhiri
kisah perjuangan Angkatan 66 pada 11 Maret 1966. Yaitu saat
dikeluarkannya Surat Perintah 11 Maret oleh Presiden Soekarno
kepada Letjen Soeharto. Ini menimbulkan kesan seolah perjuangan
Angkatan 66 berakhir pada tanggal tersebut.
Kenyataannya, sejak itu tubuh KAMI memang tanggal satu
persatu--dan mati beberapa tahun kemudian. KAMI muncul di
panggung politik secara spontan untuk kemudian hilang tanpa
bekas. Bila demikian, apa sebenarnya yang di perjuangkan secara
mendasar oleh Angkatan 66?
Kita mengetahui perjuangan Angkatan 66 terkenal dengan Tri
Tuntutan Rakyat (Tritu ra): bubarkan PKI, rombak Kabinet Dwikora
dan turunkan harga. Pada 11 Maret 1966 yang menjadi kenyataan
baru dwitura: dibubarkanhya PKI oleh Letjen Soeharto dan
perombakan kabinet yang dilakukannya sete]ah itu. Sedang
tuntutan yang ketiga beum terlaksana--bahkan sampal sekarang.
Tapi nampaknya perjuangan Angkatan 66 memang hanya sampai
disitu. Yozar menulis "Sabtu, 12 Maret -siaran pagi warta berita
RRI: Letjen Soeharto dengan Surat Perintah 11 Maret membubarkan
PKI dan segala ormasnya. Dengan demikian, kemenangan tercapai,
hal yang diinginkan dan diperjuangkan generasi muda selama
beberapa bulan ini. Jakarta diliputi suasana pesta kemenangan .
. . " (hal. 198). Dan di halaman 199: "Tapi, apakah dengan
kemenangan yang tercapai berarti perjuangan telah selesai?
Apakah perjuangan Tritura tamat riwayatnya?"
Yozar menutup tulisannya dengan harapan agar kita tidak
mengulangi kegagalan revolusi '45. " . . . Revolusi kita menang
dalam menegakkan negara baru dan dalam menghidupkan kepribadian
bangsa. Namun, revolusi kita kalah dalam melaksanakan cita-cita
sosialnya. Pengalaman pahit ini tidak boleh terulang lagi. Kita
sudah cukup banyak dan lama mengalami penderitaan" (halaman
200.
Bila disimak, yang diharap Yozar Anwar --seorang tokoh
mahasiswa ketika itu--terhadap perjuangan Angkatan 66, jelas
bukan sekedar pembubaran PKI. Ada yang lain yang lebih dari itu:
"suatu kemenangan yang mencerminkan perubahan dan kemajuan.
Suatu kehidupan yang aman dan damai, demokratis, kepastian
hukum. Pendek kata, suatu jaminan hak-hak asasi manusia dan
adanya keadilan dan kebenaran yang berlaku" (halaman 200).
Bila demikian, perjuangan Angkatan 66 harus diakui memang
besar dan mendasar. Kami percaya, apa yang dirasakan li hati
Yozar juga dirasakan ribuan mahasiswa dan pemuda lainnya ketika
itu. Tapi kenyataan kemudian menunjukkan, bahwa Angkatan 66
tidak lebih hanya merupakan persekutuan taktis yang sesaat untuk
suatu kepentingan politik tertentu.
Bukan maksud kami daiam kesempatan ini mengupas perjuangan
Angkatan 66. Tapi alangkah baiknya, bila dalam kesempatan
mendatang dapat ditulis buku mengenai perjuangan Angkatan 66
secara lebih obyektif. Bahwa pada 1966 mahasiswa dan pemuda
beraksi dengan gagah dan berani, adalah benar. Tapi di balik
itu, apa? Ini perlu, agar Angkatan 66 tidak mcnjadi sesuatu yang
ada tapi tiada. Sekaligus memenuhi anjuran Yozar sendiri, agar
kita mampu helajar dari sejarah.
Imam Walujo
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini