Orang sudah ramai meramal siapa yang nanti mengurus warisan kepemimpinan Ronald Reagan, Presiden Amerika Serikat. Apa yang pernah diperbuatnya kini mulai diungkit-ungkit -- khususnya yang membuat namanya bisa cacat. Bukan cuma Reagan yang diperlakukan seperti itu, juga para pendahulunya. Penerbit Balantine Books memanfaatkan situasi ini dengan menerbitkan buku Shelley Rose yang berjudul Fall from Grace, 1988. Di dalamnya penuh dengan seluk-beluk skandal para presiden negeri superkuat itu, dari zaman Roosevelt sampai pada masa Reagan, dari kisah asmara sampai Iran Contra. Asmara seorang presiden tak pernah tak menarik, apalagi yang menyangkut soal-soal yang memalukan. Cerita semacam itu mulanya banyak terbendung karena berbagai alasan. Toh pada akhirnya ia mengalir juga bagai air bah Amerika tak mengenal ampun untuk membeberkan segala aib pemimpinnya. Kisah Cinta yang tak Terlupakan Roosevelt BANYAK sekali yang ditelurkan oleh kepresidenan Franklin D. Roosevelt (FDR). Ia berhasil melompatkan Amerika Serikat keluar dari lubang kesengsaraan yang diwariskan masa depresi 1930-an, dengan programnya yang kondang dengan nama New Deal. Dengan bendera tersebut ia telah berhasil mewaraskan keuangan, membagikan pekerjaan, dan menyuapi golongan miskin. Di bidang diplomasi inilah presiden Amerika pertama yang menyapa kembali Uni Soviet sejak Revolusi Oktober 1917. Namun, lebih penting dari semuanya itu, dialah orang yang menggem balakan Amerika ketika negeri itu memasuki Perang Dunia II. Eleanor Roosevelt, istri FDR, juga seorang pemimpin di bidangnya. Ia salah seorang pendukung pertama hak-hak sipil golongan minoritas kulit hitam. Ketika organisasi Daughters of American Revolution (DAR) menolak izin pertunjukan Marian Anderson, seorang penyanyi kulit hitam, di Balairung Konstitusi, ia kontan menanggalkan keanggotaan DAR-nya, sebagai protes. Toh ada beberapa pertanyaan. Di balik pintu rumah pasangan yang populer itu, betapa jauh sebenarnya kemesraan mereka sebagai suami-istri, mengingat hubungan FDR dengan beberapa wanita lain. FDR menyunting Anna Eleanor Roosevelt pada 17 Maret 1905. Keduanya masih bertalian darah -- walaupun sangat jauh -- sama-sama punya kaitan dengan Presiden Theodore Roosevelt. Pada tahun-tahun pertama perkawinan mereka, Eleanor masih tampak sebagai gadis pemalu. Ia selalu memilih tinggal di rumah, bahkan menurut kabar burung ia dicekoki ibu mertuanya. Begitu berbeda dengan sifatnya pada tahun-tahun kemudian, tatkala ia mendapat julukan "Wanita Utama Dunia". Lompatan Eleanor menjadi wanita baja yang mandiri itu dimulai pada 1918. Sejak ia mencium asap affair suaminya dengan Lucy Page Mercer, sang sekretaris. Ketika FDR selaku Sekretaris Angkatan Laut pada masa itu, pulang dari perjalanan di Eropa, ia mengidap pneumonia. Eleanor, yang memeriksa surat-surat FDR, tiba-tiba menemukan setumpuk surat-surat cinta yang ditulis Lucy. "Bumi tempatku berpijak tiba-tiba saja ambruk," kutip Joseph P. Lash, penulis biografi Eleanor. "Untuk pertama kalinya aku berhadapan dengan duniaku kesetiaanku, kejujuranku, keadaan sekelilingku, dan lain-lain lagi. Tahun itu aku menjadi dewasa." Peristiwa bersejarah itu untuk pertama kalinya dibeberkan oleh putranya, Elliot Roosevelt, pada 1973. "Ketika Ibu menciumku untuk mengucapkan selamat malam, tiba-tiba saja beliau menangis di bantalku. Aku tak pernah melihatnya menangis seperti itu. Tak lama kemudian aku tahu itu awal percintaan Ayah dengan Lucy. Ibu memandang itu sebagai krisis yang dapat menghancurkan perkawinaan dan ia tak berdaya untuk mengatasinya." Menurut beberapa sumber, Eleanor menawarkan perceraian. Tapi FDR menolaknya. Bukan hanya dengan dalih cinta pada anak-anak, tapi juga ada perhitungan lain. Pertama, dominasi ibu FDR yang menguasai pundi-pundi keuangan keluarga. Wanita itu mengancam tak sudi membantu secara finansial kalau FDR tak menendang Lucy. Kedua, fakta yang juga amat kuat, Lucy ternyata pemeluk teguh Katolik. Ia takkan kawin dengan seorang duda. Dan ketiga barangkali juga yang terpenting, adalah perhitungan politik. FDR sadar, perceraian berarti "bunuh diri politik". Atas dasar semua itu akhirnya ia setuju untuk menyalakan kembali hubungan baik dengan istrinya. Badai Lucy Mercer tidak berhasil menghancurkan perkawinan FDR-Eleanor, tapi perubahan drastis terjadi. "Sepanjang sisa hidup Ayah dan Ibu, tak pernah muncul kemesraan suami-istri," kata Elliot Roosevelt. "Yang tersisa adalah persahabatan. Kemitraan itu berlangsung terus sampai akhir hayat keduanya yang makin lama kian mengental. Cinta dibenam makin dalam, bukan dalam wujud, tapi rasa." FDR berhasil mengikis Lucy dari sisinya. Namun, kemudian ia beralih ke wanita lain. Kali ini sasarannya Marguerite Alice LeHand yang dikenal sebagai Missy. Mereka berkenalan pada 1920, dalam kampanye pencalonan FDR sebagai wakil presiden Partai Demokrat mendampingi James M. Cox melawan Warren Harding. Missy adalah petugas kampanye Partai Demokrat di kantor pusat Washington. Meskipun FDR akhirnya kalah, ia berhasil menggondol seorang pendamping dan sekretaris baru. Selama 20 tahun berikutnya, Missy mengikuti FDR dengan setia. Tak terungkap persetujuan apa yang ada di antara FDR dan Eleanor. Yang jelas, FDR tak pernah menyembunyikan kehadiran Missy, sementara Eleanor seakan menerima saja Missy sebagai gundik suaminya. Seperti diungkapkan oleh Elliot, bukan barang aneh lagi, Missy adalah bagian dari hidup ayahnya. Tapi bahwa ibunya mengetahui semuanya, dan menerima Missy sebagai bagian kehidupan keluarga, memang sempat membuatnya takjub. Hubungan FDR dan Missy bersemi sejak 1921, saat kehidupan politik FDR terputus sementara karena ia menderita polio. Missy tak pernah beranjak dari sisi FDR selama menjalani pengobatan hidroterapi. Ia jadi mitra berenang, pelipur, dan pengobar semangat. Sulit menebak di mana Missy dan FDR mulai memadu asmara. Kalangan yang dekat dengan Presiden menyebut Warm Spring (di Negara Bagian Georgia), tempat FDR menjalani hidroterapi, merupakan tempat mereka biasanya berduaan. Selagi FDR membenam perhatiannya pada Missy, Eleanor lebih banyak menggauli wanita daripada pria. Dua orang wanita ketahuan pindah ke rumah Eleanor yang khusus dibangun oleh FDR. FDR menyebut kedua wanita itu sebagai "perempuan yang kelaki-lakian". Yang pertama adalah Nancy Cook, ketua bagian kewanitaan Partai Demokrat. Ia dikenal umum lantaran kebiasaannya mengisap cerutu, memotong rambutnya demikian pendek seperti laki-laki, dan punya hobi membuat perabotan rumah. Wanita lainnya adalah Marion Dickerman, yang mengusahakan sekolah swasta tempat Eleanor mengajar. Tapi hubungan Nyonya FDR dengan kedua wanita itu tak seseru hubungan Eleanor dengan Lorena Hickok yang dikenal dengan julukan "Hick". Eleanor berjumpa dengan Hick untuk pertama kalinya pada 1932, ketika FDR berkampanye sebagai calon presiden. Hick selain pencandu cerutu adalah reporter Associated Press yang meliput kampanye FDR. Menurut teman-temannya, Hick dikenal luas sebagai seorang lesbian. Sebagian besar bukti hubungan Eleanor-Hick didapatkan dalam korespondensi antara keduanya. Menjelang akhir hayatnya, Hick menyumbangkan surat-surat itu pada Perpustakaan FDR dengan syarat baru boleh dibuka 10 tahun setelah ia mati. Demikianlah pada 1 Mei 1978, 18 karton surat-surat pribadi itu digeber. Lalu banyak rahasia pada masa hidup FDR terungkap. Ada sejumlah surat yang begitu pribadi dan sensual sifatnya. Pada sebuah surat yang panjangnya 14 halaman, Eleanor menulis, "Yang paling kukenang adalah matamu yang diwarnai oleh senyum menggoda. Aku juga masih merasakan tempat halus di sebelah timur laut sudut mulutmu yang menyentuh bibirku." Surat panjang itu kemudian diakhiri dengan kata-kata: "Selamat malam, Kasihku. Aku ingin melingkarkan kedua tanganku di tubuhmu lalu mengecupmu di sudut mulut. Akan kulakukan itu kurang dari seminggu sejak hari ini." Hick sering sekali datang ke Gedung Putih bahkan kerap bercokol sampai empat bulan. Ia tinggal di sana sejak 2 Januari 1941 dan malah tinggal secara resmi selama empat tahun berikutnya. Menurut seorang bekas pelayan Gedung Putih, memang agak aneh. Walaupun memiliki sendiri ruang tidur, sering ia tidur di kamar Eleanor. Yang lebih sulit buat para pengurus rumah tangga kepresidenan adalah kehadiran Missy LeHand yang juga menempati sebuah ruangan Gedung Putih. Sudah biasa mereka pergoki Missy di kamar FDR hanya dengan gaun tidur saja. Atau di Oval Office, tempat presiden bekerja, dalam pangkuan FDR. Di Albany, New York, semasa FDR memangku jabatan gubernur, juga setali tiga uang. Di gedung resmi kediaman gubernur itu, kamar tidur FDR dengan kamar tidur Missy hanya dibatasi sebuah pintu bertirai. Sementara itu, Eleanor mengambil sebuah ruangan tidur di tingkat atas rumah tersebut. Anehnya, semua orang, termasuk anak-anak, menganggap itu sebagai hal yang wajar. Mereka melihat sendiri Missy ada di kamar tidur ayah mereka dengan hanya mengenakan gaun tidur. Eleanor tampaknya tak begitu peduli pada kehadiran Missy. Tapi FDR tak senang pada Hick. Pada suatu hari ia pernah berteriak marah, "Aku mau agar perempuan, itu dilempar keluar rumah ini." Kemudian untuk beberapa waktu para anggota staf selalu mengatur agar FDR dan Hick tak bertemu muka. Pada musim panas 1940 Missy LeHand terserang perdarahan otak dan harus keluar dari Gedung Putih. Ia meninggal tiga tahun kemudian. Kehidupan FDR jadi kacau. Setelah itulah -- 1941 -- bara cinta FDR dan Lucy yang terpendam mulai menjilat lagi. Api tersulut ketika suami Lucy, Winthrop, sedang menghadapi kematian akibat stroke. Beberapa anggota pengawal presiden (Secret Service) sering membawa FDR ke suatu tempat pertemuan di Canal Street di luar Georgetown, untuk berkencan beberapa jam dengan Lucy di dalam mobil. Setelah suaminya meninggal, Lucy sering datang ke istana ketika Eleanor sedang ke luar kota. Dialah yang mendampingi FDR ketika mengalami stroke di Warm Spring yang kemudian membawa ajalnya. Kematian FDR di sisi Lucy tidak mengungkapkan siapa wanita pujaannya. Wasiatnya menunjukkan kepada siapa cintanya melekat. Warisannya yang bernilai 1,9 juta dolar dibagi dua. Sebagian buat Eleanor dan sebagian lagi buat membayar biaya-biaya pengobatan Missy. Kehidupan pribadi FDR bukan lagi sebuah misteri. Semuanya sudah terbeber. Para sejarawan dan penulis biografi hanya memperdebatkan ikhwal wanita baja yang mandiri itu. Bahwa Hick adalah seorang lesbian, tak ada yang membantah. Tapi bagaimana dengan Eleanor, Eleanor Roosevelt? Eisenhower PADA tahun 1940-an dan 50-an api asmara di luar perkawinan seorang tokoh politik masih tabu buat pers. Salah satu contohnya adalah lakon Presiden Dwight D. Eisenhower yang terkenal dengan julukan "Ike", dengan seorang wanita Inggris bernama Kay Summersby. Sampai sekarang apa yang sebenarnya terjadi di antara mereka berdua masih gelap. Ike, jenderal dan panglima pasukan Sekutu di Eropa semasa Perang Dunia I, berjumpa pertama kali dengan Kay pada bulan Mei 1942, ketika sedang melakukan kunjungan ke London selama 10 hari Kay mantan gadis model dan artis film ditugasi mengurus segala sesuatunya. Ketika memangku tugas sebagai panglima Sekutu untuk seluruh Eropa, Ike kemudian meminta agar Kay bekerja penuh untuknya. Kay, yang jelita, akhirnya benar-benar memenuhi Ike yang jauh dari rumah dan keluarga. Tak ada yang heran bila lahir kisah asyik. Kemungkinan akan menetasnya cinta sudah tertangkap dalam buku Plain Speaking: An Oral Biography of Harry S. Truman yang ditulis Merle Miller pada 1973. Pada salah satu bagian buku itu Miller mengutip Truman: "Mengapa, begitu perang di Eropa selesai, Eisenhower menulis kepada Jenderal Marshall bahwa ia ingin dibebaskan dari tugas di Eropa, kembali ke Amerika dan menceraikan istrinya. Ia ingin mengawini perempuan Inggris itu." Truman, konon, telah melihat surat itu pada file Eisenhower di Pentagon bersama dengan surat jawaban Marshall yang mendondernya. Salah satu tindakan terakhir yang dilakukan Truman sebagai presiden adalah menghancurkan kedua surat itu. Komentar Truman itulah barangkali mendorong Kay Summersby kemudian menulis. Pada 1975 terbit bukunya berjudul Past Forgetting: My Love Affair with Dwight D. Eisenhower. Di situ ia membentangkan dengan jujur segalanya. Berbeda dengan bukunya yang pertama, yang berjudul Eisenhower was My Boss (1948), yang sama sekali tak menyentuh romannya dengan Ike. Menurut Kay, Eisenhower terserang impotensi, baik di London, Afrika Utara maupun di Jerman. Salah satu kejadiannya ia tuturkan sebagai berikut: Ike mengisi lagi gelas-gelas kami. Tapi aku kira sesuatu yang tak bisa dielakkan, kami terkunci dalam pelukan erat. Dasi kami lepas, juga jaket kami. Kancing-kancing terbuka. Kami tertanam dalam kehangatan. Tapi ini tak pernah kuduga sebelumnya. Ia membenamkan wajahnya di antara leher dan pundakku dan berkata, "Oh, Kay, maafkan. Aku tak sebaik seperti yang kau harapkan." Usaha terakhir dilakukan di Jerman pada 14 Oktober 1945 di hari ulang tahun Ike. Kay ingat betul kejadian itu: Menurut Kay, impotensi Ike disebabkan oleh tekanan-tekanan selama perang berlangsung. Mungkin juga pengkhianatannya kepada istri menimbun rasa bersalah. Walaupun mereka tak berhasil mengurai cinta secara fisik, Eisenhower dan Kay telah terikat oleh tali emosional ketika perang sedang seru-serunya berlangsung. Pada awalnya memang hanya tali hubungan kerja. Kay telah bertunangan dengan seorang tentara Amerika dan Ike sangat setia kepada istrinya, Mammie. Tapi kematian tunangan Kay di front Afrika Utara menyulap tali yang tadinya "hanya semata pekerjaan" itu. Eisenhower membeli seekor anak anjing untuk menghibur Kay dan sempat ketika cuti, Ike keceplosan memanggil istrinya dengan "Kay". Bila Perang Dunia II berakhir, usai pula hubungan Kay-Ike. Beberapa kali Kay mengunjungi Ike di Pentagon, tapi Ike terasa dingin. Ia sangat kesal ketika Kay muncul tanpa pemberitahuan ke kantornya di Universitas Columbia, tempat ia bekerja sebagai rektor. Kay kemudian menikah dan bekerja sebagai konsultan pakaian dalam industri perfilman. Pada 1973 ketika para dokter mengatakan ia hanya bisa hidup enam bulan lagi, ia berkata, "Saya ingin agar dunia tahu akan affair-ku dengan Eisenhower." Tapi, ternyata, dunia belum melalap semuanya, khususnya fragmen-fragmen roman mereka yang paling panas. Kennedy. KETIKA dilantik sebagai presiden Amerika Serikat yang ke-35, John F. Kennedy -- yang lebih dikenal dengan julukan JFK -- membawa negara itu memasuki era yang disebut tahun-tahun "Camelot". Tahun tatkala Amerika memenuhi janjinya kepada para kawula muda, dan pada waktu yang bersamaan merebut tempat sebagai pemimpin dunia. Itulah masa yang penuh pesona, walaupun sang presiden dikenal sebagai seorang "jagoan main cewek". Bahkan pers pada waktu itu ikut terbius oleh "mitos Camelot" sehingga sama sekali tak mau menyentuh segala urusan yang dianggap sangat pribadi. Apalagi urusan relung hati presiden yang mengantarkan Amerika pada zaman keemasannya. JFK konon dililit ratusan wanita, mulai dari dua sekretaris yang mendapat julukan Fiddle dan Faddle sampai pada wanita kelas bom. Lihat saja deretan nama ini: Jayne Mansfield, Angie Dickinson, penari telanjang Blaze Starr, dan Pelukis Mary Pinchot Meyer. Malah bersama Suz Meyer ini, entah benar atau tidak, JFK sempat menyedot ganja di istana kepresidenan Gedung Putih. Ledakan cinta JFK dengan almarhumah aktris Marilyn Monroe -- yang lebih dikenal dengan sebutan MM -- adalah peristiwa yang paling banyak dikunyah pers pada tahun-tahun kemudian, setelah JFK tewas. Seorang detektif swasta dan seorang produser film murahan mengatakan bahwa bunuh diri MM pada 1962 itu ada sangkut-pautnya dengan JFK dan adiknya, Bobby. Banyak sekali hal misterius yang dihubungkan dengan kematian MM yang menurut sertifikat dokter sebagai akibat "bunuh diri". Menurut cerita, MM begitu merasa terbuang ketika kedua Kennedy itu kemudian memperlakukannya dengan dingin. Dalam 20 tahun terakhir ini tak ada seorang pun yang dapat membuktikan apakah kematian MM sebuah peristiwa bunuh diri atau pembunuhan. Berbagai argumentasi berserakan di koran, majalah, dan juga catatan-catatan dokumenter. Tapi sebegitu jauh teori-teori yang mengatakan MM bunuh diri atau terbunuh sama-sama kuat dan meyakinkan sehingga sulit menetapkan mana yang benar. Walaupun demikian, dari apa yang dilontarkan oleh kedua pihak ada yang tak terbantah. Orang tahu bahwa beberapa jam sebelum MM bunuh diri atau terbunuh, ternyata dia telah mencoba menelepon Aktor Peter Lawford -- adik ipar kedua Kennedy. Dijilat api bersama MM merupakan tindakan JFK yang sangat gegabah. Toh, itu belum apa-apa kalau dibandingkan dengan "ada mainnya" dengan Judith Campbell. Bagaimana tidak, Judith tak lain dari piaraan Sam Giancana, tokoh bromocorah Chicago yang paling terkemuka, dan penerus kepemimpinan Al Capone. Giancana menguasai suatu kerajaan kriminal yang membawahkan berbagai macam kejahatan, mulai dari bandar judi gelap, mucikari, pengedar obat bius, pemalsu, dan pembunuh bayaran. Anak buahnya saja diperkirakan mencapai 50 ribu orang, yang tersebar di seantero neeri dan menguasai penghasilan tak kurang dari 2 milyar dolar. Ketika penyelidikan yang dilakukan Panitia Senat untuk Operasi Intelijen mendapatkan bukti bahwa Giancana telah disewa oleh CIA untuk melakukan pembunuhan atas diri Fidel Castro, tersingkap pula aib Judith. Sejak itu ketahuan JFK telah diperkenalkan pada Judith oleh teman baik sang presiden, aktor-penyanyi Frank Sinatra yang sejak lama punya hubungan erat dengan mafia. Mereka bertemu di lobi Sands Hotel, Las Vegas. Ketahuan pula bahwa Judith pun sempat menjadi piaraan Frank Sinatra. Justru itu yang memacu minat JFK makin menggebu-gebu. Menurut Judith, dalam otobiografi yang diberi judul My Story, mereka berduaan untuk pertama kali di Plaza Hotel, New York, pada 31 Maret 1960. Disambung dengan sebuah rendezvos di rumah keluarga JFK di Georgetown, sebuah rumah pribadi di Palm Beach, dan Hilton Hotel Los Angeles. JFK malah lebih nekat dengan mengizinkan Judith datang ke Gedung Putih, berenang di sana, bahkan diajak naik pesawat kepresidenan Air Force One. Hubungannya dengan Judith menyebabkan posisi JFK empuk untuk diserang lawan-lawan politiknya. Pada 27 Februari 1962 Direktur FBI Edgar loover mengirim sebuah memo kepada Kennedy yang menjelaskan bahwa Judith Campbell, wanita piaraan presiden, adalah juga piaraan Sam Giancana. Memo itu jatuh juga ke tangan Jaksa Agung Bobby Kennedy, adik JFK, yang sedang sibuk-sibuknya mengadakan operasi memberantas kejahatan terorganisasi. Dapat dirasakan betapa malunya Bobby, sedang getol-getolnya memerangi kejahatan, abangnya bermesra-mesraan dengan cewek piaraan bandit. Khawatir kalau memo itu akan bocor kepada lawan-lawan politiknya, Bobby memerintahkan agar Giancana diamat-amati dan ditakut-takuti supaya tidak berbuat macam-macam. Roman pun putus. JFK tak lagi berkencan dengan Judith dan jarang pula menemui Frank Sinatra, sahabatnya. Baru sekarang Judith Campbell mengaku bahwa ia menjadi perantara antara Giancana dan JFK, dalam urusan yang barangkali juga termasuk rencana buat membinasakan Castro. JFK terbunuh pada 22 November 1963, itu menghentikan "tahun-tahun Camelot" dengan tiba-tiba. Untuk beberapa lama pers masih ramah untuk tak terlalu gegabah menguakkan rahasia kehidupan para presiden Amerika, baru bertahun-tahun kemudian berbagai skandal yang menyangkut "presiden Camelot" mulai mengalir deras. Johnson PRESIDEN Lyndon B. Johnson, atau lebih beken dengan singkatan LBJ, terkenal dengan kesopanan ala Texasnya, yang berlainan dengan "gaya Camelot" JFK. Tapi cipratan romantiknya dengan banyak wanita tak kurang seru daripada presiden pendahulunya. Salah satu cerita yang paling menarik dari LBJ adalah rayuannya pada cewek yang bekerja sebagai salah satu staf pribadinya. Tengah malam dalam kunjungan ke peternakan Johnson di Texas, sang wanita yang sedang lelap itu terbangun. Seorang laki-laki mengenakan piyama tidur tiba-tiba muncul dekat kakinya. Dalam kegelapan hanya terlihat cahaya kecil keluar dari lampu senter orang itu. Lalu sebuah suara yang dikenalnya memerintah, "Geser sedikit ke sana. Ini presidenmu." Johnson selalu berkoar administrasinya terbilang paling bersih. Pers pun sangat manis terhadapnya, dan selalu mengelak mengorek cerita pribadinya. Tapi sejak kematiannya pada 1973, fakta tentang keterlibatan Johnson dengan Siti Hawa sedikit demi sedikit terungkit. Sampai pada akhir-akhir ini skandal seks Johnson terus melonjak ke permukaan. Yang paling akhir terjadi pada bulan Juni 1987. Seorang yang bernama Steven Brown, 36 tahun, mengajukan gugatan untuk mendapat santunan keluarga sebesar 10,5 juta dolar Amerika kepada yayasan yang mengurus harta peninggalan Johnson. Ia mengaku sebagai keturunan laki-laki satu-satunya dari almarhum bekas presiden. Ibunya yang berusia 62 menyatakan bahwa ia telah menjadi wanita piaraan Johnson selama 21 tahun. Madeleine Brown mungkin saja hanya seorang "partner bermain seks" Johnson. Tapi ada lagi seorang wanita yang kecipratan roman dan luapan emosi Johnson. Namanya Alice Glass, seorang wanita Texas yang jangkung, ramping, mata bagaikan permata, rambut pirang. Pendeknya, wah. LBJ menemukan Alice Glass pada 1937 di "Longlea", sebuah rumah kuno model abad ke-18 di Virginia. Di rumah itulah Glass tinggal bersama suami resminya, Charles E. Marsh, dan kedua anak mereka. Walaupun dididik secara tradisional, Alice Glass tak percaya pada perkawinan. Juga terhadap perkawinannya dengan Marsh, seorang raja surat kabar yang meninggalkan istrinya demi Alice -- ketika Alice masih berusia belasan tahun. Saudara perempuan Alice menggambarkan si pirang itu sebagai wanita yang bebas, di saat wanita masih belum sebebas sekarang. LBJ dan Alice punya cita-cita dan idealisme yang sama. Itulah yang menyebabkan mereka sama-sama tertarik dan membelit. Pada waktu mereka bertemu, Alice sedang mengumpulkan dana dan mengatur pertolongan untuk membantu orang-orang Yahudi yang ditindas oleh Hitler. LBJ, seorang anggota Kongres yang masih belia saat itu, dengan penuh semangat membantu Alice. Atas usaha Alice banyak pengungsi Yahudi langsung datang ke "Longlea". Di antara mereka ada seorang musikus yang datang dari Wina dengan menggunakan visa sementara. Visa itu tak dapat diperpanjang. Berkat pertolongan LBJ, Alice berhasil mengatur agar musikus itu mengadakan perjalanan ke Kuba. Tak lama kemudian ia kembali ke Amerika dan berhasil memperoleh izin menetap. Alice benar-benar kagum pada LBJ. Di hadapannya ada seorang laki-laki yang bukan saja siap buat mengubah dunia, tapi mampu mewujudkan cita-citanya itu dengan perbuatan yang nyata. Ia bukan saja melawan penindasan oleh agama, tapi juga berperang melawan kemiskinan, prasangka rasial, dan penyakit-penyakit masyarakat lainnya. Menjelang tahun 1939 Alice mengaku pada saudara perempuannya bahwa dia dan LBJ memadu kasih. Tapi Johnson sendiri tak pernah mengatakan itu kepada siapa pun, padahal biasanya ia sering menceritakan petualangan cinta dan seksnya kepada teman-teman dekatnya. Banyak yang mengatakan itu lantaran LBJ benar-benar mabuk pada Alice. Walaupun LBJ terperosok di pelukan Alice, ia tak pernah membiarkan emosinya hanyut ataupun menghalangi karier dan ambisi politiknya. Walaupun cinta dan roman mereka bersemi, LBJ berada di bawah lindungan Marsh, suami Alice. Marsh yang tak mendusin ada cinta di antara Alice dan LBJ, malahan menolong LBJ baik secara politik maupun finansial. Pada 1938 koran milik Marsh, Astin American-Statesman hanya memuat artikel-artikel pro Johnson. Setahun berikutnya ketika ia mengetahui Johnson tak bisa hidup hanya dengan mengandalkan pada gajinya sebagai anggota Kongres yang US$ 10.000, ia menjual sebidang tanah di bawah harga pasar. Pemhelinya tak lain dari Lady Byrd, yang pada tahun-tahun kemudian menjadi jaminan keuangan LBJ. Ada tanda-tanda bahwa Lady Byrd tahu hubungan intim Alice dengan suaminya. Ketika LBJ mondar-mandir ke "Longlea", dia sengaja menyibukkan diri pergi ke Washington atau Austin. Tapi pada akhirnya Lady Byrd berhasil merebut kembali suaminya. Hubungan mesra antara LBJ dan Alice tiba-tiba saja seperti mati, sama seperti ketika mereka memulai permainan itu. Yang memutuskan hubungan mereka tak lain dari isu kemasyarakatan juga -- sama halnya ketika hubungan cinta itu mulai tumbuh. Alice memprotes keterlibatan Amerika di Vietnam yang makin besar saja pada masa kepresidenan LBJ. Sedemikian mendongkolnya Alice pada LBJ, sehingga dia membakar semua surat cinta LBJ terhadapnya. Mungkin ia tak mau kalau cucunya mengetahui bahwa ia punya hubungan intim dengan orang yang bertanggung jawab atas keterlibatan Amerika di Vietnam. Nixon RICHARD Nixon jatuh dari kursi kepresidenannya sebagai akibat skandal politik yang dikenal dengan sebutan Peristiwa Watergate. Tapi sebenarnya ada lagi sebuah "skandal internasional" yang melibatkan sang presiden dengan seorang pelayan bar rupawan yang bernama Marianna Liu dari Hong Kong. Peristiwa itu lewat dari pengamatan pers, tapi telah menjadi sorotan Direktur FBI, J. Edgar Hoover. Kidung asmara Nixon dengan Marianna ini layak difilmkan karena menyangkut pertemuan-pertemuan rahasia di Hong Kong, Saigon, bunga dan minyak wangi, serta kewarganegaraan untuk Nona Liu. Ketika wanita Cina itu beremigrasi ke Amerika pada 1969, ia bertempat tinggal di Whittier, desa kelahiran Nixon di Negara Bagian California. Setahun kemudian dua kali ia mengunjungi Nixon di Gedung Putih. Sebenarnya, FBI tak begitu berminat padanya, kecuali jawatan rahasia itu ingin mengetahui kalau-kalau ia mata-mata komunis. Walaupun Marianna sedang dikuntit FBI, Nixon tenang-tenang saja mengencaninya. Tak lama kemudian FBI mengambil kesimpulan bahwa Marianna bersih. Jumpa pertama Nixon dengan Marianna Liu terjadi dalam suatu kunjungan ke sebuah kuil Budha di Shatin, wilayah sedikit di luar Hong Kong. Itu tahun 1958, ketika Nixon menjadi wakil presiden dan Nona Liu menjadi pemandu wisata part-time untuk sebuah biro perjalanan. Menurut para pengawal Nixon, pada waktu itu tak terjadi "ada main". Tapi seperti diungkap Marianna kemudian kepada pers, ia bertemu dengan Nixon pada 1964 dan 1965, ketika si bekas wapres kembali lagi ke Hong Kong untuk suatu urusan yang berhubungan dengan firma hukumnya. Hubungan mereka menghangat lagi ketika Nixon ke Hong Kong lagi pada 1966. Marianna Liu juga mengaku bahwa pada suatu malam di tahun 1966 Nixon datang menemuninya di klab The Den, Hong Kong, tempat ia bekerja sebagai pramuria. Pada malam itu juga, bersama seorang temannya, ia mengunjungi Nixon yang sedang menginap di Hotel Mandarin bersama dengan sahabatnya Bebe Rebozo, tokoh gangster. Keempatnya minum-minum. Beberapa bulan kemudian Nixon kembali lagi ke Hong Kong. Ia mendapatkan bahwa Marianna sedang dirawat di rumah sakit dan harus menjalani operasi. Ketika tersadar dari pingsannya, Marianna mendapatkan sebuah buket bunga dan minyak wangi kesukaannya di meja dekat tempat tidurnya. Juga ada kartu dengan nama firma hukum Nixon. Toh Marianna tetap menolak kalau ia punya hubungan intim atau istimewa dengan Nixon. Tersebutlah agen FBI yang ditempatkan di Hong Kong lantas mengirimkan laporan cinta Marianna-Nixon. Ada yang mengatakan laporan yang ditulis agen itu merupakan suatu laporan rinci tertulis tentang tingkah laku seks Nixon. Laporan itu sendiri tak pernah digubris oleh kantor pusat FBI sampai 1968, ketika Nixon secara terbuka mengumumkan buat mencalonkan dirinya sebagai presiden. Ketika itulah FBI mulai memicingkan matanya. Penyelidikan FBI dimulai mengingat pertemuan-pertemuan rahasia antara Nixon dan Marianna. Kesempatan seperti itu bisa dimanfaatkan oleh seorang mata-mata, apabila Marianna memang seorang mata-mata. FBI sangat curiga bukan kepada Marianna, tapi kepada anaknya yang bernama Lily. Anak itu dipelihara oleh sebuah panti asuhan dan pada usia 14 ia diadopsi oleh sebuah keluarga komunis. Bertahun-tahun kemudian Lily dan ibunya berkumpul lagi. Yang lebih membuat FBI curiga adalah tak adanya surat-surat atau dokumentasi yang menunjukkan bahwa Lily adalah anak Marianna. Marianna lari dari Daratan Cina ketika revolusi komunis sedang berkobar di negeri itu. Tapi yang membuat prasangka terhadapnya menjadi tambah besar, bahwa ayah teman Marianna adalah seorang jenderal dalam Tentara Merah. FBI juga mencatat bahwa Marianna memiliki kekayaan berupa real estate. Itu pasti tak cocok dengan penghasilannya yang tak seberapa sebagai hostes di The Den. FBI akhirnya menghentikan pengusutannya pada 1969, karena Nixon "membunuh" itu. Paling tidak itulah yang dikatakan oleh sebuah sumber di dalam FBI sendiri. Pada 1969 Marianna diberi izin untuk nenetap secara permanen di Amerika. Salah satu sponsornya tertulis nama William Allman. Dialah pemilik rumah apartcmen mewah tempat Nixon sering menginap dalam beberapa kunjungannya ke Hong Kong. Ada lagi seorang sponsor lain yang namanya Raymond Warren. Ia seorang pejabat tinggi Jawatan Imigrasi, teman baik Nixon yang juga berasal dari Whittier, desa tempat Nixon tinggal. Marianna menjadi warga negara Amerika secara naturalisasi pada 1975. Ford DENGAN naiknya Gerald Ford ke kursi kepresidenan -- tanpa pemilihan, lantaran Nixon harus mundur -- rakyat. Amerika berharap zaman skandal dan korupsi yang selalu menghantui akan dapat dilupakan. Tapi itu tak berarti bahwa skandal-skandal politik yang dilakukan berbagai tokoh, baik Demokrat maupun Republik, mengempis dalam pemberitaan. Nyamuk pers justru makin garang dan dalam barisan reporter muncul tokoh-tokoh yang mengikuti jalan Bob Woodward dan Carl Bernstein -- itu wartawan Washington Post yang berhasil membongkar skandal Watergate. Ford sendiri tak pernah terlibat dalam skandal apa pun, baik seks maupun korupsi. Tapi beberapa tokoh terpaksa menanggung malu dan mengundurkan diri dari panggung politik. Paling terkenal dari rentetan skandal itu adalah yang menyangkut Wilbur Mills, tokoh Partai Demokrat dan juga Ketua Ways and Means Committee dalam Kongres. Pengaruh dan kepandaian Mills untuk mengegolkan berbagai RUU dalam Kongres diakui oleh kawan-kawan maupun lawan politiknya. Ia merupakan salah satu orang kuat dalam Kongres Amerika sejak akhir tahun 1960-an. Ia menikmati kedudukan itu untuk jangka waktu tak kurang dari 16 tahun. Tapi pada 7 Oktober 1974, pukul dua pagi, terjadilah bencana yang menyikat karier politiknya. Pagi itu seorang polisi menghentikan sebuah sedan Lincoln lantaran berlari terlampau kencang, yang melanggar aturan maksimum kecepatan dalam kota. Ada lagi kesalahan si pengemudi: ia tak menyalakan lampu. Anggota polisi itu sangat kaget lantaran yang duduk di belakang kemudi tak lain dari si tokoh politik kuat Wilbur Mills. Polisi itu makin terperanjat karena wanita yang menyertainya adalah Fanne Fox, penari bugil terkenal di Washington yang berusia 38 tahun. Pada waktu mobil itu dihentikan dan pak polisi mengenali Mills, Fanne Fox membuat gerakan yang lebih mengagetkan lagi. Dia melompat ke luar dari mobil dan menceburkan diri ke sungai. Untunglah, seorang anggota polisi lain melihatnya dan menariknya keluar dari air. Keduanya kemudian tak ditahan tapi laporan polisi mengungkapkan bahwa pak politikus dan sang penari bugil yang dikenal dengan julukan "Petasan Argentina" itu ada dalam keadaan mabuk dan kelihatan ada luka-luka serta benjolan pada wajah keduanya. Malahan hidung Mills berdarah dan kedua belah mata Fanne bengap-bengap. Polisi tak mengadakan penyelidikan, tapi pers justru mengekspos kejadian itu. Tak lama kemudian banyak sekali fakta yang diketahui umum. Nama asli Fanne Fox ternyata Anabell Battistella. Ia ternyata tinggal bersama suaminya di suatu kompleks apartemen mewah tempat Mills tinggal bersama dengan istrinya. Pada malam itu, sebelum mereka dihentikan oleh polisi, ketahuan bahwa keduanya bersama dengan pasangan lain telah minum-minum di sebuah bar sampai larut malam. Selama beberapa hari setelah insiden tersebut, Mills tak datang-datang ke kantornya. Desas-desus mengatakan, supaya luka-luka di wajahnya hilang dulu. Insiden itu untuk sementara tidak menggoyahkan kedudukan politiknya dan malahan beberapa hari kemudian ia terpilih kembali sebagai salah satu anggota Kongres yang mewakili Arkansas. Namun, cerita burung skandalnya dengan Fanne Fox terus merayap di ibu kota. Pada 2 Desember 1974, fakta yang nyata segera saja muncul. Malam itu ia muncul di sebuah panggung tari telanjang di Boston bersama dengan Fanne. Ia berharap, kunjungannya ke panggung tarian bugil itu akan menghentikan segala gosip mengenai hubungannya dengan Fanne. Tapi mereka yang menyaksikan penampilannya pada malam itu mengerti lebih banyak. Mills sudah kecanduan alkohol. Tak lama kemudian ia harus mengundurkan diri dan mendapat perawatan agar kecanduan alkoholnya bisa diobati. Carter JIMMY Carter, yang terpilih pada 1976, merupakan salah satu tokoh paling bermoral tinggi yang pernah menghuni Gedung Putih. Ia tak pernah dikritik dalam masalah moral. Tapi tak berarti bahwa ia tak pernah berpikir tentang itu. Berbeda dengan para pendahulunya yang diserang karena alasan-alasan moral, ia juga terlibat dalam skandal, tapi hanya dalam imajinasi saja. Majalah Playboy bulan November 1976 terbit hanya beberapa pekan sebelum pemilihan presiden berlangsung. Di dalamnya ada wawancara khusus dengan Carter, yang menjadi calon Partai Demokrat. Carter mengungkapkan bahwa sepanjang hidupnya ia punya angan-angan untuk "begitu" dengan wanita yang bukan istrinya. Apa yang dikatakannya hanyalah sebagai refleksi interpretasinya atas ajaran-ajaran Kristen. Tapi artikel itu, yang tadinya dimaksudkan sebagai suatu wawancara tentang "nafsu berahi di dalam hati", dianggap sebagai sesuatu yang memalukan di suasana ingin kembali ke moralitas setelah Skandal Watergate. Pada masa-masa awal kampanyenya untuk menjadi presiden, kesalehannya berkat pendidikan Kristen Baptis telah mendorongnya ke depan, baik dalam pengumpulan pendapat maupun pemilihan di kalangan Partai Demokrat sendiri. Bahkan berkat itu ia berhasil mengalahkan delapan calon presiden Partai. Tapi, begitu ia merebut kemenangan sebagai calon untuk Partai Demokrat, keyakinan agamanya yang begitu tebal menjadi sesuatu yang kontroversial -- terutama di mata golongan liberal. Berbagai macam pertanyaan mengapung ke permukaan. Orang jadi bertanya-tanya, apa sih pendiriannya tentang keluarga berencana, aborsi, serta hak-hak golongan minoritas dalam soal seks seperti kaum homoseksual dan lebian. Untuk menjawab berbagai pertanyaan dan keraguan itu, Carter memutuskan untuk mengadakan wawancara khusus dengan majalah Playboy. Dalam masalah-masalah pribadi, pewawancara menanyakannya perihal kehidupan perkawmannya dan bagaimana ia mengatasinya. Dalam masalah politik ia ditanya mengenai Timur Tengah dan soal politik pembedaan warna kulit seperti yang dianut oleh Afrika Selatan. Banyak jawabannya yang ekspresif, mendalam, dan bahkan hidup. Tapi tak ada yang lebih hebat dari jawabannya tentang faktor-faktor keagamaan. Kedua pewawancara dari majalah Playboy sudah akan berpamitan, tapi Carter melanjutkan obrolannya dengan menerangkan pengaruh agama terhadap penghidupannya. Katanya: "Saya selalu berusaha agar tidak melakukan dosa dengan sengaja. Tapi saya pun sadar, bagaimanapun saya berusaha dosa itu akan diperbuat juga. Karena, bagaimanapun saya hanyalah seorang manusia, dan selalu tergoda untuk berbuat dosa. Yesus pun telah meletakkan beberapa aturan standar yang hampir tak mungkin buat kita untuk mematuhinya secara menyeluruh. Yesus pernah mengatakan, 'Kukatakan padamu bahwa siapa saja yang telah memandang kepada seorang wanita dengan perasaan nafsu berahi di hatinya, berarti ia telah melakukan zina.' Saya pernah memandang kepada banyak wanita dengan perasaan nafsu. Ini merupakan sesuatu yang diketahui oleh Tuhan bahwa saya akan melakukannya -- dan saya telah melakukan itu. Tapi Dia memaafkan saya." Berpekan-pekan sebelum Playboy terbit, wawancara dengan Carter itu disiarkan oleh beberapa kantor berita. Sebagai akibatnya, kepala-kepala berita surat kabar dari pantai ke pantai keluar dengan kata-kata yang menantang. Misalnya, "Seks, Dosa, dan Godaan." Atau, "Saya Telah Melakukan Zina di Dalam Hati." Dalam wawancara tersebut Carter telah menggunakan istilah screw, yang merupakan kata slang buat menyatakan hubungan kelamin. Sebagai akibatnya, kampanye Carter sedikit terganggu, ditambah lagi dengan usaha dari kubu Gerald Ford (calon Partai Republik) untuk mendiskreditkannya. Tapi para pemilih Amerika ternyata mempercayai keteguhan pribadinya, dan Carter pun terpilih sebagai presiden ke-39. Reagan KETIKA Ronald Reagan terpilih sebagai presiden, pelawak terkenal Amerika, Johnny Carson, menyindir, "Presiden baru mengisi kursi kabinetnya dengan milyuner-milyuner tua." Pendahulunya mencari ilmuwan untuk mengisi posisi kunci dalam pemerintahannya, tapi Reagan justru menoleh pada orang-orang bisnis. Banyaknya pengusaha dalam kabinet Reagan telah meningkatkan benturan kepentingan. Itulah, antara lain, salah satu penyebab banyaknya skandal di masa pemerintahan Reagan. Menurut House Subcommittee on Civil Service -- instansi yang memantau tindak-tanduk pejabat pemerintahan -- sedikitnya 225 pejabat dalam pemerintahan Reagan terlibat tindak pidana dan penyelewengan etika. Sampai di mana Reagan bertanggung jawab atas penyelewengan itu? Apalagi, menjadi lebih serius setelah kemudian terbukti Reagan "tidak begitu patuh pada peraturan" -- sikap yang terjadi berkali-kali selama pemerintahannya. Mulai dari upaya lobi para pembantu dekat hingga kasus paling menggemparkan, operasi rahasia para pejabat Gedung Putih yang dikenal dengan skandal Iran-Contra, mempertegas "sikap longgar" sang presiden. Artinya, para pembantu dekat dibiarkan semau gue, menjalankan kebijaksanaan masing-masing. Sebenarnya, kecurangan para pembantu presiden -- tidak mustahil dengan restu Reagan sendiri -- sudah dimulai sejak kampanye presiden 1980. Kasus ini dikenal dengan skandal "Debategate". Pada babak akhir kampanye, secara misterius Reagan memperoleh lembar catatan strategi debat milik Jimmy Carter, lawannya. Kubu Carter kemudian yakin buku catatan itu dicuri. Sedang blok Reagan menjelaskan buku itu dikirim oleh pembantu Carter yang tak puas. Tapi keterangan ini dianggap mustahil. Lebih banyak yang menduga kubu Reagan memang mengatur upaya memperoleh informasi dari pihak lawan. William Casey, yang kemudian diangkat Reagan menjadi direktur CIA -- dinas intel AS -- dan sempat tercemar atas peranannya dalam skandal Iran-Contra, sempat dituduh terlibat dalam kasus pencurian buku itu. Tak jelas, memang apakah buku catatan itu benar-benar dicuri atau bagian dari isu yang sengaja ditiup. Skandal Debategate ini terungkap pada tahun pertama pemerintahan Reagan, pada saat publik AS terpesona oleh gaya kepemimpinan sang komunikator piawai ini. Maka, skandal "Debategate" ini pun cepat menguap dan segera dilupakan. Dalam skandal asmara, yang menarik tak satu pun pejabat Reagan yang ketahuan bersikap "curang" pada istri masing-masing. Hanya John Fedders, kepala Securities Exchange Commission, mengakui memukul istrinya -- tujuh kali selama 18 tahun usia perkawinan. Tapi menurut sang istri, Charlotte Fedders, bogem mentah itu menyebabkan pecahnya selaput gendang telinga, leher bengkak, memar di seputar mata dan bagian tubuh lainnya. Ketika hal ini jadi berita utama di harian Wall Street Journal, John Fedders dipaksa mengundurkan diri. Nyonya Fedders kemudian membukukan pengalaman hidupnya dengan judul Shattered Dreams. Anehnya sang bekas suami -- mereka memang kemudian bercerai menuntut bagian keuntungan penjualan buku ini, dan dikabulkan pengadilan. Kehidupan pribadi Reagan sendiri mulus-mulus saja, kecuali berita kurang mesranya hubungan sang presiden dengan anak-anaknya. Masalah serius yang menyangkut istri Reagan terjadi 1983, ketika terungkap Nancy menerima hadiah gaun-gaun mahal dari sejumlah desainer AS ternama. Tapi karena masalah hadiah ini lazim terjadi pada para "First Lady" presiden AS sebelumnya, kasusnya tak begitu ramai. (Catatan: buku ini tidak mengungkap skandal "ramalan bintang" Nancy Reagan, yang belum lama ini sempat mengguncang Gedung Putih. Padahal, kasus ini, konon, menyangkut pengaruh Nancy, yang cukup mendalam dalam kebijaksanaan yang diambil Reagan.) Pejabat tinggi pertama yang terpental karena skandal pada awal pemerintahan Reagan yakni Richard Allen, Penasihat Keamanan Nasional. Allen menerima komisi US$ 1.000 dari sejumlah wartawan Jepang, karena membantu mengatur wawancara dengan Nancy Reagan. Pada 1983, Direktur CIA William Casey diinvestigasi karena keterkaitan dia dengan sejumlah perusahaan yang melakukan kontrak dengan CIA. Masalah itu kemudian padam setelah Casey -- satu-satunya pejabat tinggi yang tidak melepaskan jabatan pada perusahaannya sebelum bergabung dalam pemerintahan Reagan -- akhirnya merelakan sahamnya di sejumlah perusahaan pada suatu "trust". Tapi kasus lain justru mencuat, tidak ada hubungannya dengan pemerintah Reagan memang, yakni kegagalan Casey menduduki pos agen intel di Indonesia (tak disebutkan waktunya) dan bahwa ia pernah divonis membayar sejumlah kerugian atas tuntutan terlibat suatu pemalsuan (kasus plagiat). Menteri Perburuhan Raymond Donovan menjadi anggota kabinet pertama dalam sejarah Amerika yang dituntut selagi menjabat. Ia kemudian mengundurkan diri dari pemerintahan Reagan setelah diajukan ke meja hijau karena tuduhan menyelewengkan dana New York City Transit Authority sebesar USS 7,4 juta. Ini hanyalah sebagian dari kasus skandal para pejabat dalam pemerintahan Reagan yang pertama. Pada periode pemerintahan Reagan kedua, sejumlah badan penyelidikan khusus dibentuk untuk meneliti skandal yang semakin meningkat yang melibat para pejabat tinggi Reagan. Termasuk di dalamnya kasus Theodore Olson dan Edwin Meese III, serta, tentu saja, para pentolan skandal Iran-Contra. Bekas Asisten Mahkamah Agung AS (Assistant Attorney General) Theodore Olson diselidiki badan peneliti khusus karena dituduh sengaja mengecoh komisi hukum DPR AS yang menyelidiki sebuah skandal pada 1983. Sedang Jaksa Agung Edwin Meese III (belum lama ini ia terpaksa mengundurkan diri karena tuduhan tindak pidana makin gencar) berkali-kali diinvestigasi badan peneliti khusus untuk berbagai kasus berbeda. Pada 1982, kala menjadi penasihat Presiden Reagan, Meese dituduh menerima komisi -- menolong proyek angkatan bersenjata AS bernilai US$ 32 juta. Tiga tahun kemudian Meese dan istri menanam saham senilai US$ 50.000 di sebuah perusahaan yang dalam jangka dua tahun mendatangkan laba US$ 45.85i, atau 90% dari modal yang ditanam. Pada 1984 Meese, yang baru diangkat Ketua Mahkamah Agung, kembali dihadapkan pada tim penyelidik Khusus. Belum lama ini jaksa penuntut independen James Mc Kay juga menyelidiki Meese dalam kasus suap yang melibatkan bekas PM Israel Simon Peres serta sejumlah penyelewengan yang berhubungan dengan investasi Meese dan istri di tujuh perusahaan telepon. Untuk kasus terakhir ini, akhir Maret silam, dua pembantu dekat Meese di Mahkamah Agung mengundurkan diri. Dan Meese juga dianggap terlibat, setidaknya mengecoh, tim penyelidik Kongres AS dalam skandal Iran-Contra. Skandal paling mengguncang dan menimbulkan krisis politik berkepanjangan tak pelak lagi kasus Iran-Contra, pada akhir 1986. Terungkap adanya pemerintahan bayangan dalam pemerintahan Reagan, yang menjual senjata ke Iran untuk ditukar dengan sandera AS di Libanon. Dan kelebihan keuntungan dari "transaksi haram" itu disalurkan -- sebagian -- ke para pemberontak Contra di Nikaragua. Kredibilitas Reagan sempat anjlok, karena sikap Reagan yang plin-plan dan pernyataan-pernyataan Reagan yang bertolak belakang satu sama lain: sekali waktu membatah keras, di lain waktu mengakui adanya transaksi jual beli. "Pengakuan" itu pun dilakukan Reagan dengan mencicil. Keterlibatan Reagan jadi dipertanyakan. Seperti diketahui, tak lama setelah skandal Iran-Contra terungkap, Penasihat Keamanan Nasional Presiden AS Laksamana John Poindexter mengundurkan diri dan Letkol. Oliver North, tangan kanan Poindexter di Badan Keamanan Nasional yang bermarkas di Gedung Putih, dipecat. Disusul dengan "tumbangnya" berbagai tokoh Iran-Contra lain. Bekas Penasihat Keamanan Presiden AS Robert Mc Farlane, salah satu pemeran utama, sempat mencoba bunuh diri, tapi gagal. Selama setahun lebih, kasus ini menjadi isu hangat. Sejumlah badan penyelidik dibentuk untuk menyelidiki skandal terburuk dalam pemerintahan Reagan ini. Termasuk di antaranya penyelidikan penuntut independen, yang akan membawa para pentolan kasus ini ke meja hijau. (Oliver North sudah diputuskan akan diajukan ke pengadilan September nanti. Ini kalau Reagan tidak memberikan pengampunan sebelumnya). Nama lain yang terlibat, tapi "terselamatkan" karena keburu meninggal, yakni tokoh kontroversial William Casey, Direktur CIA. Yang cukup ironis yakni keterangan-keterangan Oliver North di sidang terbuka komisi penyelidik Kongres AS dianggap sukses besar untuk sang overste. Publik AS dapat menerima dalih tokoh pemeran utama skandal Iran-Contra itu. Maka, North yang sebelumnya dinyatakan Reagan sebagai "pahlawan nasional" itu sesudah dengar pendapat dengan Kongres AS, akhirnya benarbenar pahlawan. Setelah itu North berhasil menggaet jutaan dolar hasil sumbangan "para pendukung" dan hasil pembuatan buku dan film tentang pengalaman-pengalamannya. Istri North, Betsy, yang dengan setia dan gagah terus mendampingi sang suami dalam sidang Kongres AS, bahkan memenangkan hadiah "ibu rumah tangga teladan" dari sebuah kelompok antigerakan feminis. John Poindexter pun tak kalah pendukungnya, terbukti namanya diabadikan di sebuah jalan di Odon, Negara Bagian Indiana. Getah skandal Iran-Contra ini juga lengket pada Donald Regan, bekas Kepala Staf Gedung Putih. Ia terpaksa mengundurkan diri belum lama ini, karena pengaruh Nancy Reagan yang menyalahkan kebijaksanaan Regan selama Gedung Putih menangani kasus Iran-Contra. (Segera setelah keluar dari Gedung Putih, Regan menulis buku yang mengungkap praktek "ramalan bintang" Nancy. Buku ini sempat menggemparkan publik AS). Mengingat daftar panjang skandal di masa pemerintahannya, bagi Reagan, yang pernah sesumbar "ingin dikenang dalam segi moral yang baik", tampaknya mustahil keinginan itu bakal tercapai.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini