Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
X-MEN: THE LAST STAND Skenario: Simon Kinberg, Zak Penn Sutradara: Brett Ratner Pemain: Hugh Jackman, Halle Berry, Ian McKellen Produksi: 20th Century Fox
DARI balik kaca beranda rumah teduh, seorang gadis belia tengah- berkonsentrasi. Pikiran alam bawah sadarnya menyebab-kan beberapa mobil yang parkir di halaman terangkat setinggi atap rumah. Sang profesor menegurnya dengan halus. ”... Jean, turunkan mobil-mobil itu..” Bum..., bum.... Debu menggum-pal. Ketika Jean dewasa, tak hanya mobil terangkat. Nyawa sang guru ikut dilumat.
Inilah akhir trilogi perjalanan makhluk mutan. Berwujud manusia- dan berkemampuan dahsyat. Sebuah- cerita yang diangkat dari karya ter-kenal- komik Marvel, X-Men masih menampilkan adegan seru dengan bejibun karakter. Ada manusia berlipat ganda, pengecoh lawan, bersayap peri dan penghantam tembok. Tapi kok ter-nyata masih kurang mempan meng-alihkan perhatian dari X2 (2003) dan X-Men (2000). Kalau mau jujur, film X3 sudah terengah-engah mencari pesona. Di tengah tebaran film thriler- dan fiksi ilmiah lain, X-Men lebih menggedor nyali.
Syahdan, setelah 20 tahun, Profesor Xavier (Patrick Steward) bersama Magneto (Ian McKellen) mendatangi Jean remaja untuk mendidik kemampuan ke tujuan benar. Jean adalah makhluk mutan yang mampu bertelepati di bawah alam sadarnya. Namun kemampuannya itu bisa merusak dan menghancurkan. Tugas Xavier meng-umpulkan Jean bersama puluh-an anak-anak lain agar dia tak kesepian. Di luar sana, para mutan dianggap aib dan menakutkan.
Seorang ayah anak lelaki terdorong- untuk membuat serum antimutan. Sang anak berontak ketika akan di-injeksi. Tak hanya dia, ratusan ribu mutan memilih cara berperang. Kondisi berkecamuk diperparah dengan- ke-hadiran Jean yang sudah mati pada sekuel film X2. Belakangan ia punya kekuatan membunuh orang ke-sayang-annya. Xavier, profesor bijak, menemui- ajal. Generasi beralih ke tangan Storm (Halle Berry) dan Logan (Hugh Jackman). Mereka bertanggung jawab mengajak para siswa tidak kocar-kacir. Kembali ke sekolah.
Penulisnya (sinergi Zak Penn dan Simon Kinberg) dan sutradara Brett Ratner mengeksekusi dengan perpa-duan drama dan laga. Mari catat ke-kurangan penting film ini. Satu, X3 ramai dengan karakter. Ada sekitar 20 karakter termasuk karakter sekunder. Mereka seolah berebut layar, berebut- mengisi plot cerita. Maksudnya, sih, su-paya seru dan kelebihan cerita. Tapi hal itu justru berpotensi memperlemah cerita, menjadi tidak fokus. Seperti karakter Juggenaut, Mutiple Man, Arclight dan Angel.
Dua, fantasi penulis memilih latar penjara Alcatraz sebagai laboratorium- percobaan penelitian serum. Kok jadi ingat film James Bond (bintang wanita saat itu Halle Berry) yang memakai setting sama. Apalagi digambar-kan jembatan megah Golden Gate bisa disambungkan ke penjara Alcatraz-. Menggelikan. Kurang berkelas dibanding X2 ketika memilih karpet metalik tempat berjalan Magneto dari sel penjaranya.
Tiga, akting Halle Berry juga monoton (datar amat sejak X-Men, X2 dan X3). Tak menggelegar seperti perannya, Storm. Jackman, Janssen, dan McKellen juga kurang membangun karakter. Yang bikin simpati justru karakter kedua, si duta mutan di pemerintahan. Si wajah biru (Grammer) dan Stewart.
Zak Penn—penulis X2—memang terbiasa menulis fiksi ilmiah, seperti- Elektra dan Fantastic Four. Namun filmnya tak terlalu sukses. Simon Kinberg—penulis muda kelahiran London—masih tunas pengalamannya. Penulis skenario Mr. and Mrs. Smith (2005) yang menghebohkan setahun silam ini, memulai dari cerita televisi The Legacy (2002). Kabarnya, sutradara yang kini masuk daftar new power versi majalah Premiere tahun lalu itu terlibat dalam cerita Catwoman yang jeblok dalam pasaran.
Namun, bila tujuan sineas itu hanya- mengangkat kisah komik terkenal ke layar lebar, keinginan itu sudah tercapai. Tetapi, untuk membandingkannya dengan serial superpower yang diangkat ke layar lebar seperti Batman dan Superman, apa boleh buat X-Men masih sangat jauh tertinggal.
Evieta Fadjar P.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo