AKU impikan sebuah mesjid dengan menara yang tinggi/dengan suara
azan yang lepas/itu yang kucari sejauh ini," tulis penyair
Taufiq Ismail untuk sebuah lagu yang dikarang oleh Sam, Bimbo.
Ini kesekian kalinya seniman yang dokter hewan itu menuliskan
lirik religius untuk grup ini tak kurang dari 7 buah, untuk
kaset berjudul 'Qasidah '78' yang dikeluarkan Remaco.
Dibanding kerjasama mereka yang pertama, sekongkol Bimbo dan
Taufiq kali ini kelihatannya lebih beres. Kalau dulu antara
keduanya masih terlihat kemauan mencocok-cocokkan dari lirik
lantaran lagu sudah diciptakan terlebih dahulu, kini lirik
menjadi lebih penting. Untuk baris kata "Dari sebuah mesjid di
atas bukit, terdengar suara memanggil manusia" (Aku Impikan
Sebuah Mesjid) terasa musiknya berusaha menopang kemauan kata.
Suara Sam yang membawa dan menciptakan lagu itu berusaha
melayani dengan baik, sehingga lirik jadi menonjol.
Khotbah
Berlainan dengan rekaman pertama, irama musik dalam kaset ini
jua merupakan perkawinan antara irama padang pasir dan lantai
disko. Dikombinasikan dengan serasi, sehingga meskipun tercium
bau religius ia tidak kehilangan unsur pop Suara bas yang
mendebur dan irama pop yang manis mendapat pertolongan pula
karena teknik perekaman lumayan. Kecuali lagu berbau contekan
Pinjaman Tanpa Bunga -- ditulis oleh Jaka, terasa terlalu
didominir lantai disko -- kaset ini sempat melemparkan sesuatu
yang pantas dicatat, setidak-tidaknya untuk suasana Ramadhan
Bimbo mengerjakannya dengan perhatian yang penuh. Tidak
sebagaimana terhadap kaset 'Sepak Bola' yang kering itu. Sam
yang mendominir penampilan kali ini, dengan suaranya yang empuk
dan banci, mengalir dengan penuh perasaan disertai improvisasi
yang mengharukan. Aneh, mencurigakan dan sayang, Acil sama
sekali tidak diberi kesempatan menyanyi Acil yang memiliki
potensi suara paling meyakinkan pasti akan mengangkat kaset ini
lebih baik. Dalam lagu Ibu Yang Merebus Air & Batu, kita sempat
dibuat terharu. Didahului prolog oleh Iin, Sam menceritakan
kisah seorang ibu miskin yang terpaksa memasak air dan batu
untuk mengalihkan perhatian anaknya yang lapar.
Dalam lagu di atas kita kembali teringat peranan Taufiq.
Meskipun lirik lagu Jangan Tolak Kenikmatan memang cenderung
menganjurkan orang untuk shalat, lirik-lirik lainnya lebih
merupakan ucapan rasa haru. Berbeda sekali misalnya dengan lirik
lagu-lagu religius yang diproduksi Orkes Gambus Awara --
pimpinan S. Achmad -- yang dikeluarkan sebagai kaset oleh
perusahaan kaset Indra. Di samping iramanya dang-dut, lirik di
situ terasa datar, karena lebih merupakan informasi,
berita-berita moral dan kotbah. "Menulis lirik lagu memang tidak
sama dengan menulis puisi biasa. Ada batasan-batasan, tapi saya
tidak merasa kebebasan saya dibatasi," tutur Taufiq.
Kerjasama penyair dengan penulis lagu ini dimulai pada waktu
diselenggarakannya Pertemuan Sastrawan di TIM tahun 1974. Waktu
itu beberapa orang penyair menyerahkan sajaknya kepada Bimbo
untuk dinyanyikan. Di antaranya sajak Taufiq. Malam penampilan
sajak oleh Bimbo tersebut kemudian dilanjutkan dengan kerjasama
lagu-lagu kasidah antara Bimbo dan Taufiq. Hubungan dilanjutkan
lagi dengan rekaman 'Balada Para Nabi' di mana Taufiq menuliskan
sebuah lirik untuk hampir setiap Nabi.
Sebagai penyair, Taufiq sangat terkesan oleh penggarapan lirik
Nabi tersebut. Prosesnya juga sama saja dengan kerjasama
sebelumnya, yakni Bimbo terlebih dahulu menuliskan lagu. Direkam
dalam kaset, hanya dengan suara gitar dan gumam. Taufiq kemudian
menuliskan liriknya. Tetapi ini didahului dengan diskusi-diskusi
sebelumnya, sehingga arus yang sama sudah mengalir. "Saya siap
untuk melakukan kompromi sesuatu yang barangkali tidak suka
dilakukan penyair lain," ujar Taufiq.
Dua Kribo
Dalam menggarap lirik Nabi Sulaiman, Taufiq sempat memberikan
interpretasi bahwa, Nabi agaknya sudah melakukan perjalanan
memakai pesawat terbang. Ini mengingat bahwa Nabi juga seorang
arsitek yang hebat yang rnembuat rumah bertingkat dari besi dan
baja. Lalu terhadap Nabi Daud, yang dianggap Taufiq paling
seniman dari semua Nabi, ia sengaja minta kepada Sam Bimbo untuk
menuliskan lagu yang paling indah. Dan tatkala Sam kemudian
mengerjakannya, Taufiq menulis lirik menarik. Betapa sebuah
gunung mendekat apabila Nabi memandangnya. Betapa burung-burung
menghampiri pundak Nabi kalau beliau main musik. Dan betapa
burung-burung itu pingsan dan jatuh lemas, tatkala nyanyian
selesai.
"Untuk kalangan yang fanatik, apa yang kami lakukan sesungguhnya
sudah tergolong berani," ujar Taufiq. Untunglah kerjasama
tersebut tidak perlu mendengar ocehan dari produser kaset,
sehingga Taufiq tidak terganggu bekerja. Kebetulan terhadap
Bimbo sang produser memberikan kebebasan yang luas sekali.
"Balada Para Nabi, bagi saya merupakan kerja sama yang paling
memuaskan," ujar Taufiq. "Tapi Qasidah '78 ini pun menarik,
karena rupa-rupanya Bimbo berusaha sekali untuk mencoba setia
kepada lirik. Dalam hal ini ia sangat toleran."
Proses 'Qasidah '78, berbeda dengan sebelumnya. Kali ini lirik
ditulis terlebih dahulu. "Sekarang saya tahu tidak semua puisi
bisa dijadikan lirik," ujar Taufiq. "Rupa-rupanya yang
diperlukan adalah puisi yang lebih mirip kepada pantun." Ditanya
apakah ia menganggap lirik lagu itu sebagai puisi yang setaraf
dengan puisi-puisinya yang ia terbitkan, sang penyair menjawab,
tidak. "Bagaimanapun lirik lagu sudah terikat, sedang puisi
adalah pengalaman yang amat personal," jawabnya.
Penyair ini tidak hanya bekerja sama dengan Bimbo. la juga
menulis lirik lagu Dua Kribo. Lirik yang sama sekali berbeda
karena ia menghadapi irama cepat dan konsumen yang lain. Sambil
tersenyum simpul, dokter hewan ini mengatakan bahwa apa yang
dilakukannya ia harapkan dapat sedikit membantu lirik-lirik lagu
pop, yang selama ini tak karuan mutunya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini