Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Ambisi bagong

Sebuah padepokan seni akan dibangun oleh bagong kussudiardjo di kabupaten bantul, yogyakarta. (sr)

16 September 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEBUAH padepokan seni beberapa saat lagi akan berdiri resmi di Yogyakarta. Padepokan ini diprakarsai Bagong Kussudiardja. Letaknya di pinggir kali, di tengah alam desa yang jauh dari kesibukan Kota Yogya, di Desa Kembaran, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul. Lewat sedikit dari pabrik gula Madukismo, tetapi tidak begitu jauh dari Yogya. Padepokan ini muncul di otak Bagong ketika pengambilan film Al Kautsar di sebuah pesantren. Bagong bukan jebolan pesantren. Ia penganut Yesus. Tapi mengaku terkesan dan tergugah oleh pendidikan gaya pesantren. "Betapa baiknya pendidikan pesantren ini ditiru," ujarnya. Sehabis pamerannya di TIM tahun lalu, ia langsung mengambil ancang-ancang mencari sebidang tanah yang cocok untuk suatu kegiatan seni yang jauh dari nafas formil-formilan. Dengan menjual mobil dan mempreteli perhiasan bininya, Bagong lalu berhasil membeli tanah yang tidak produktif seluas 4.000 mÿFD di Kec. Kasihan Bantul itu. Seniman Kompromis Pembangunan padepokan dimulai 14 Juli tahun lalu. Karena 100 prosen swasta, biayanya dari Bagong sendiri. Pembangunannya tidak begitu lancar. Beberapa bulan malahan macet. "Lalu saya susunlah rencana padepokan ini serta tujuan dan ruang lingkup yang hendak dicapai," kata Bagong. Itu ditawarkan kepada beberapa pejabat, terutama sekali Kowilhan II dan ~Direktur Pengembangan Kesenian. Sambutan, dan bantuan, datang berupa uang, barang, atau jan~ji-janji. Kini, seluruh bangunan hampir rampung. Biaya yang dihabiskan untuk segala isinya mencapai Rp 25 juta. "Ini murah. Kalau pemerintah yang membuat, lebih besar biayanya," kata Bagong kepada Putu Setia dari TEMPO. Lalu berapakah bantuan dari luar kantongnya? "Tulis saja separohnya," kata Bagong. Presiden sudah disurati. Ide, rencana kerja, dan masa depan (yang diperkirakan) dilampirkan dalam surat pribadi kepada Pak Harto dan Ibu Tien. "Ruang lingkup padepokan seni yang pertama di Indonesia ini bukan cuma Yogya atau Jawa Tengah. Tetapi nasional," tutur Bagong, menyimpulkan isi surat yang dikirim kepada Pak Harto. Ternyata Pak Harto berminat besar. Ia membantu. Berapa rupiah? "Banyak! Rp 10 juta," kata Bagong. "Tapi belum saya terima. Nanti uangnya akan dibelikan mobil pikap sebuah." Gubernur-gubernur, terutama di lingkungan Kowilhan Il, juga sudah secara pasti menyumbang untuk proyek ini. Supaya pejabat tidak bingung apa yang musti disumbangkan maka Bagong dan anak buahnya menyurati gubernur yang sedang diincar. Gubernur Jakarta akan dimintai sebuah disel berkekuatan 3.000 KWH. Gubernur Jawa Barat seperangkat gamelan ketuktilu. Gubernur Jateng dua buah mesin tulis, satu besar, satu kecil. Gubernur Bali seperangkat gamelan joged bumbung. Gubernur Jatim, belum dipikirkan apa, tapi pasti dimintai. Kodam Diponegoro akan menyumbang atau tepatnya dimintai -- pompa air. "Yah, tak apa, orang sekarang menyebut saya seniman kompromis. Yang penting berbuat .... " kata Bagong datar. Padepokan seni ini dibuka resmi tanggal 3 Oktober. Tanggal itu "keramat", karena "dua hari sebelumnya diperingati Kesaktian Pancasila dan dua hari sesudahnya HUT ABRI." Jadi yang di tengah menjadi keramat. Dari 80 orang yang akan diterima sesuai dengan kapasitas asrama, pendaftarnya sudah 290 orang. Ini adalah wakil dari 149 kabupaten se-Kowilhan II ditambah 4 orang pelamar secara pribadi dari Ujungpandang dan seorang dari Padang. Padepokan telah mengirim selebaran ke seluruh kabupaten se Kowilhan II, agar "tiap kabupaten mengirim 2 wakilnya." Sambutan ternyata pas seperti yang diminta. Tentu saja Bagong kaget sendiri. Dan karena itu seleksi untuk angkatan pertama dilakukan. "Pilihan pada kabupaten yang potensi seninya sangat kurang atau mati," tutur Bagong. "Kalau Yogya, Bali, Solo, jelas tak akan diterima.' Para siswa ini umurnya 13 tahun ke atas, dan tidak buta huruf--akan mendapat pendidikan selama 6 bulan. Uang pendaftarannya Rp 5.000. Uang pelajaran, makan dan asrama Rp 25.000, setiap bulan. Ini dibayar sekaligus pada permulaan belajar. "Mereka kan dikirim oleh kabupaten masing-masing. Apa artinya uang Rp 155 ribu," kata Bagong. Di padepokan, mereka dididik secara praktek 75 prosen, teori 25 prosen. Yang diajarkan 4 jurusan pokok: tari, ketoprak, karawitan dan sinden. Tetapi dalam padepokan, juga ada fasilitas membatik, keramik, menatah kulit, berkebun, beternak. "Atau kalau ada yang tak berminat dengan itu, boleh memperdalam pengetahuan lain di ruang perpustakaan. Atau menulis puisi dan novel," kata Bagong. "Cuma mereka belajarnya di bawah pohon, duduk di tikar atau di tepi kali. Boleh pakai sandal jepit dan seragamnya kain batik. Inilah yang membedakannya dengan sekolah negeri." Yang ingin dicapai padepokan seni Bagong Kussudiardja adalah, para siswa setelah 6 bulan pulang mengembangkan seni di sekolah -- dari SD sampai SMA dan kegiatan luar sekolah mulai kelurahan, kecamatan, kabupaten sampai tingkat propinsi. Bisa dibayangkan, kalau hal ini berhasil, seluruh penghuni Jawa, Madura dan Nusa Tenggara akan main ketoprak .... Dari 56 guru yang ada di padepokan (14 tari, 9 guru ketoprak, 5 karawitan 3 panggung, 3 sinden, 12 guru tidak tetap dan 10 guru tamu dari berbagai tari daerah) Bagong masih mengundang secara berkala tokoh-tokoh kebudayaan yang bisa dijadikan guru. Misalnya, suatu hari, mungkin Sutardji datang membaca puisi sambil minum air kali. Kalaupun proyek ini juga gagal, Bagong berjanji akan mengembalikan semua sumbangan berbentuk benda. Kemudian isterinya akan disuruh membuka balai bersalin, memanfaatkan bangunan itu. "Kebetulan belum ada balai bersalin di kecamatan ini," katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus