Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Barang-barang <font color=#FF9900>Wiyoga</font>

Pematung asal Bandung, Wiyoga Muhardanto, menawarkan karya-karya berdasar citraan obyek sehari-hari. Ada yang bilang inilah reka bentuk pematung masa depan.

19 Januari 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BARANG, seperti dikatakan para arkeolog, adalah penanda hadirnya sebuah kota. Pematung Wiyoga Muhardanto, 25 tahun, seperti menegaskan pula pernyataan itu. Karya-karyanya mewimba dan menyarikan barang-barang selaku gejala rerupa, sesuatu yang berselit-belit antara kuasa kapital dan kegandrungan kehidupan kota.

Dan situs penggalian Wiyoga adalah mal, tempat pelbagai barang tampil sebagai daya hidup orang kota. Tempat yang karakter konsumsinya tak lagi didasari oleh kebutuhan, melainkan oleh hasrat tersembunyi di alam bawah sadar manusia. 

Teknik membujuk dipercanggih lewat reka rupa atas barang-barang, dengan tata warna, tata letak, tata cahaya, tata huruf, agar sebanyak mungkin orang masuk dunia yang serba paradoks itu. Dunia yang membuat orang tak dapat berpikir panjang lagi tentang guna, yang penting memuaskan selera, dan mengikuti arus deras tren barang-barang masa kini. Wiyoga selalu ada di situs itu, selaku ”anak mal” yang menikmati sekaligus mengamati dunia banal barang-barang.

Dalam pameran tunggal seni patungnya, Window Display, yang berlangsung hingga 18 Januari 2009 di Selasar Sunaryo Art Space, dihadirkannya wimba ruang pajang dan barang-barang seperti di dalam mal itu. Ada dompet, tas, lipstik, kacamata, parfum, jam tangan, kamera, laptop, alat penyejuk ruang, motor, dan bahkan mobil, rata-rata bermerek terkenal. Semua wimba barang-barang sampai rinci dihadirkan persis aslinya. Wiyoga juga mengkaji dengan baik struktur dan konstruksi barang, dari yang kecil seperti tabung lipstik sampai yang besar seperti mobil.

Ia menambahi dan mengurangi bagian-bagian tertentu dari banyak barang menjadi patung, atau menggabungkan bentuk patung dengan barang. Jelas guna barang dalam rangka ini disembunyikan, disamarkan, atau bahkan dihilangkan sama sekali, diganti dengan makna, penanda, dan asosiasi tertentu.

Kerap kali Wiyoga seperti ingin mengganggu pengetahuan kita tentang seni patung yang umum. Misalnya, ia membuat sebuah model mobil dengan skala 1:1. Karya berjudul MPV a.k.a Multi-Part Vehicle (2008), 160 x 480 x 220 sentimeter itu dibuat dengan media campur. Mobil-mobilan tersebut dihadirkan persis seperti mobil sesungguhnya di show room khusus. Tak berhenti di situ, ia bahkan memberikan kejutan lain dengan menekan sebuah tombol, dan dengan perintah itu secara otomatis badan mobil akan terbuka dan tertutup menjadi tiga bagian.

Mobil Wiyoga tak lebih dari sebuah gagasan seni rupa, kecuali ada kolektor gila mau mewujudkannya menjadi mobil sungguhan. Yang tak kalah menariknya adalah patung berjudul Ciao Bella, 109 x 214 x 90 sentimeter, media campur (2008). Karya berupa sebuah sepeda motor ini tergeletak di salah satu sudut ruang. Bentuknya dibuat seolah-olah meleleh memenuhi lantai, dibuat dengan mengandalkan teknik cetak, lazimnya sebuah seni patung.

Karyanya yang lain kadang-kadang mengacu pada suatu maksud sebaliknya dari keberadaan barang itu dalam kehidupan kini. Lihat The Aging (2008). Karya ini dibangun dari campuran ”barang jadi” berupa tas tangan perempuan, dengan serat gelas, kulit imitasi, dan lain sebagainya.

Perhatikan, bentuk tas yang sejatinya dikepit di bawah ketiak perempuan muda dan cantik itu justru mencitrakan sengkarut lipatan kulit yang mengingatkan kita pada tubuh tua renta. Wiyoga menangkap tepat dan mengasosiasikan bentuk tas itu dengan bagian tubuh orang. Ia tampak menerapkan patung torso—biasanya digubah di atas sepotong kayu atau batu pada sebuah obyek.

Pameran Window Display menumbuhkan pelbagai inspirasi dan kesegaran bagi mereka yang melihatnya. Serba barang pada karya-karya perupa lulusan FSRD-ITB pada 2007 ini tak hanya satu arah menampilkan kecekatan teknis dan kecergasan mewimba obyek trimatra.

Karya-karya Wiyoga memperlihatkan pula kepandaian memilih obyek atau barang. Ini sesuatu yang sangat mendasar manakala seorang perupa memutuskan obyek selaku media ungkapnya. Sebab, berdasarkan pilihan itu pula kelak, ia merangkai tali-temali dan hubungan satu sama lain antara rupa, makna, tanda, simbol, dan seterusnya.

Asikin Hasan, (Pengamat seni rupa).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus