Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Vantage Point Sutradara: Pete Travis Skenario: Barry Levy Pemain: Dennis Quaid, Matthew Fox, Forest Whitaker Distributor: Sony Picture
INILAH wajah dunia pasca-11 September 2001. Terorisme menjadi musuh bersama. Itulah sebabnya para pemimpin dunia bersidang di Salamanca, Spanyol. Tidak saja mengutuk terorisme, mereka bersatu padu melawannya. Demi menyajikan sebuah dunia yang aman, tenteram, dan steril dari ancaman teror, semua pemimpin negara pun berkumpul di sebuah lapangan yang luas.
Presiden Amerika Serikat William Ashton (William Hurt) adalah bintangnya. Di depan ribuan penduduk kota itu, dia akan memberikan petuah kepada semua negara di dunia. Dia pun berdiri di atas podium. Namun, belum lagi berbicara, tiba-tiba dia roboh. Dua kali tembakan tepat mengenai tubuhnya. Suasana pun panik.
Kejadiannya begitu cepat, hanya 23 menit: dimulai dari arak-arakan mobil masuk ke lapangan, Presiden ambruk tertembak, kemudian bom mengguncang podium. Tak satu pun tahu siapa penembaknya dan dari arah mana pula peluru itu meluncur. Para pelaku teror ini bekerja dengan ekstrarapi. Siapakah di balik ini semua?
Berbeda dengan film-film yang menggunakan alur cerita yang runut dengan berbagai subplot yang menyertainya, Barry Levy—penulis skenario—membuang cara itu. Vantage Point berusaha mengungkap semuanya. Peristiwa besar yang terjadi, yakni penembakan Presiden Amerika Serikat, ditaruh di bagian awal. Setelah itu, barulah detail demi detail kisah di balik penembakan itu disajikan secara gamblang.
Dia pun menciptakan lima tokoh yang terlibat dalam peristiwa ini. Yang pertama adalah Rex Brooks (Sigourney Weaver), produser dari stasiun televisi GNN, yang berbicara dengan gambar-gambar yang disajikan anak buahnya. Kemudian Enrique (Eduardo Noriega), petugas polisi yang tengah dibakar api cemburu karena semata dia melihat pacarnya memeluk seorang lelaki di sebuah pojok lapangan.
Di samping itu, ada Howard Lewis (Forest Whitaker), turis berkulit hitam asal Amerika Serikat. Dia ngeloyor hingga ke Eropa untuk menghilangkan kepedihan setelah perkawinannya berantakan. Kemudian Thomas Barnes (Dennis Quaid) dan Kent Taylor (Matthew Fox), dua orang pengawal sang Presiden. Dan yang terakhir, tentu saja, sang Presiden. Melalui merekalah bencana selama 23 menit disajikan.
Perpaduan gambar inilah yang disajikan dan pada waktu yang sama kemudian mengungkap berbagai cerita dari penembakan itu. Melalui adegan-adegannya, secara runut film ini menyajikan berbagai peristiwa yang melatarbelakangi peristiwa penembakan tersebut, sebab-musabab, serta orang-orang yang beraksi di balik peristiwa itu.
Ini merupakan kerja keras Pete Travis, sang sutradara yang luar biasa. Bagaimanapun, pengambilan gambar seperti ini memerlukan tingkat kecermatan dan kontinuitas gambar yang benar-benar teliti. Menyegarkan memang.
Sebenarnya gaya bercerita seperti ini bukanlah yang pertama. Rashomon, film garapan Akira Kurosawa, sudah melakukannya 58 tahun silam. Ada juga Run Lola Run, yang memutar ulang adegan yang sama tapi dengan angle yang berbeda.
Dalam film itu, Lola dan pacarnya merampok sebuah toko. Peristiwa itu disajikan dalam tiga adegan dengan angle dan penyebab adegan yang masing-masing berbeda. Hasilnya lucu dan juga menarik. Lola, film yang pernah juga diputar di JiFFest dan beredar kemudian dalam bentuk video cakram, cenderung bersemangat main-main pada sebuah nasib.
Vantage Point sejatinya lebih beruntung. Film ini jelas memiliki kelebihan karena teknologi sinema yang jauh lebih maju. Semestinya Vantage bisa menjadi tontonan yang tidak saja menyegarkan, tapi juga mengejutkan. Tapi apa daya, selanjutnya film ini terlalu gamblang dalam bercerita. Hingga akhirnya tak ada letupan lagi.
Belum sampai pada separuh pertunjukan, mereka yang terbiasa menyaksikan film bikinan Amerika Serikat sudah bisa memperoleh gambaran seluruh film ini. Sehingga tak perlu lagi menunggu akhir kisahnya.
Irfan Budiman
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo