CEMARA-CEMARA KAMPUS Pengarang: Dono Penerbit: PT Aya Media Pustaka, Jakarta, 1988, 356 halaman REPUTASI Dono sebagai pelawak sudah terbukti. Bersama Kasino dan Indro ia menarik "Warkop", menjadi kelompok lawak yang paling beken dalam dasawarsa terakhir ini. Dono (Wahyu Sardono) juga seorang MC (pembawa acara) dan wartawan yang menggondol gelar doktorandus. Tetapi bahwa "Si Bemo" -- nama julukannya -- memiliki bakat menulis novel, memang sebuah kejutan. Judul novel Dono, Cemara-Cemara Kampus, segera mengingatkan kepada Cintaku di Kampus Biru karya Ashadi Siregar. Tetapi bagaimana kampus di mata seorang komedian tetap membuat kita ingin membacanya. "Lelaki itu bernama Kodi. Aslinya sih Kodiat Suryokusumo," tulis Dono membuka ceritanya. Dengan bahasa pop yang gesit, Dono kemudian memperkenalkan tokoh utamanya itu sebagai pahlawan yang ganteng dengan reputasi "sedikitnya ada delapan cewek yang pernah menutup buku hariannya dengan deraian air mata". Di bab-bab awal, dengan teknik pengadegan yang rapi, Dono membawa pembaca memasuki perkenalan dan konflik. Kodi bertemu di perpustakaan dengan seorang mahasiswi yang tampangnya dari samping mirip Lady Di, dan dari depan Brooke Shields. Tetapi langsung disusul dengan telepon dari kampung, Kodi harus segera pulang. Cerita terus menanjak meskipun Dono merekam semua tetek-bengek percakapan berlarut-larut sehingga tak efektif. Di kampung, mula-mula ia menyangka ibunya sakit jantung. Kemudian ternyata, orangtuanya itu kebingungan karena Wulan, pacar Kodi di kampung, ternyata mengandung. Jreng-jreng-jreng. Kodi meskipun seorang playboy ternyata moralis berhati mulia. Terutama setelah digebrak oleh ayahnya. Ia sanggup bertanggung jawab karena sadar pernah melakukan hubungan intim dengan Wulan. Meskipun rada ragu, lantaran dulu Wulan mengaku baru saja habis datang bulan, ketika cinta itu di-"kongkret"-kan. Apalagi kemudian Wulan mengatakan janin di kandungannya sudah tiga bulan. Anehnya, mahasiswa yang punya sahabat calon dokter ini tak berusaha menyidik. Ia lempang saja mengawini Wulan. Lalu muncul tokoh Darsono, sahabat Budi yang sudah menjadi aktivis. Tingkah lakunya membuat kita curiga, ia ada apa-apa dengan Wulan. Dialah yang merawat Wulan, ketika Kodi harus kembali ke Jakarta untuk menyelesaikan sekolah. Kesibukan Kodi selanjutnya adalah mengejar Arien, cewek dingin dan frigid -- ini makian Kodi sendiri. Ceritanya serba kebetulan. Arien, yang dingin karena pernah patah hati dengan Koko, mulai lagi mendapat siraman air kehidupan berkat Kodi. Di tengah kesibukan pencalonan Kodi sebagai Ketua Senat Mahasiswa, Kodi pun menggondol Arien. Dan pada suatu malam yang indah, Kodi pun "merenggut" kehormatan Arien. Dono melukiskannya begini: ....Tanganmereka menggapai-gapai puncak kenikmatan dan mereka pun berusaha terus meraihnya. Sepi di luar memperbesar nyala api, semuanya kini musnah terbakar.... "Berakhirlah sudah acara kita pada malam hari ini. Sampai jumpa esok pagi. Selamat malam," suara itu keluar dari mulut penyiar televisi dengan senyum yang manis. Matanya bening, seolah ikut menyaksikan apa yang terjadi dengan kedua anak manusia didepan perapian yang hangat itu. Kodi mengatur napas satu-satu. Arie meraih jeans-nya yang tergeletak di bawah kursi. Yang hebat, ternyata Arien, seperti kata Kodi "Arien ternyata kamu masih ...." Bagaimana Arien begitu mudah memberikan kehormatannya pada Kodi, setelah ia begitu sakit hati ditinggal Koko. Dan bagaimana ia bisa tetap "mulus" dengan Koko, dan begitu mudah dengan Kodi, hanya menjadikan Kodi terasa begitu "jantan" . Kodi yang begitu dimanjakan pengarang mulai dihajar. Ketika Arien sempat membaca surat Wulan untuk Kodi, memberitakan sakitnya Puntadewa Suryokusumo, anak Kodi dengan Wulan. Arien langsung memutuskan cinta. Iwan, kakak Arien, serta-merta menjemput Kodi dengan kawan-kawannya, lalu menghajarnya sampal babak-belur. Tapi kemalangan itu segera disusul dengan berita tertangkap basahnya Wulan dengan Darsono. Kodi cepat pulang, membereskan. Meskipun marah, ketika tahu keduanya saling mencinta, Kodi kembali menunjukkan kebesaran hatinya dengan menyerahkan istrinya pada Darsono. Selanjutnya, yang agak mengherankan, Kodi tak berusaha mengusut lebih jauh perihal Puntadewa. Apalagi untuk berbaikan dengan Arien. Ia malah menghilang ke dusun daerah Pandeglang, meninggalkan tugasnya sebagai ketua senat. Bahkan ketika rekan-rekan mahasiswanya datang menjemput -- karena di kampus ada demonstrasi minta ia mundur dari dewan karena sudah tak bisa memisahkan tugas dan cinta -- Kodi menolak. Pada akhir novel, berbagai peristiwa datang beruntun. Wulaan dan Darsono datang ke Arien, menjelaskan apa yang sudah terjadi. Kemudian mereka pergi ke Pandeglang menjemput Kodi. Arien dan Kodi bertaut kembali. Tepat ketika itu, Ajat, seorang pemuda yang meninggalkan pacarnya Suryati dalam keadaan hamil, juga muncul. Ini happy ending komplet. Dono menutupnya dengan kalimat yang dahsyat: UDAH AH! SEGINI AJA GUE CAPEK NIH! Kalimat terakhir ini benar-benar kejutan, kurang ajar, dan bagus. Sayang sekali "semangat memberontak" itu tak menjiwai seluruh novel. Bila semangat itu menjiwai novel dari awal, cerita cinta ini pasti jauh lebih berharga dari sekadar "cerita pop yang manis" seperti sekarang. Dono memang fasih bercerita dan romantis. Bahasanya mengalir, banyak ungkapan spontan yang segar karena "ugal-ugalan"-nya. Persis sebagaimana kalau ia bicara di panggung. Sayang, ia amat memanjakan tokoh utamanya. Kodi kelihatan begitu macho, sementara wanita tetap hanya obyek cinta.Putu wijaya
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini