Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Bocah dalam perang

Cerita : jg ballard. pemain: john malkovich, christian bale. pengarah kamera : allen daviau asc. musik : john williams. skenario : tom stoppard. sutradara : steven spielberg. resensi : putu wijaya.

25 Maret 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

EMPIRE OF THE SUN Cerita: J.G. Ballard Pemain: John Malkovich, Christian Bale Pengarah kamera: Allen Daviau A.S.C. Musik: John Williams Skenario: Tom Stoppard Sutradara: Steven Spielberg STEVEN Spielberg adalah figur yang menarik dalam perfilman Amerika. Ia menghasilkan film-film yang meledak laku seperti Jaws dan ET, tapi tak pernah berhasil merebut Oscar. Tak berarti filmnya tak berkualitas. Close Encounter of The Third Kind, misalnya, sebagai contoh, terasa mengharukan. Juga The Color Purple. Apa Spielberg tak beruntung? Film-film Spielberg fenomenal, tetapi tidak pernah monumental. Seperti ET, misalnya. Film itu meledak, ET menjadi begitu terkenal. Boneka ET dijual di seluruh dunia. Sebagai film, ia menarik, pembuatannya pun cermat. Hanya saja benar, ia lebih mirip dongeng. Dongeng mungkin sulit menarik perhatian panitia Oscar. Film Spielberg yang baru: Empire of the Sun dibuka dengan puitis: permukaan laut, peti-peti, lalu moncong sebuah kapal, disambung bendera Inggris, kemudian deretan gedung-gedung di Shanghai. Berlatar suara koor anak-anak dalam gereja, kita disiapkan untuk memasuki peristiwa yang dramatik. Film yang ditopang oleh aktor berbakat John Malkovich (dalam The Killing Field jadi wartawan foto) dan pengarah kamera Allen Daviau ini membawa kita masuk ke dalam diri seorang anak, 11 tahun, bernama Jim (Christian Bale, 13 tahun) di tengah pendudukan Jepang di Shanghai. Speilberg yang fasih bercerita terasa serius, sebagaimana juga dalam The Color Purple. Jim Graham, 11 tahun, putra seorang pengusaha Inggris di Shanghai, adalah anak kecil yang terpisah dari orangtuanya, ketika Jepang menduduki kota itu pada Perang Dunia II, 1941. Jim sibuk menggapai mainan kapalnya, sehingga tangan ibunya terlepas. Lalu ia digulung oleh lautan manusia yang sedang menyelamatkan diri. Jim balik kembali ke rumahnya yang mewah. Tetapi rumah itu telah disita oleh penguasa baru. Para pembantu mengangkuti mebel dan menampar Jim, ketika anak itu berusaha mencegah. Jim ternganga. Ia menemukan telapak kaki ibunya di atas jatuhan bedak dalam kamar. Kemudian telapak sepatu tentara. Dan ketika ia membuka jendela, angin menghapus semuanya itu. Tetapi Jim tidak kalap atau menangis. Ia menyantap sisa makanan dengan tenang-tenang saja. Lalu naik sepeda dengan merdeka dalam rumah. Kemudian meluncur ke jalan raya, ke tengah kota yang sedang gawat. Ini jelas bukan kemauan anak itu, tetapi kemauan Spielberg. Tak apa, mengalirnya enak. Kota Shanghai nampak suram di layar, Spielberg berhasil menampilkan gambar-gambar yang mempesona: inilah kekuatan utama film ini, yang membuat kita tekun menonton sampai film berakhir. Bersama orang-orang kulit putih lainnya, Jim terdampar ke dalam kamp dan mengalami banyak peristiwa. Anak yang memuja pesawat terbang ini yang tak pernah kekurangan dalam hidupnya, belajar untuk bertahan hidup. Merampas sepatu orang mati, mengambil kaleng ransum dari tangan orang mati. Ia dididik dewasa di tangan dua lelaki Amerika yang hidup menggelandang. Anehnya, Jim nyaris menikmati petualangannya itu. Sementara pertempuran berlangsung, ia asyik dengan dunianya sendiri. Spielberg menghidangkan perang dalam bingkai yang naif. Kadang kala ia keasyikan, sehingga kisah itu menjadi lamunan Bertolak dari catatan harian Ballard tentang kamp-kamp di Shanghai, Spielberg dan penulis sandiwara Tom Stoppard memotret perjuangan mnusia untuk mempertahankan semangat hidupnya dalam perang. Ia larut pada Jim. Tetapi Jim sulit dibedakan dengan Spielberg yang dewasa. Epik perang sepanjang 2,5 jam ini tak lagi terasa berpijak ke realita. Peperangan dalam dongeng yang secara visual cantik. Di sana-sini berserakan adegan yang bagus. Ketika, misalnya, Jim sekamar dengan suami-istri orang Inggris. Kamera menangkap peristiwa itu dari atas. Waktu kedua suami-istri itu bercinta, Jim mengintip dari balik bukunya. Kemudian ia memalingkan muka keluar, membuka jendela. Di situ terlihat malam dan pertempuran, sedang di belakangnya orang bercinta. Sebuah puisi. Tetapi adegan-adegan itu tidak terkumpul dan menajam menjadi satu sayatan gagasan. Lebih merupakan parade lukisan yang akhirnya memang menghibur, tetapi tidak menghunjamkan sesuatu. Mungkin inilah sebabnya Spielberg terasa selalu ringan, seperti komik, meskipun sangat memikat. Contohnya "komik-komiknya" tentang petualangan Indiana Jones: Raider of the Lost Ark dan The Temple of Doom. Putu Wijaya

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus