KONGLOMERAT BURISRAWA Pemain: Didi Petet, Ratna Riantiarno, Sari Madjid, Salim Bungsu, Otong Lenon, Budi Ros Penata Artistik: Jim Bary Aditya Musik: Tiko Supratikwo Naskah/Sutradara: N. Riantiarno DENGAN judul yang memancing, Teater Koma kembali muncul di gedung Graha Bhakti Budaya TIM Jakarta, 23 Maret-1 April. Jauh sebelum pertunjukan berlangsung, para calon penonton sudah mendatangi ticket box TIM. Dan ketika pertunjukan berlangsung, banyak orang tak mendapat kursi. Sementara itu, di ruang parkir TIM, para calo berkeliaran menanyai pengunjung kalau ada tiket lebih. Lakon yang dimainkan berasal dari dunia pewayangan. Yakni, ketika tokoh Burisrawa (dimainkan Didi Petet) gandrung pada Dewi Sembadra (Ratna Riantiarno), istri Arjuna. Syahwatnya membuat ia kehilangan akal sehat. Ia mencari dukun, untuk memelet wanita yang sedang ditinggal seminar oleh suaminya itu. Burisrawa sempat keliru menghadap dewa-dewa dari Cina. Ia lalu dimaki-maki oleh roh Sam Pek dan Eng Tay. Tapi akhirnya ia berhasil menghadap Betari Durga (Taufan S.Ch.N. dan Roni M. Toha). Durga memberi Burisrawa ilmu menghilang, sehingga ia dapat mengagumi Sembadra dari dekat, tapi dengan syarat tak boleh menyentuhnya. Burisrawa langsung menghampiri Sembadra, yang saat itu sedang bercakap-cakap dengan Srikandi (dimainkan dengan bersemangat oleh Sari Madjid). Dalam praktek cintanya Burisrawa tak berhasil menahan diri untuk tidak menyentuh, sehingga ia mendadak terlihat. Ketika Sembadra menyadari ada Burisrawa di dekatnya, ia ketakutan. Apalagi Burisrawa langsung menyatakan cinta. Ketika Sembadra hendak berteriak, Burisrawa menghunus keris dan menikam -- sebenarnya Durga yang haus darah mendorongkan keris itu. Tak ada yang tahu dosa Burisrawa. Jenazah Sembadra dihanyutkan dengan perahu oleh Pandawa. Tapi kemudian muncul Antasena, putra Bima yang menghidupkan kembali wanita itu. Bersama Gatotkaca, Antasena kemudian membalas dendam pada Burisrawa. Konglomerat yang memiliki bisnis dari tusuk gigi sampai jalan layang itu dihajar habis-habisan. Untung, datang Durga merebut dan membawa Burisrawa ke hadapan Baladewa. Baladewa marah besar mendengar Burisrawa diperlakukan tidak adil -- paling tidak menurut mulut Durga. Suasana panas tidak dapat ditahan lagi. Perang meletus. Untung, Batara Narada (dimainkan dengan lucu oleh Otong Lenon) muncul mengumumkan supaya semuanya menyurutkan darah. Perang ditunda, untuk "tender" ulang. Ketika itu muncul Arjuna bagai orang bego menanyakan apa persoalannya. Ia minta supaya perang jangan berlangsung tanpa dia. Ketika Arjuna bertanya apa yang menyebabkan peperangan itu, Narada menasihatkan agar Arjuna pulang, karena Sembadra akan menjelaskan semuanya. Ketika Arjuna pulang, ia terkejut melihat Sembadra sedang berkasih-kasihan dengan Burisrawa. Rupanya, buat Sembadra, cinta Burisrawa lebih murni dan jujur daripada cinta Arjuna, yang tega meninggalkannya berbulan-bulan. Sembadra merasa kasihan melihat nasib Burisrawa ketika dipermak kedua putra Bima. Dan menurut Badut -- dimainkan dengan tenang dan vokal yang bersih oleh Budi Ros ia sekaligus bertindak sebagai Dalang yang memimpin cerita -- rasa kasihan adalah awal dari cinta. Begitu kira-kira ceritanya. Pertunjukan ini, sebagaimana kebiasaan Teater Koma, penuh dengan nyanyian dan tarian. Juga penuh dengan sindiran yang membuat penonton sangat senang. Ada opini penulis tentang becak, pedagang asongan, dan tingkah laku sang "konglomerat" yang terasa begitu tercela. Juga sempat disindir tingkah para mahasiswa yang penuh gertak tapi tak melakukan apa-apa. Hanya bencong-bencong tak lagi gentayangan sebagaimana biasa, sudah hampir kikis -- meskipun masih terasa dalam penampilan Betari Durga dan Gatotkaca. Dari awal sampai akhir banyak penonton tertawa senang karena para pemain semua pintar membanyol dalam membawakan peran-perannya. Sutradara/penulis lakon mengajak penonton berseloroh dalam hampir setiap kesempatan. Puncak dari tertawa itu adalah ketika Burisrawa, yang dimainkan oleh Didi Petet dengan lesu, memeluk dan menciumi Togog (Dudung Hadi). Buling, panakawan yang lain -- dimainkan dengan energetik oleh Salim Bungsu -- jadi bingung. Buling berusaha mencegah kelakuan bosnya, yang diselingi dengan usaha mendorong. Banyak penonton menyukai dan senang melihat peristiwa itu. Adegan ini cukup panjang untuk membuat penonton benar-benar puas menikmati Didi Petet. Musik yang diaransir oleh Tiko Supratikwo terasa rajin. Kita mendengar gabungan antara gamelan, lagu disko, dan irama musik Cina. Sedangkan tata artistik yang dipimpin oleh Jim Bary Aditya menjadikan panggung penuh dengan set dekor. Ada empat buah roket menjulang, set berputar, perahu naga, kursi kerajaan, bak mandi, semaram bangunan tempat istirahat di taman dan kayonan di kedua sisi panggung. Sedangkan di belakang menjulang sampai ke atas pemandangan langit dengan kayonan, ornamen awan dan bulan. Mendekati akhir cerita, Betari Durga muncul di ketinggian bersama bayangannya membawa tombak berisi kembang api. Jim memakai warna-warna kembang gula yang mencolok. Merah, hijau, dan kuning yang terasa sebagai usaha menghilangkan suasana angker. Teater Koma (baca N. Riantiarno sebagai sutradara dan penulis) telah menemukan formula untuk memberikan hiburan bagi masyarakat kota yang sudah lelah bekerja. Saya kagum pada usahanya untuk mendekati penonton. Kemudian terkenang bagaimana kelompok ini pernah menghasilkan pementasan Bom Waktu yang amat berbeda kualitasnya. Putu Wijaya
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini