Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Buku

Dinamika islam nusantara

Penyunting : azyumardi azra jakarta : yayasan obor indonesia, 1989 resensi oleh : ridwan saidi

31 Maret 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERSPEKTIF ISLAM DI ASIA TENGGARA Penyunting: Azyumardi Azra Penerbit: Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 1989, 241 halaman SEBENARNYA, kumpulan karangan dalam buku ini tidak membahas Islam di Asia Tenggara, dalam makna geografis maupun regionalisme ASEAN. Azyumardi Azra, penerjemah dan penyunting, secara kurang "pas" menjelaskan mengapa obyek pembahasan -- yang hanya neliputi kawasan Nusantara yang berbahasa Melayu -- diperbesar cakupannya, dalam judul buku, menjadi Asia Tenggara. Meskipun dapat dimengerti kesulitan penyunting untuk mencari nama yang tepat untuk meliput Indonesia, Malaysia, Brunei, Muangthai Selatan, dan Filipina Selatan. Mungkin penggunaan nama "Nusantara" -- yang banyak dipergunakan pakar Malaysia, yang mengacu pada kawasan-kawasan tersebut -- agak memadai. Seperti dikatakan Profesor Naguib Alatas, proses Islamisasi di kawasan ini belum selesai. Islam masih bergumul dengan kekuasaan resmi "tradisional" untuk mendapatkan tempat yang terhormat bagi penyaluran aspirasi mereka yang bersifat, meminjam istilah A.C. Milner, shariah minded. Tidak sulit untuk membenarkan Milner, salah seorang kontributor dalam buku ini, karena perkembangan mutakhir menunjang konstatasi itu. Misalnya, di Indonesia, belum lama ini, RUUPA disahkan DPR, tuntutan pemakaian jilbab di Muangthai diterima pemerintah, rakyat Filipina Selatan menolak konsep "pemerintahan otonom" yang diajukan Manila. Lalu, di Malaysia persenyawaan Islam-Melayu semakin berkekalan, dan Brunei Darussalam kian memantapkan diri sebagai kerajaan Islam bermazhab Syafii. Seandainya tidak terlalu bersemangat mencari "akar sejarah" Islam di kawasan ini, seharusnya buku ini menarik dibaca. Akibatnya, pembaca dibuat jemu oleh uraian klasik tentang teori kedatangan Islam di Indonesia, dan perkembangannya di kawasan "Asia Tenggara" pada abad ke-18 dan ke-19, seperti diuraikan oleh H.J. de Graaf dan William R. Roff. Tanpa bermaksud mengurangi penghargaan kepada kedua penulis berbobot itu, pemuatan kembali tulisan mereka tidak terlalu bermanfaat bagi lingkungan pembaca yang berminat kepada sejarah Islam, yang sebenarnya menjadi sasaran potensial penyebaran buku ini. Kedua tulisan itu tidak mengungkap hal yang baru. Melebarnya cakupan kedua tulisan itu menyebabkan berkurangnya unsur kedalaman. Sebenarnya, seandainya penyunting buku, dan Yayasan Obor, memilih tulisan yang bersifat studi khusus yang mewakili perkembangan Islam pada abad tertentu, hal itu jauh lebih berguna. Misalnya saja, "Islamic Revivalism in a Changing Peasant Economy -- Central Sumatra 1784-1847" karya Christine Dobbin. Pemuatan kembali tulisan Harry J. Benda dalam bab III Islam di Asia Tenggara dalam Abad ke-20 menjadi kehilangan arti karena tulisan itu dijadikan uraian pengunci dari keseluruhan isi buku yang membahas aspek sejarah Islam di Asia Tenggara. Harry J. Benda membatasi pembahasannya sampai dengan masa 1950-an, sedangkan dinamika Islam di kawasan ini, dalam kurun mutakhir, memperlihatkan perkembangan yang berbeda dengan masa sebelum 1950-an. Setidaknya, kerangka-pikir perjuangan Islam mengalami perubahan dari Islamic State ke Nation State. Kecenderungan Islam masa kini, termasuk di "Asia Tenggara", lebih mudah dipahami lewat James P. Piscatori dalam Islam in a World of Nation States, daripada lewat buku ini. Tentu saja, ini bukan kesalahan para kontributor yang menyandang nama-nama besar. Bab IV Islam di Dunia Melayu oleh A.H. John, bab V Islam dan Negara Muslim oleh A.C. Milner, dan bab VI Filsafat Islam di Asia Tenggara oleh John Boushfield, semuanya merupakan tulisan yang menarik. Dengan menarik, para penulis mengulas khazanah pemikiran intelektual Islam Nusantara mulai dari Arraniri, Rauf Singkel, Abdus Samad Palimbani, Kemas Fachruddin, To' Kenali, Nawawi Banten, yang meliputi masalah tasawuf, filsafat, dan hukum. Dari uraian tersebut terlihat betapa Islam Nusantara, dalam abad-abad yang lalu, memiliki tradisi intelektual yang dinamis. Alangkah baiknya kalau ketiga tulisan ini diterbitkan tersendiri dengan mengundang seorang pakar, seperti Naguib Alatas, untuk menulis pengantar. Betapapun, terbitnya buku ini merupakan sumbangan bermanfaat bagi kepustakaan Islam Indonesia, setidaknya untuk memenuhi hasrat membaca umat Islam yang tengah meningkat. Penghargaan pun patut diberikan kepada Azyumardi Azra, seorang penulis muda yang berbakat, yang telah bersusah payah menerjemahkan dan menyunting tulisan ini. Ridwan Saidi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
Ā© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus