Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seorang lelaki telentang tanpa daya. Di de-pan-nya, pandangan Calon Arang dan empat dayang siap melumat tubuhnya yang sekarat. Ditingkahi semadi dan doa bagi Sang Hyang Betari Agung (bukan Dewi Durga sebagaimana teks-teks lain), darah luka menyembur deras. Hati segar pun dipersembahkan sebagai tumbal untuk mencapai kekuatan sakti.
Film legenda kisah Jawa Timur ini mengambil latar daerah Bali, dengan kostum, tarian, dan musik tradisional Bali—di-garap oleh musisi Franky Raden. Diproduksi pada 1985, film ini beredar di tengah film Indonesia yang megap-megap. Jangan heran bila aspek mistis pun tampil sangat kental.
Calon Arang, misalnya, suka me-lakukan te-luh. Se-bagai bumbu—ingat saat itu film yang tengah- berjaya adalah film berbumbu seks—dayang-dayang Calon Arang mengenakan pakaian seksi. Bahkan, agar lebih menjual, aktris yang pernah mendapat julukan ”bom seks” Suzanna berperan sebagai si jahat Calon Arang dan anaknya sekali-gus, Ratna Manggali.
Syahdan, Calon Arang dikenal sebagai ratu sihir-. Ia berambisi merebut takhta Kerajaan Daha. Demi kekuasaan absolut, ia menjadikan penduduk Daha sebagai tumbal. Ia juga resah karena putrinya- yang baik hati, Ratna Manggali, belum menemukan jodoh. Para pria takut melamar. Raja Daha mencari tahu kelemahan Calon Aran-g kepada Mpu Baradah (Amoroso Katamsi)—adik iparnya. Baradah minta putranya, Mpu Bahula (Barry Prima), mengawini Ratna Manggali. Maksudnya, agar Manggali memberi tahu kitab kuno lontar tantra maya dari tangan Biang Agung—ibunya.
Di dalam film, Calon Arang dan Manggali memiliki kepribadian yang bertolak belakang. Ratu leak itu suka menghancurkan dan membinasakan. Sedangkan anaknya mendatangkan keberun-tung-an—nelayan mendapat ikan banyak begitu ia lewat-, kakek renta mendapat kelapa banyak tanpa naik pohon, ibu-ibu yang kelaparan diberi hadiah tumpeng lengkap.
Dari sisi cerita, film ini menarik. Pemainnya juga ter-hitung lumayan terkenal untuk film Indonesia ma-sa itu: ada Amoroso Katamsi, Suzanna-, Dorman- Bo-risman, H.M. Damsyik, dan Barry Prima-. Na-mun-, penggarapannya sudah jelas sa-ngat dang-kal. Ba-nyak adegan yang menggelikan, se-perti dayang Ca-lon Arang yang mampu mende-ngar pasukan Da-ha datang. Adegannya mirip film Bionic Woman.
Di akhir film, Calon Arang menyesal menjelang ajal. ”Hyang Betari tak merestui cita-citaku. Mulai sekarang, sembahlah Tuhan. Dan sucikan diriku agar kematianku sempurna,” ucapnya. Waduh, gampang betul, ya.
Evieta Fadjar P.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo