Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Lucu sekali cara aktor Slamet Rahardjo dan Butet Kartaredjasa mengenang Nano Riantarno. Keduanya beradu peran di panggung Gedung Kesenian Jakarta atau GKJ, dengan latar belakang tulisan besar 100 Hari Nano Riantiarno.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada 30 April 2023, genap 100 hari Norbertus Riantiarno atau biasa disapa Nano Riantiarno berpulang. Budayawan, penulis, pendiri Teater Koma dan jurnalis itu wafat pada Jumat pagi, 20 Januari 2023 pukul 06.58 WIB. Ia dimakamkan keesokan harinya, Sabtu, 21 Januari 2023 di Taman Makam Giri Tama, Tonjong, Bogor sekitar pukul 12.00.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Slamet Rahardjo, bintang film kawakan itu mengenang betapa Nano Riantiarno sosok yang tak banyak bicara, tapi disiplinnya tak kira-kira. “Dia selalu mengingatkan saya untuk belajar vokal secara benar saat di Tetaer Populer-nya Teguh Karya. Suara saya cempreng katanya, harus latihan vokal dan bernyanyi ala teater dengan benar,” kata Slamet.
Semula Slamet ragu kemampuan Nano yang sedikit bicara itu bisa mengajarinya. “Tapi begitu dia bernyanyi, walah hebat betul,” kata dia, mengacungkan jempol.
Tak hanya itu, Slamet pun mengakui kesabaran Nano Riantiarno di atas rata-rata. Ia menceritakan dalam sebuah perjalanan, ia sekamar dengan Nano, sering jatah makan Nano ia santap diam-diam. “Nggak marah dia tuh, bahkan paginya seperti nggak ada apa-apa,” katanya mengenang sahabatnya.
Slamet Rahardjo tak sudah-sudah memuji Nano Riantiarno, yang mampu menggelar lebih dari 200 pertunjukan dalam 50 tahun usia Tetaer Koma. “Dua orang ini, Nano dan Ratna pasangan yang saling melengkapi di Tetaer Koma,” ujarnya.
Kedisiplinan Nano dalam mengampu Teater Koma pun diakui Butet. Ia yang turut dalam beberapa kali pertunjukan Teater Koma, merasa diawasi benar karena kebiasaannya berimprovisasi. “Tidak boleh lewat satu kata, tidak boleh lupa titik dan koma,” ujar pekerja seni asal Yogyakarta itu.
“Kalau pun saya sangat ingin improvisasi, saya harus laporkan, pada bagian mana saya akan improvisasi, bukan hanya kata-kata bahkan dalam gerakan saya tidak boleh lupa sama sekali,” kata dia. “Kalau Mas Nano setuju, baru saya bisa lakukan improvisasi. Ndak bisa sembarangan,” katanya, saat itu.
Dan, peringatan 100 hari berpulangnya Nano Riantarno saat itu, bagai pertunjukan teater. “Bikin iri saja Mas Nano ini, sudah meninggal pun dibikinkan pertunjukan,” kata Butet Kartaredjasa, garuk-garuk kepala. “Saya meninggal, belum tentu seperti ini,” katanya, lagi.
Pilihan Editor: 100 Hari Nano Riantiarno Berpulang, Ini Kenangan Rangga Buana
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.