Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Olin ABG (anak baru gede) hebat: jago taekwondo, pintar, selalu diistimewakan di lingkungannya. Dari sampul serta ilustrasi di antara halaman buku Pilihan Terakhir, tampaklah wajahnya bak bidadari. Tapi, Pilihan Terakhir meletakkan Olin dalam dilema yang khas. Hatinya telah tergerak, dan kini ia bertekad memakai jilbab. Namun, kakak terkasihnya justru mendaftarkan namanya dalam pemilihan model di sebuah majalah remaja.
Ya, Olin yang harus memilih, satu di antara serial Olin, novel komikdisingkat jadi "nomik"terbitan Dar! Mizan yang tebalnya rata-rata 150 halaman. Nomik, fiksi yang memadukan novel dan komik, selama dua tahun belakangan ini masuk pasar. Pasar anak dan remaja yang ramai dan berlimpah kumpulan cerita pendek, komik, maupun novelbentuk-bentuk yang ditawarkan penerbit seperti Gema Insani Press, Robbani Press, Asy-Syamil, Zikrul Hakim, dan Dar! Mizan. Dan Islamic Book Fair, sepanjang 16 Maret-3 April kemarin di Istora Senayan, Jakarta, dapat bercerita banyak tentang ini.
Amir Faishal, penanggung jawab Grup Mizan urusan promosi dan komunikasi, menyebut data menarik. Tiap bulan kelompok ini menerbitkan sekitar 50 buah judul buku, dan separuhnya adalah buku anak dan remaja yang ditulis pengarang lokal. Ya, 22 tahun Mizan yang khusus menerbitkan buku-buku Islam itu berdiri, dan sekarang diversifikasi yang dilancarkannya menjangkau jauh. Dar! Mizan adalah satu di antara 12 anak perusahaannya, dengan spesialisasi buku anak dan remaja.
Dan prestasinya cukup istimewa. "Setiap buku yang diluncurkan selalu mengalami cetak ulang," ucap Amar. "Bahkan ada yang terjual di atas 50 ribu eksemplar"sukses yang tentunya lumayan besar untuk kelas buku lokal.
Gema Insani, penerbit buku Islam yang kini hampir berusia 20 tahun, mengambil jalan sama, meski dengan skala berbeda. Iwan Setiawan, General Manager Gema Insani Press, menjelaskan bahwa grup ini menerbitkan 20 sampai 30 judul buku per bulan. Komposisinya: 75 persen buku terjemahan, 25 persen karya para penulis lokal, termasuk buku remaja. "Agar segmen pasar kita lebih luas dan tidak stagnan," kata Iwan.
Buku anak dan remaja kini satu sasaran mutakhir penerbit buku Islam. Jumlah mereka cukup besar. Ikapi (Ikatan Penerbit Indonesia) mencatat: 45 persen dari 210 penerbit buku di Jakarta adalah penerbit buku Islam.
Mizan, lahir dan hingga kini tetap berpusat di Bandung, pertama kali muncul dengan terjemahan buku-buku ulama Syiah: Ali Syari'ati, Murtadha Muthahari, atau Allamah Tatatabai. Tapi strategi pasar berubah, dan pada 1987 mereka muncul dengan pelbagai karya cendekiawan lokal: Nurcholish Madjid, Deliar Noer, Jalaluddin Rakhmat, atau Dawam Rahardjo. Dan itulah persaingan yang panas. Stok penulis Islam berkualitas sangat tipis. Dan untuk menerbitkan karya tokoh dengan kapasitas intelektual seperti di atas, Mizan harus bersaing ketat.
Ada masanya ketika Mizan terpaksa mengkarantina Jalaluddin Rakhmat di sebuah hotelkala itu, ia mesti merampungkan Psikologi Agama. Dengan begitu, si penulis berkonsentrasi penuh dan terhindar dari gangguan telepon, menerima tamu, dan kesibukan lainnya. "Kalau tidak begitu, bisa-bisa telat terbitnya," ujarnya. Namun, kenyataan membuat mereka berpikir. Para intelektual itu sibuk dan produktivitasnya rendah, dan perlahan Mizan mengalihkan perhatian pada buku-buku lain. Tak terkecuali buku anak dan remaja.
Begitulah. Yang menarik mungkin langkah penerbit Lembaga Kajian Ilmu Sosial (LKiS). Sejak 1993, penerbit yang bermukim di Yogyakarta itu konsisten menerbitkan buku pemikiran Islam kritis. Direktur LKiS, Ahmad Fikri, menyebutnya "kiri Islam". Menurut dia, hampir semua buku terbitan LKiS adalah buku kritis yang mendobrak kemapanan. Buku terbitan LKiS juga cenderung mengusung gagasan pasca-modernis dalam Islam. "Itu membedakan kami dengan penerbit lainnya yang mengusung gagasan modernis dalam Islam," ujarnya.
Memang, menurut Fikri, konsumen buku jenis itu cukup terbatas, yaitu kalangan mahasiswa dan akademisi. Tapi mereka adalah pembaca setia. Makanya, LKiS tetap konsisten di jalur itu. Perubahan hanya dilakukan dalam komposisi buku terjemahan. Dulu, 70 persen buku terjemahan dan 30 persen buku karya pengarang lokal. Sekarang dibalik, buku terjemahan hanya 30 persen. Hasilnya cukup menggembirakan. Buku terjemahan dan buku lokal sama-sama bisa balik modal dalam kurun lima bulan.
LKiS memang tak seekspansif Mizan atau Gema Insani. Penerbit ini tak ikut-ikutan merambah buku anak-anak dan fiksi remaja. Menurut Fikri, kalaupun bermain di buku jenis fiksi, biasanya fiksi yang cukup serius. Misalnya, novel filsafat Tapak Sabda, novel sejarah Syekh Siti Jenar yang terbit dalam tujuh jilid. LKiS juga tak menceburkan diri di buku-buku literatur. "Sebab, meski bisa booming, buku jenis itu umurnya pendek," katanya.
Tapi, yang pasti, meski tetap berada di jalur buku kiri Islam, dua tahun belakangan LKiS juga mulai berkompromi dengan situasi pasar. Penerbit ini melakukan terobosan dengan menerbitkan buku-buku karya kalangan santri di pesantren, lewat bendera Pustaka Pesantren. "Pasarnya lancar dan stabil," ujar Ahmad Fikri.
Nurdin Kalim, Evieta Fadjar, Syaiful Amin (Yogyakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo