Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Seniman cetak grafis Syahrizal Pahlevi menggelar pameran tunggal di Ruang Garasi, Jakarta.
Ikhtiar Pahlevi mengenalkan seni grafis cukil kayu di dunia seni Indonesia.
Keunikan seni cetak grafis di mata kolektor seni Syakieb Sungkar.
Sebanyak 12 bingkai kayu berukuran mungil terpasang di dinding ruang pameran Ruang Garasi, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat, 1 Maret lalu. Bingkai kayu itu disusun dalam dua baris yang masing-masing terdiri atas enam bingkai di setiap barisnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada setiap bingkai terdapat karya seni grafis cetak tinggi cukil kayu karya perupa asal Palembang, Sumatera Selatan, Syahrizal Pahlevi. Jika dilihat secara keseluruhan, karya Syahrizal ini menyuguhkan variasi warna yang beragam. Dari merah muda, hitam, biru, hijau muda, sampai abu-abu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saat menyimak lebih detail, setiap karya Syahrizal punya cerita berbeda. Setiap karya cetak grafis berukuran 16 x 13,5 sentimeter itu memiliki pola dan warna yang berbeda pula. Namun mayoritas karya seniman yang menetap di Yogyakarta itu menampilkan sosok laki-laki dan perempuan.
Ada yang sekilas mirip pas foto yang menampilkan sketsa pria dari sisi depan dan samping. Percampuran warna yang dinamis membuat karya-karya itu terlihat seperti lukisan abstrak.
Ada pula karya berjudul Yellow Bed yang menampilkan seseorang sedang berbaring di atas kasur. Namun, dalam karya cetak grafis berukuran 26 x 30 cm itu, Syahrizal tidak menyuguhkan gambar secara detail. Selain itu, ada empat seri karya cetak grafis yang dipasang bersusun dua baris.
Keempat karya itu menyajikan wajah remaja pria tampak depan dan samping. Perpaduan warna yang sederhana justru menjadi kelebihan seri karya berjudul Spouse in Red, Spouse in Blue, Spouse in Black, dan Spouse in Orange itu.
Seni grafis cukil kayu berujudul "Spouse in Black" (kanan atas), "Spouse in Orange" (kanan bawah), "Spouse in Red" (kiri atas), dan "Spouse in Blue" (kiri bawah) karya perupa Syahrizal Pahlevi dalam pameran tunggal bertajuk "Potret Anggota Keluarga" di Ruang Garasi, Kebayoran Baru, Jakarta, 1 Maret 2024. TEMPO/ Indra Wijaya
Selain menyuguhkan seni cetak grafis cukil kayu, Syahrizal menampilkan dua lukisan cat akrilik di atas kanvas berukuran 40 x 40 cm. Lagi-lagi remaja pria berambut acak-acakan menjadi obyek lukisan. Menariknya, peletakan warna yang kasar membuat sepasang lukisan berjudul Spouse IV dan Spouse V itu mirip karya cetak grafis.
Karya-karya itu merupakan bagian dari pameran tunggal Syahrizal bertajuk "Potret Anggota Keluarga" yang digelar sejak 23 Februari lalu. Sebanyak 46 karya tersaji di Ruang Garasi, Jakarta, hingga 8 Maret mendatang.
Sesuai dengan judul pameran, seniman 58 tahun ini memilih istri dan kedua anaknya sebagai obyek karya. Menurut dia, pilihan keluarga sebagai obyek karya merupakan sebuah kerinduan tulus dalam hatinya. "Saya sudah sering bikin karya tentang tokoh. Ini saatnya saya persembahkan untuk keluarga saya sendiri," ujar perupa yang kerap disapa Levi itu.
Dua belas seni grafis cukil kayu berukuran 20x23,5 sentimeter karya perupa Syahrizal Pahlevi dalam pameran tunggal bertajuk "Potret Anggota Keluarga" di Ruang Garasi, Kebayoran Baru, Jakarta, 1 Maret 2024. TEMPO/ Indra Wijaya
Seni cetak grafis cukil kayu memang menjadi andalan alumnus Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta pada 1994 itu dalam berkarya selama ini. Namun, khusus untuk pameran kali ini, ia mencoba menuangkan rasa baru lewat sepasang lukisan cat akrilik di atas kanvas.
"Saat mencukil kayu, saya memelototi foto atau lukisan. Lalu saya punya ide bikin lukisan dengan memelototi hasil cetak cukil kayu. Saya menyebutnya sebagai distorsi bertingkat," kata perupa yang pernah tiga kali menjalani residensi internasional di Jepang (2009), Amerika Serikat (2011), dan Cina (2017) itu.
Dalam pameran tunggal ini, lagi-lagi Syahrizal ingin mengenalkan seni grafis, khususnya cetak tinggi cukil kayu. Menurut dia, seni cetak grafis punya ciri khas dan keindahan sendiri, salah satunya bisa dicetak dalam jumlah banyak. Walaupun ada beberapa pihak yang justru menganggap hal tersebut sebagai kekurangan.
"Masih ada yang bertanya, 'Lukisan kok diperbanyak jumlahnya?' Tapi, ya, silakan saja."
Karya-karya perupa Syahrizal Pahlevi dalam pameran tunggal bertajuk "Potret Anggota Keluarga" di Ruang Garasi, Kebayoran Baru, Jakarta, 1 Maret 2024. TEMPO/ Indra Wijaya
Kurator pameran Franky Pandana menyebutkan pameran tunggal Syahrizal mengajak pengunjung merenung sejenak sembari menengok orang-orang terdekat. Dalam karya-karyanya, Syahrizal mencoba memvisualisasi jendela atau sudut sebuah ruangan.
"Ia mengajak kita bertualang visual di dalam rumah kita sendiri," demikian ditulis Franky.
Sementara itu, kolektor seni sekaligus perupa, Syakieb Sungkar, ketika membuka pameran itu menyebutkan seni grafis cetak tinggi cukil kayu merupakan aliran seni yang dikenal sejak akhir 1970-an. Adapun seni cetak grafis baru masuk ke Indonesia pada awal 1980-an. Saat itu seni cetak grafis dipakai orang komunis di Eropa Timur serta demonstran di Inggris untuk sarana unjuk rasa. Bahkan tak jarang seni cetak grafis dipakai untuk propaganda dan mencela lawan.
Menurut Syakieb, karya seni cetak grafis rentan mengalami kerusakan atau kesalahan dalam proses pembuatannya. Namun, menurut dia, justru kesalahan pada cetak grafis membuat karya seni tersebut lebih indah dan artistik. "Unsur-unsur spontanitas itulah yang bikin bagus, seperti kesalahan warna dalam seni cetak grafis."
INDRA WIJAYA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo