ORANG Cina bilang, ini tahun namanya tahun kambing. Tapi di
Indonesia untuk sementara, lebih gampang tahun ini disebut tahun
dangdut. Setelah "musik gedongan" dari anak muda seperti Guruh,
Eros, Keenan, Chrisye, Jockie serta anak-anak manis lainnya
sempat mengejutkan, dangdut ternyata kemudian menjadi amat
brkuasa di pasaran sekarang.
Dipimpin oleh Rhoma Irama (32 tahun) dan Elvy Sukaesih (30
tahun), musik dangdut merajalela di radio, TV, film,
pesta-pesta, mobil, tempat-tempat hiburan, diskotik, klab malam.
Produser kaset sibuk mendangdutkan hampir semua penyanyi pop
Indonesia -- sampai yang masih ingusan seperti Adi Bin Slamet
dan Chicha.
Menurut Leo Kusima, Presiden Direktur Yukawi, tak kurang 6 juta
kaset kosong diproduksi tiap bulan di Indonesia. Dua juta di
antaranya dipergunakan oleh ASIRI (Asosiasi Industri Rekaman
Indonesia) untuk mengkasetkan lagu-lagu Indonesia. Satu juta
dipakai perusahaan kaset seperti Perina atau AR untuk merekam
lagu barat. Tiga juta sisanya diborong para pembajak kaset, yang
khususnya dipakai untuk menduplikat kaset-kaset yang kemudian
disebarkan di Jateng dan Jatim. "Saya bisa menyebutkan bahwa
lagu yang paling banyak dibajak adalah lagu-lagu dangdut," kata
pemimpin perusahaan rekaman ini.
Leo yang juga Ketua ASIRI memperkirakan tak kurang satu juta
kaset bajakan bisa dijumpai untuk hanya satu judul rekaman
dangdut seorang raja seperti Rhoma Irama. Angka yang nolnya enam
ini tidak sulit dipercaya mengingat rekaman Rhoma volume satu
saja, yang beredar sejak tiga tahun lalu, masih diburu sampai
sekarang. Tak kurang dari seratus kaset masih terus dapat
dilepaskan lewat penyalur, setiap hari. Sementara Dodo Wirawan,
Direktur DD Rccord (anggota Asiri) memberi bukti keedanan
dangdut lewat rekaman 'Orkes Moral PSP (Pancaran Sinar
Petromak)'. "Lebih kurang lima puluh ribu kaset terjual selama
sebulan ini," ujarnya.
Yukawi tidak hanya mengocok Pulau Jawa. Ia meloncat juga ke
Malaysia. Hak rekaman dangdut malah dilemparnya ke
saudara-saudara kita di situ. Hasilnya sangat baik. "Rhoma dapat
kedudukan di sana bersama Elvy," ujarnya. Herannya, kaset
bajakan juga lantas gencar di sana -- sebab lantaran 'Union
Malaysia' hanya melindungi artis-artis mereka sendiri.
Dapat dicatat selama delapan bulan terakhir ini DD Record sudah
menghasilkan sebelas volume kaset dangdut (Latif M, Diana Yusuf,
Herlina Effendi, Sam D'Lloyd, PSP) dan hanya lima buah kaset
lagu pop Indonesia. Di Remaco memang ada dua puluh volume kaset
lagu pop, dan hanya sebelas album lagu dangdut dalam periode
yang sama. Tapi jangan lupa, omzet yang dangdut itu jauh lebih
hebat. Ferry Irot (49 tahun) tak mau menyebutkan angka. Tapi ia
begitu optimisnya pada dangdut. "Sampai akhir 1979, saya kira
dangdut masih akan menguasai pasaran," ujarnya dengan yakin.
Di Bandung, 4-9 April yang lalu bahkan sempat dilaksanakan
festival orkes Melayu. Tercatat 300 pendaftar. "Perkembangan
orkes Melayu tumbuh bagai jamur," kata Hasan Timoer, lelaki
berusia 38 tahun yang memimpin OM dangdut King Cobra. Hasan ini
juga memimpin HAMBA (Himpunan Artis Orkes Melayu Bandung) yang
beranggota 54 perkumpulan. Hasan adalah cucu Miss Riboet, itu
pemain sandiwara tempo dulu yang tersohor sampai ke Tanah
Melayu. Ia sekarang menjadi tokoh yang berhasil mengumpulkan 750
orang anah muda lewat dangdut. Hampir setiap malam Minggu dapat
dijumpai orkes Melayu di klab malam Bandung.
Di Gelanggang Remaja Jakarta Timur, 23-25 April juga diadakan
festival dangdut -- se Jakarta. Hanya 73 peserta -- tapi malam
final sudah menimbulkan kerepotan luar biasa. Ruang olahraga
yang hanya sanggup menampung dua ribu penonton itu terpaksa
menelan sekitar lima ribu orang. Soalnya Elvy Sukaesih muncul
menyanyikan 4 lagu.
Harus diakui bahwa Rhoma dan Elvy, kemudian disusul A. Rafiq dan
Latif M, menjadi sangat penting. Sulit ditentukan apakah mereka
atau dangdut yang sebenarnya bikin orang gila. Tapi daerah
jangkau dangdut bertambah luas. Munculnya beberapa mahasiswa
Universitas Indonesia dengan "Orkes Moral" Pancaran Sinar
Petromak itu (Rizali, Monos, Ade, Dindin, Aditya, Omen, James
dan Andra) dengan "dangdut lucu", menyebabkan kaum yang merasa
dirinya elite, terpelajar atau bukan gedongan mulai mengambil
dangdut sebagai kebudayaan mereka.
Di Yogya pun dunia kampus berdangdut. Kampus Universitas Gajah
Mada sekarang ini punya dua grup dangdut. Yang satu bernama
'Jaran Goyang' (Fakultas Teknik), yang lain 'OM Jetset' --
singkatan "Orkes Mahasiswa Jelek tapi Stil". Jetset beranggota
mahasiswa psikologi plus dosen. Orkes-orkes ini memang bau
jiplakan PSP UI. Mereka juga naga-naganya mau "mendiskokan"
dangdut seperti yang dilakukan Titi Qadarsih -- dalam membayangi
lagu Selera yang dinyanyikan Samsuar di siaran niaga TVRI.
Meluasnya dangdut, oleh Ferry Irot dikatakan terdorong oleh
beberapa sebab. Tapi ia menunjuk terbukanya TVRI untuk iklan
dangdut sebagai faktor paling pokok. Baginya itu pula sebab
dangdut mulai disukai kaum elite. "Dulu mungkin dangdut dianggap
berbau kebudayaan asing, tapi sekarang TV sudah berubah sikap --
mungkin karena banyaknya penyanyi yang protes."
Alex Leo, direktur TVRI, memberikan jawaban yang sangat sulit
dimengerti ketika TEMPO berusaha menanyakan apa benar pernah ada
larangan. Ia hanya mempersilakan kita mengadakan survei, apakah
meledaknya dangdut memang karena siaran niaga TVRI sekarang
dikuasai dangdut. "Dalam hal ini TVRI tidak mempunyai data,
namun hendaknya diperhitungkan juga peranan media lain dalam
.... ," tulisnya dengan sangat hati-hati -- maklum pejabat.
Marilah kita lupakan yang pelik itu -- dan melihat sesuatu
yang aneh di toko-toko kaset Jakarta, sementara orang mabuk
dangdut. Di bilangan Kebayoran, dari sebuah toko dilaporkan
bahwa ternyata dari lima buah kaset yang terjual, hanya ada satu
kaset dangdut. Nah. Itupun dari nama-nama pilihan, seperti Rhoma
dan Elvy. Kaset Rhoma bisa mencapai 10 buah sehari, sedang Elvy
sekitar dua buah di bawahnya. "Itu pun terbatas pada beberapa
lagu yang memang banyak digemari -- seperti Begadang II, Piano
dan Raja Dangdut-nya Rhoma, serta Penyanyi seksi dan
Cubit-cubitan Elvy Sukaesih," kata Karyono di toko Garuda
Nusantara Elok M. Sementara itu dengan agak mengejutkan kaset
PSP bisa laku sampai 2 buah dalam sehari.
Di bilangan Senen, kaset Rhoma bisa laku lima belas buah dalam
12 jam. Tapi PSP oleh seorang pelayan di toko Malabar dikabarkan
pernah mencapai 100 buah sehari. "Perbandingan lakunya lagu pop
dan dangdut adalah delapan banding satu. Tapi lagu pop juga
lebih lama masa lakunya -- bisa sampai 3 atau 4 bulan, sedang
dangdut hanya beberapa minggu," kata pelayan lebih lanjut.
Tapi omongan pelayan itu menunjukkan bahwa dangdut "lebih
aktuil" -- lebih cepat berganti, bagaikan mode. Dan itu pula
agaknya satu sebab penting mengapa kaset dangdut diprodusir
lebih banyak -- meskipun ternyata tidak baru kali ini. Sebab,
seperti dikatakan Leo Kusima dari Yukawi "Keadaan sekarang ini
sebetulnya bukan gelombang kedua boom dangdut. (Gelombang
pertama ditulis TEMPO 22 Maret 1975. Dangdut kelihatannya
menonjol karena diperbolehkan lagi muncul di TVRI.
Baiklah. Tapi dari segi lain, kalau memang benar lagu dangdut
lebih cepat bertukar dibanding lagu pop (kecuali konon dangdut
Rhoma atau Elvy yang punya nilai-nilai "lebih abadi") dan
karenanya diprodusir lebih banyak -- plus segala pembajakan,
agaknya orang boleh mengingat segi lain dangdut yang tidak
dipunyai musik pop. Yakni dangdut dipakai buat bergoyang.
Kenyataan bahwa goyang dangdut sekarang ini merajalela di
mana-mana, dan diduga terus membutuhkan lagu baru, agaknya satu
hal yang tersendiri -- yang sebenarnya harus diperkirakan lebih
besar peminatnya dibanding pengunjung diskotik (TEMPO 21
April).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini