Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Sampai dangdut berlistrik

Irama dangdut dimulai oleh a. haris dengan lagu kudaku lari yang memasukan suara gendang ala india. rhoma irama telah mengembangkannya baik instrumennya mau pun aransemen musik sesuai dengan putaran zaman. (ms)

5 Mei 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENURUT Munif Bahaswan (40 tahun), penyanyi dan penulis lagu dangdut, irama dangdut dimulai oleh A. Haris dengan lagu Kudaku Lari (1953). Lagu ini memberanikan diri memasukkan suara gendang ala India pada orkes yang semula hanya memakai gitar, harmonium, bas dan mandolin. Dipertegas kemudian oleh lagu India asli Awarabum. Yessy Wenas, komponis pop, menyebut dangdut sebagai lagu Melayu Arab/India yang dibedakannya dengan lagu Melayu Deli dan Melayu pop. Sedang Tonny Koeswoyo (Koes Plus) membagi musik dangdut menjadi tiga bagian: Melayu Deli, dangdut yang dipengaruhi Arab dan India, serta dangdut pribumi. "Dangdut pribumi, kalau didengarkan, talu gendang dan sulingnya tidak meliuk-liuk seperti India, namun tidak pula monoton seperti Melayu Deli," ujarnya. Said Effendi, macan tua musik Melayu, tak senang istilah 'dangdut'. "Istilah itu muncul karena perasaan sinis dari mereka yang anti," ujarnya. Ia menganggap istilah itu pertama kali dipergunakan oleh penyiar yang bernama Amengku dari Radio Agustina dua tahun lalu -- sementara TEMPO sendiri sudah memakainya (barangkali untuk pertama kali) sebagai judul laporan utama dangdut 22 Maret 1975, meskipun sama sekali bukan dengan maksud sinis melainkan akrab. Effendi mengusulkan istilah dangdut diganti dengan "irama tabla" -- mengingat dangdut itu tiruan bunyi instrumen yang disebut tabla. Ellya Khadam memang sempat mendorong lagu Melayu menjadi irama tabla -- misalnya dengan Boneka Cantik Dari India. Tapi sekarang bukan zaman Ellya tapi zaman Rhoma Irama. Haji, pimpinan Orkes Soneta, penulis lagu pemain gitar sekaligus penyanyi itu, dengan latar belakang seorang pemain band yang senang Beatles, telah mendekatkan dangdut pada alat-alat listrik. Dan tiba-tiba menjadi hard rock, berda'wah, bergoyang. "Rhoma pendobrak, pembaharu dangdut. Dalam dangdutnya kita menemukan jazz, blues dan rock di samping dangdut sendiri," kata Melky Goeslaw memuji. Lalu kata Jack Lesmana pula: "Aransemen dan peralatan dangdut sudah modern. Bahkan aransemen lagu Oma, Rafiq dan Elvy digarap dengan baik dan serius -- lebih baik dari aransemen lagu-lagu pop." Ulah penampilan serta busana penyanyinya pun sudah berkembang. Lihat saja Orkes Soneta Rhoma Irama yang misalnya juga memakai asap seperti yang dilakukan God Bless. Dengan singkat: dangdut sudah jauh dari sekedar tabla, bahkan sudah lebih dari hanya bunyi dangdut. Dan tiap nama yang kemudian diterima secara populer hanyalah berarti sekedar alat pengenal. Yang merupakan sisi lain perkembangan dangdut adalah munculnya cewek-cewek cakep masa kini dalam OM Ken Dedes, Nopember 1976. Kemudian OM Petromak itu, dari 8 mahasiswa FIS-UI yang lagi nganggur dalam suasana "mogok kuliah" tempo hari. Kaset dangdut mereka lain dari yang lain: lucu, sederhana, santai, terang-terangan tapi berbakat, meski keliwat banyak ngomong Lagu Kidung dan My Bonie secara menarik bisa mereka jinakkan jadi dangdut. Menarik adalah pengakuan Rhoma Irama -- yang kini sedang mengadakan pertunjukan di Jember. Sejak 1971 (berdirinya OM Soneta) ia memang berusaha agar lagu Melayu tidak terdengar cengeng. "Kalau musik pop bisa berkembang sesuai dengan putaran zaman, kenapa lagu Melayu tidak?" tanyanya. Dari Hotel Ratna di Jember yang dijaga tiga orang hansip dan lima ekor anjing, Rhoma bilang: "Mana bisa orkes Melayu tetap seperti dahulu kala, dengan instrumen yang itu-itu juga, sementara yang lain sudah menanggalkan alat tradisionilnya." Tentu tak semua orang hanya memuji Rhoma. Di Bondowoso, Alwi Hasan, tokoh musik Melayu, berkata "Irama dangdut versi Rhoma yang rock keras itu tak sesuai dengan da'wah yang diinginkannya, yang seharusnya disampaikan dengan lembut." Disambung oleh Mahdi Hasan di Banyuwangi, pemimpin OM Pengabdian: "Kekuatan Rhoma hanya seringnya memunculkan lagu-lagu keras bak musik barat. Tapi kini mulai memudar. Saya ramalkan tak lama lagi Soneta akan ditinggalkan fansnya, apalagi kini hand pop sudah ramai menyanyikan lagu Melayu yang lebih menarik." Mahdi Hasan adalah bekas "guru" lmilia Contessa. Tentu saja ia boleh sekedar meramal.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus