MENURUT Munif Bahaswan (40 tahun), penyanyi dan penulis lagu
dangdut, irama dangdut dimulai oleh A. Haris dengan lagu Kudaku
Lari (1953). Lagu ini memberanikan diri memasukkan suara gendang
ala India pada orkes yang semula hanya memakai gitar, harmonium,
bas dan mandolin. Dipertegas kemudian oleh lagu India asli
Awarabum.
Yessy Wenas, komponis pop, menyebut dangdut sebagai lagu Melayu
Arab/India yang dibedakannya dengan lagu Melayu Deli dan Melayu
pop. Sedang Tonny Koeswoyo (Koes Plus) membagi musik dangdut
menjadi tiga bagian: Melayu Deli, dangdut yang dipengaruhi Arab
dan India, serta dangdut pribumi. "Dangdut pribumi, kalau
didengarkan, talu gendang dan sulingnya tidak meliuk-liuk
seperti India, namun tidak pula monoton seperti Melayu Deli,"
ujarnya.
Said Effendi, macan tua musik Melayu, tak senang istilah
'dangdut'. "Istilah itu muncul karena perasaan sinis dari mereka
yang anti," ujarnya. Ia menganggap istilah itu pertama kali
dipergunakan oleh penyiar yang bernama Amengku dari Radio
Agustina dua tahun lalu -- sementara TEMPO sendiri sudah
memakainya (barangkali untuk pertama kali) sebagai judul laporan
utama dangdut 22 Maret 1975, meskipun sama sekali bukan dengan
maksud sinis melainkan akrab. Effendi mengusulkan istilah
dangdut diganti dengan "irama tabla" -- mengingat dangdut itu
tiruan bunyi instrumen yang disebut tabla.
Ellya Khadam memang sempat mendorong lagu Melayu menjadi irama
tabla -- misalnya dengan Boneka Cantik Dari India. Tapi sekarang
bukan zaman Ellya tapi zaman Rhoma Irama. Haji, pimpinan Orkes
Soneta, penulis lagu pemain gitar sekaligus penyanyi itu, dengan
latar belakang seorang pemain band yang senang Beatles, telah
mendekatkan dangdut pada alat-alat listrik. Dan tiba-tiba
menjadi hard rock, berda'wah, bergoyang. "Rhoma pendobrak,
pembaharu dangdut. Dalam dangdutnya kita menemukan jazz, blues
dan rock di samping dangdut sendiri," kata Melky Goeslaw memuji.
Lalu kata Jack Lesmana pula: "Aransemen dan peralatan dangdut
sudah modern. Bahkan aransemen lagu Oma, Rafiq dan Elvy digarap
dengan baik dan serius -- lebih baik dari aransemen lagu-lagu
pop."
Ulah penampilan serta busana penyanyinya pun sudah berkembang.
Lihat saja Orkes Soneta Rhoma Irama yang misalnya juga memakai
asap seperti yang dilakukan God Bless. Dengan singkat: dangdut
sudah jauh dari sekedar tabla, bahkan sudah lebih dari hanya
bunyi dangdut. Dan tiap nama yang kemudian diterima secara
populer hanyalah berarti sekedar alat pengenal.
Yang merupakan sisi lain perkembangan dangdut adalah munculnya
cewek-cewek cakep masa kini dalam OM Ken Dedes, Nopember 1976.
Kemudian OM Petromak itu, dari 8 mahasiswa FIS-UI yang lagi
nganggur dalam suasana "mogok kuliah" tempo hari. Kaset dangdut
mereka lain dari yang lain: lucu, sederhana, santai,
terang-terangan tapi berbakat, meski keliwat banyak ngomong Lagu
Kidung dan My Bonie secara menarik bisa mereka jinakkan jadi
dangdut.
Menarik adalah pengakuan Rhoma Irama -- yang kini sedang
mengadakan pertunjukan di Jember. Sejak 1971 (berdirinya OM
Soneta) ia memang berusaha agar lagu Melayu tidak terdengar
cengeng. "Kalau musik pop bisa berkembang sesuai dengan putaran
zaman, kenapa lagu Melayu tidak?" tanyanya. Dari Hotel Ratna di
Jember yang dijaga tiga orang hansip dan lima ekor anjing, Rhoma
bilang: "Mana bisa orkes Melayu tetap seperti dahulu kala,
dengan instrumen yang itu-itu juga, sementara yang lain sudah
menanggalkan alat tradisionilnya."
Tentu tak semua orang hanya memuji Rhoma. Di Bondowoso, Alwi
Hasan, tokoh musik Melayu, berkata "Irama dangdut versi Rhoma
yang rock keras itu tak sesuai dengan da'wah yang diinginkannya,
yang seharusnya disampaikan dengan lembut." Disambung oleh Mahdi
Hasan di Banyuwangi, pemimpin OM Pengabdian: "Kekuatan Rhoma
hanya seringnya memunculkan lagu-lagu keras bak musik barat.
Tapi kini mulai memudar. Saya ramalkan tak lama lagi Soneta
akan ditinggalkan fansnya, apalagi kini hand pop sudah ramai
menyanyikan lagu Melayu yang lebih menarik." Mahdi Hasan adalah
bekas "guru" lmilia Contessa. Tentu saja ia boleh sekedar
meramal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini