Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

The day of the dang duts dangdut, setelah halal di tvri

Jenis lagu dangdut kini mendominir tv & amat berkuasa di pasaran sekarang dengan omzet kaset jutaan. para penyanyi pop yang mencoba dangdut semata-mata komersil saja. peralatannya sudah berlistrik. (ms)

5 Mei 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ORANG Cina bilang, ini tahun namanya tahun kambing. Tapi di Indonesia untuk sementara, lebih gampang tahun ini disebut tahun dangdut. Setelah "musik gedongan" dari anak muda seperti Guruh, Eros, Keenan, Chrisye, Jockie serta anak-anak manis lainnya sempat mengejutkan, dangdut ternyata kemudian menjadi amat brkuasa di pasaran sekarang. Dipimpin oleh Rhoma Irama (32 tahun) dan Elvy Sukaesih (30 tahun), musik dangdut merajalela di radio, TV, film, pesta-pesta, mobil, tempat-tempat hiburan, diskotik, klab malam. Produser kaset sibuk mendangdutkan hampir semua penyanyi pop Indonesia -- sampai yang masih ingusan seperti Adi Bin Slamet dan Chicha. Menurut Leo Kusima, Presiden Direktur Yukawi, tak kurang 6 juta kaset kosong diproduksi tiap bulan di Indonesia. Dua juta di antaranya dipergunakan oleh ASIRI (Asosiasi Industri Rekaman Indonesia) untuk mengkasetkan lagu-lagu Indonesia. Satu juta dipakai perusahaan kaset seperti Perina atau AR untuk merekam lagu barat. Tiga juta sisanya diborong para pembajak kaset, yang khususnya dipakai untuk menduplikat kaset-kaset yang kemudian disebarkan di Jateng dan Jatim. "Saya bisa menyebutkan bahwa lagu yang paling banyak dibajak adalah lagu-lagu dangdut," kata pemimpin perusahaan rekaman ini. Leo yang juga Ketua ASIRI memperkirakan tak kurang satu juta kaset bajakan bisa dijumpai untuk hanya satu judul rekaman dangdut seorang raja seperti Rhoma Irama. Angka yang nolnya enam ini tidak sulit dipercaya mengingat rekaman Rhoma volume satu saja, yang beredar sejak tiga tahun lalu, masih diburu sampai sekarang. Tak kurang dari seratus kaset masih terus dapat dilepaskan lewat penyalur, setiap hari. Sementara Dodo Wirawan, Direktur DD Rccord (anggota Asiri) memberi bukti keedanan dangdut lewat rekaman 'Orkes Moral PSP (Pancaran Sinar Petromak)'. "Lebih kurang lima puluh ribu kaset terjual selama sebulan ini," ujarnya. Yukawi tidak hanya mengocok Pulau Jawa. Ia meloncat juga ke Malaysia. Hak rekaman dangdut malah dilemparnya ke saudara-saudara kita di situ. Hasilnya sangat baik. "Rhoma dapat kedudukan di sana bersama Elvy," ujarnya. Herannya, kaset bajakan juga lantas gencar di sana -- sebab lantaran 'Union Malaysia' hanya melindungi artis-artis mereka sendiri. Dapat dicatat selama delapan bulan terakhir ini DD Record sudah menghasilkan sebelas volume kaset dangdut (Latif M, Diana Yusuf, Herlina Effendi, Sam D'Lloyd, PSP) dan hanya lima buah kaset lagu pop Indonesia. Di Remaco memang ada dua puluh volume kaset lagu pop, dan hanya sebelas album lagu dangdut dalam periode yang sama. Tapi jangan lupa, omzet yang dangdut itu jauh lebih hebat. Ferry Irot (49 tahun) tak mau menyebutkan angka. Tapi ia begitu optimisnya pada dangdut. "Sampai akhir 1979, saya kira dangdut masih akan menguasai pasaran," ujarnya dengan yakin. Di Bandung, 4-9 April yang lalu bahkan sempat dilaksanakan festival orkes Melayu. Tercatat 300 pendaftar. "Perkembangan orkes Melayu tumbuh bagai jamur," kata Hasan Timoer, lelaki berusia 38 tahun yang memimpin OM dangdut King Cobra. Hasan ini juga memimpin HAMBA (Himpunan Artis Orkes Melayu Bandung) yang beranggota 54 perkumpulan. Hasan adalah cucu Miss Riboet, itu pemain sandiwara tempo dulu yang tersohor sampai ke Tanah Melayu. Ia sekarang menjadi tokoh yang berhasil mengumpulkan 750 orang anah muda lewat dangdut. Hampir setiap malam Minggu dapat dijumpai orkes Melayu di klab malam Bandung. Di Gelanggang Remaja Jakarta Timur, 23-25 April juga diadakan festival dangdut -- se Jakarta. Hanya 73 peserta -- tapi malam final sudah menimbulkan kerepotan luar biasa. Ruang olahraga yang hanya sanggup menampung dua ribu penonton itu terpaksa menelan sekitar lima ribu orang. Soalnya Elvy Sukaesih muncul menyanyikan 4 lagu. Harus diakui bahwa Rhoma dan Elvy, kemudian disusul A. Rafiq dan Latif M, menjadi sangat penting. Sulit ditentukan apakah mereka atau dangdut yang sebenarnya bikin orang gila. Tapi daerah jangkau dangdut bertambah luas. Munculnya beberapa mahasiswa Universitas Indonesia dengan "Orkes Moral" Pancaran Sinar Petromak itu (Rizali, Monos, Ade, Dindin, Aditya, Omen, James dan Andra) dengan "dangdut lucu", menyebabkan kaum yang merasa dirinya elite, terpelajar atau bukan gedongan mulai mengambil dangdut sebagai kebudayaan mereka. Di Yogya pun dunia kampus berdangdut. Kampus Universitas Gajah Mada sekarang ini punya dua grup dangdut. Yang satu bernama 'Jaran Goyang' (Fakultas Teknik), yang lain 'OM Jetset' -- singkatan "Orkes Mahasiswa Jelek tapi Stil". Jetset beranggota mahasiswa psikologi plus dosen. Orkes-orkes ini memang bau jiplakan PSP UI. Mereka juga naga-naganya mau "mendiskokan" dangdut seperti yang dilakukan Titi Qadarsih -- dalam membayangi lagu Selera yang dinyanyikan Samsuar di siaran niaga TVRI. Meluasnya dangdut, oleh Ferry Irot dikatakan terdorong oleh beberapa sebab. Tapi ia menunjuk terbukanya TVRI untuk iklan dangdut sebagai faktor paling pokok. Baginya itu pula sebab dangdut mulai disukai kaum elite. "Dulu mungkin dangdut dianggap berbau kebudayaan asing, tapi sekarang TV sudah berubah sikap -- mungkin karena banyaknya penyanyi yang protes." Alex Leo, direktur TVRI, memberikan jawaban yang sangat sulit dimengerti ketika TEMPO berusaha menanyakan apa benar pernah ada larangan. Ia hanya mempersilakan kita mengadakan survei, apakah meledaknya dangdut memang karena siaran niaga TVRI sekarang dikuasai dangdut. "Dalam hal ini TVRI tidak mempunyai data, namun hendaknya diperhitungkan juga peranan media lain dalam .... ," tulisnya dengan sangat hati-hati -- maklum pejabat. Marilah kita lupakan yang pelik itu -- dan melihat sesuatu yang aneh di toko-toko kaset Jakarta, sementara orang mabuk dangdut. Di bilangan Kebayoran, dari sebuah toko dilaporkan bahwa ternyata dari lima buah kaset yang terjual, hanya ada satu kaset dangdut. Nah. Itupun dari nama-nama pilihan, seperti Rhoma dan Elvy. Kaset Rhoma bisa mencapai 10 buah sehari, sedang Elvy sekitar dua buah di bawahnya. "Itu pun terbatas pada beberapa lagu yang memang banyak digemari -- seperti Begadang II, Piano dan Raja Dangdut-nya Rhoma, serta Penyanyi seksi dan Cubit-cubitan Elvy Sukaesih," kata Karyono di toko Garuda Nusantara Elok M. Sementara itu dengan agak mengejutkan kaset PSP bisa laku sampai 2 buah dalam sehari. Di bilangan Senen, kaset Rhoma bisa laku lima belas buah dalam 12 jam. Tapi PSP oleh seorang pelayan di toko Malabar dikabarkan pernah mencapai 100 buah sehari. "Perbandingan lakunya lagu pop dan dangdut adalah delapan banding satu. Tapi lagu pop juga lebih lama masa lakunya -- bisa sampai 3 atau 4 bulan, sedang dangdut hanya beberapa minggu," kata pelayan lebih lanjut. Tapi omongan pelayan itu menunjukkan bahwa dangdut "lebih aktuil" -- lebih cepat berganti, bagaikan mode. Dan itu pula agaknya satu sebab penting mengapa kaset dangdut diprodusir lebih banyak -- meskipun ternyata tidak baru kali ini. Sebab, seperti dikatakan Leo Kusima dari Yukawi "Keadaan sekarang ini sebetulnya bukan gelombang kedua boom dangdut. (Gelombang pertama ditulis TEMPO 22 Maret 1975. Dangdut kelihatannya menonjol karena diperbolehkan lagi muncul di TVRI. Baiklah. Tapi dari segi lain, kalau memang benar lagu dangdut lebih cepat bertukar dibanding lagu pop (kecuali konon dangdut Rhoma atau Elvy yang punya nilai-nilai "lebih abadi") dan karenanya diprodusir lebih banyak -- plus segala pembajakan, agaknya orang boleh mengingat segi lain dangdut yang tidak dipunyai musik pop. Yakni dangdut dipakai buat bergoyang. Kenyataan bahwa goyang dangdut sekarang ini merajalela di mana-mana, dan diduga terus membutuhkan lagu baru, agaknya satu hal yang tersendiri -- yang sebenarnya harus diperkirakan lebih besar peminatnya dibanding pengunjung diskotik (TEMPO 21 April).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus