Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Pemadat dari Kamar Mayat

Dea Panendra menghidupkan berbagai lapisan karakter saat memerankan Khansa dalam film Jakarta, City of Dreamers. Dia menjadi pengguna narkotik, perias mayat, kidal, dan harus pula menaklukkan suatu adegan menantang. Keberhasilan Dea menampilkan seni peran yang menguji batas kemampuannya membuat dia dinobatkan sebagai Aktris Pendukung Pilihan Tempo 2020.

19 Desember 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Aktris Dea Panendra berpose di Bekasi, Jawa Barat, Sabtu, 12 Desember 2020. TEMPO/Hilman Fathurrahman W

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SETELAH melakukan kegiatan apa pun, tangan kiri Khansa seolah-olah tersetel otomatis untuk langsung bergerak meraih telepon seluler dari kantongnya. Sesaat setelah mendapat kursi di gerbong kereta, misalnya, juga begitu masuk ke warung bakmi, bahkan saat baru saja bertransaksi narkotik atau memulaskan pupur pada wajah mayat yang membeku. Pada layar kecil di genggamannya itu, Khansa segera terhanyut menonton tayangan sinetron, lalu tertawa-tawa sendiri jika ada adegan lucu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dengan cara yang tak kentara, gerakan ringan itu justru menggambarkan kedalaman lapisan karakter Khansa yang diperankan oleh Dea Panendra dalam film Jakarta, City of Dreamers. Dari luar, dia tampak seperti “mbak-mbak” penumpang kereta komuter biasa yang senantiasa asyik dengan layar ponsel. Sekadar serial drama sudah bisa membuatnya terhibur. Namun, yang tak segera terlihat dari perempuan yang senang mengenakan sepatu kets, rok menggantung, dan kaus warna cerah itu, Khansa adalah pemadat sekaligus perias mayat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Aktris Dea Panendra di Bekasi, Jawa Barat, 12 Desember lalu. Tempo/Hilman Fathurrahman W.

Dea Panendra lihai sekali menampilkan berbagai lapisan karakter Khansa tersebut. Dalam satu adegan sepanjang 30 detik, dia melakukan beberapa hal berturut-turut dengan begitu luwes: merapikan alis mayat, memotret wajah mayat itu, sibuk berbicara tentang pengalamannya merias seorang pecandu yang mati dengan bibir miring, mencuci tangan, mengelap tangan ke seragam putihnya, lalu berakhir dengan tangannya mengotak-atik ponsel untuk menonton acara komedi. Ini adegan ganjil yang mencampuradukkan duka dan ria, remehnya kematian dan sepelenya hidup. Dea menaklukkan keganjilan itu dengan santai dan wajar.

Banyak riset yang harus dilakukan Dea untuk melebur menjadi Khansa. Pertama-tama, dan barangkali yang paling tak biasa, ia mempelajari bagaimana perias mayat bekerja. Sutradara Jakarta, City of Dreamers, Robby Ertanto, mengajak Dea menemui dan bertanya kepada perias mayat asli. Dea juga sempat mengintip proses tatkala mayat sedang didandani. “Ternyata ada trik tertentu karena kelembapan wajah manusia hidup dan yang sudah meninggal itu beda,” ujar Dea lewat wawancara telepon, Jumat, 11 Desember lalu.

Lewat suatu peristiwa yang disebut Dea sebagai “bantuan semesta”, dia pun mendapat pengalaman langsung menyentuh dan memulas wajah orang yang telah meninggal. Suatu waktu, ada sepupu sahabatnya yang berpulang. Tanpa mengetahui bahwa Dea sedang meriset pekerjaan merias mayat, sahabatnya itu meminta Dea mendandani jenazah sang sepupu sebelum dimakamkan. “Akhirnya benar-benar aku bisa mencoba langsung make up-in mayat,” kata Dea.

Selanjutnya, Dea perlu mencari tahu seluk-beluk dunia narkotik di Jakarta. Film ini memang berpusat pada kisah Dom, yang diperankan oleh Jefri Nichol, seorang kurir narkotik yang bermuslihat untuk mengirim pesanan obat terlarang ke berbagai sudut Jakarta. Khansa salah satu pelanggannya. Mereka biasa bertransaksi di atas kereta komuter. 

Untuk membangun karakter Khansa sebagai pengguna narkotik, Dea dipertemukan dengan seseorang yang punya pengalaman di dunia itu. Dea mengaku baru pada momen itu dia berkenalan dengan seluk-beluk peredaran narkotik serta beragam efek penggunaan obat-obatan terhadap tubuh manusia. “Wow, gila banget!” tuturnya. 

Bermodal hasil riset, perempuan kelahiran 1991 itu menghidupkan adegan di kamar kos sempit saat Khansa berinteraksi dengan Dom di bawah pengaruh obat. Dengan meyakinkan Dea menampilkan perilaku orang yang baru saja dipacu produksi dopaminnya. Dia bernyanyi-nyanyi riang, banyak berbicara, cekikikan, dan ujungnya berinteraksi seksual dengan Dom. 

Kebolehan Dea menjawab tantangan beradegan di luar zona nyamannya ini menjadi salah satu alasan juri Film Pilihan Tempo menobatkan dia sebagai Aktris Pendukung Pilihan tahun ini. Dea dengan mudah unggul atas dua nomine lain, yaitu mendiang Ria Irawan dalam Mekah I'm Coming dan Jajang C. Noer, juga dalam film Jakarta, City of Dreamers. 

Dea mempertimbangkan dengan matang tawaran berperan sebagai Khansa sebelum mengiyakannya. Sejak awal dia tahu peran itu mengharuskannya beradegan intim dan menunjukkan tubuh. Tantangan terbesar yang harus ditaklukkan Dea adalah menjauhkan adegan itu dari kesan porno. Dia harus mengemas potongan adegan itu sebagai satu faset dalam keseharian pecandu yang tak dapat mengendalikan diri ketika berada di bawah pengaruh obat-obatan. “Adegan ini ada bukan karena pengen aja, tapi memang salah satu efek sehabis make pada perempuan adalah libidonya jadi lebih tinggi,” ucap Dea.

Untuk pengambilan adegan itu, Dea mengaku banyak terbantu oleh arahan sutradara dan Jefri Nichol sebagai lawan main. “Saat melakukannya, bukan lagi perasaan malu Dea yang keluar, tapi memang Khansa yang sudah solid terbentuk karakternya,” ujar Dea.

Jakarta, City of Dreamers

Khansa, yang muncul sesekali saja selama 100 menit durasi film, dapat menjadi karakter menonjol yang mengusik tokoh utama. Dea dengan lancar menghadirkan dialog-dialog yang mampu menggugah Dom saat dia merasa hidupnya kacau-balau. “Buat gue, hidup itu cuma satu detik dari kematian, jadi jangan pernah lu sesali,” katanya dalam salah satu adegan.

Satu keterampilan lain yang harus dikuasai Dea untuk peran ini adalah menggunakan tangan kirinya sebagai tangan dominan. Karakteristik kidal ini dimunculkan sutradara Robby Ertanto untuk menyampaikan pesan tentang kesempatan bagi kelompok minoritas. Meski karakteristik ini lebih bersifat simbolik dan tak banyak berpengaruh pada karakter Khansa, Dea mempelajarinya dengan serius. Dia sempat harus dipijat oleh terapis karena urat tangannya tertarik ketika berupaya menyikat gigi menggunakan tangan kiri.

Robby telah membayangkan Dea sebagai pemeran Khansa sejak tahap menulis naskah. Mereka kemudian bersama-sama mengembangkan karakter ini. “Saya terkesima dengan komitmen Dea,” ujar Robby. “Scene-nya tidak banyak, tapi meaningful banget setiap kali tampil.” 

Menurut Robby, tatkala film ini ditayangkan perdana dalam Black Night Film Festival di Tallinn, Estonia, awal Desember 2019, hampir semua penonton juga mengomentari penampilan baik Dea. Adegan saat Khansa muncul disebut berkesan dan terekam di hati penonton. 

Dea sebelumnya juga masuk daftar nomine kategori ini atas perannya sebagai Novi dalam film Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak yang dirilis tiga tahun lalu. Saat itu Dea memerankan perempuan yang hamil tua yang ditemui Marlina dalam perjalanan. Akting sebagai perempuan Sumba yang menanggung stigma perihal kehamilan ditambah menjadi korban kekerasan suami itu meninggalkan kesan kuat.

Karakter Khansa sungguh berbeda dengan peran Dea dalam Marlina. Dea membuktikan keunggulannya dalam seni peran dengan menaklukkan kedua karakter itu. Peran Khansa bahkan menuntut Dea menguji lebih jauh batas kemampuan beraktingnya. Menurut juri Film Pilihan Tempo, Dea berhasil melampaui batas-batas itu.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus