Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
PEMERINTAH memutuskan menggratiskan vaksin Coronavirus Disease 2019 atau Covid-19. Presiden Joko Widodo memerintahkan para menteri, khususnya Menteri Keuangan, merelokasi anggaran program lain agar vaksinasi gratis bisa terlaksana. “Sehingga tidak ada alasan bagi masyarakat untuk tidak mendapatkan vaksin,” kata Jokowi dalam siaran di kanal YouTube Sekretariat Presiden, Rabu, 16 Desember lalu.
Jokowi menyatakan jumlah penduduk sasaran vaksinasi meningkat dari 107 juta menjadi 182 juta jiwa. Ia pun menyatakan akan menjadi orang pertama yang menerima vaksin.
Pemerintah semula akan menerapkan dua skema vaksinasi, yaitu gratis dan berbayar. Program vaksin gratis disiapkan hanya untuk 32 juta jiwa dan diprioritaskan bagi tenaga kesehatan, kelompok rentan dan kurang mampu, serta petugas pelayanan publik. Sedangkan mereka yang berasal dari kalangan mampu diwajibkan membayar.
Kebijakan itu ditentang sejumlah pihak, seperti epidemiolog dari Universitas Indonesia, Pandu Riono, dan Sulfikar Amir dari Nanyang Technological University, Singapura. Menurut mereka, pemerintah mengomersialkan program vaksinasi. “Seperti lebih penting berjualan,” ujar Pandu.
Epidemiolog dari Griffith University, Australia, Dicky Budiman, meminta pemerintah memastikan keamanan dan efikasi enam jenis vaksin yang digunakan Indonesia. Dari enam jenis vaksin, baru Sinovac, vaksin asal Cina, yang sudah tiba di Indonesia. Dicky menilai otoritas Cina belum memberikan informasi transparan tentang vaksin tersebut.
Juru bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, mengatakan keputusan menggratiskan vaksin bertujuan membawa Indonesia segera masuk ke fase herd immunity atau kekebalan kawanan. Untuk mencapai kondisi itu, setidaknya 70 persen populasi harus imun.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo