Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
HUTAN yang hijau dan birusetidaknya demikianlah Disney melukiskannya dalam The Jungle Book 2adalah sebuah magnet besar. Si kecil Mowgli (diisi suara Haley Joel Osment) sia-sia memadamkan keinginannya untuk menyeberangi sungai, masuk ke rimba, dan hidup di antara para karibnya, kaum binatang.
Semuanya berawal di sana, dari perasaan itu. Mowgli sebenarnya tahu betul bahwa kehidupan di dunia manusia telah memberinya kehangatan, kasih sayang sebuah keluarga. Ia hidup di sebuah desa nyaman di tepi sungai, di seberang hutan, di lingkungan bersahabat, dan dekat dengan gadis kecil Shanti bermata indah (Mae Whitman) yang menjadi tambatan hatinya.
Tapi hutan ibarat lagu Jungle Rhythm dan W-I-L-D yang ritmis, yang membuat orang bergerak, bergoyang, dan tersedot ke dalamnya, dalam film The Jungle Book 2. Di sanalah ada "peradaban" kaum hewan yang menomorsatukan main (play) ketimbang kerja (work)nilai-nilai yang tentu bertolak belakang dengan peradaban manusia yang dijumpai Mowgli di antara komunitas desa di tepi sungai.
Maka, di suatu pagi yang lengang, dua bocah cilik, Mowgli dan adik tirinya, Ranjin (Connor Funk), berjalan mengendap-endap melewati sebuah meja makan. Manakala ibu Ranjin memergoki, mereka menghambur lari. Menarik sekali, sang ibu tidak lantas berteriak menyuruh berhenti, tapi menggumamkan sebuah pernyataan bagus yang intinya menyebut: sesungguhnya hutan tak berada di seberang sungai, tapi dalam diri si anak.
Mowgli, yang mendambakan suatu kebebasan, lepas dari peradaban manusia yang cenderung membatasi itu, kini seakan terbang. Ia bertemu dan bergembira dan berjingkrak bersama sobatnya, Ballo (John Goodman), seekor beruang besar yang lucu. Tak disadarinya, kebebasan tanpa batas di hutan juga memberikan ruang gerak cukup luas bagi Shere Khan (Tony Jay), seekor macan belang yang sakit hati, menaruh dendam, dan telah lama mengincar jiwa Mowgli. Syahdan, saat Mowgli masih hidup di hutan bersama kawan-kawannya beberapa tahun silam, sang macan pernah dikelabuinya.
Sampai di sini cerita bergeser: dari benturan "peradaban" binatang versus peradaban manusia ke arah perlawanan anak-anak itu terhadap kesewenang-wenangan Shere Khan. Tapi The Jungle Book 2 bukanlah kisah yang sarat dengan pesan moral-filosofis. Perlawanan Mowgli dan kawan-kawan dilukiskan sebagai petualangan baru yang menawan dengan setting hutan. Adegan demi adegan semakin menarik, apalagi setelah Shanti yang cantik memutuskan ikut masuk hutan, bergabung bersama mereka.
The Jungle Book 2 bertutur tentang petualangan anak rimba yang tumbuh bersama serigala, beruang, dan binatang lainnya di hutan belantara. Di tangan sutradara Steve Trenbirth, yang sudah menggenggam 14 film animasi, film yang merupakan sekuel kedua ini tak kehilangan napas, tak jadi membosankan. Trenbirth mengembangkan skenario dari satu karya seorang pemenang Nobel, Rudyard Kipling, yang terbit pada 1894.
Kipling adalah sosok yang asyik bertualang ke hutan pegunungan Himalaya. Panorama desa India berikut pakaian sari masuk sebagai detail novel Jungle Book dan The Second Jungle Book (1895), yang mengikutsertakan tokoh binatang gajah, macan belang, dan monyet, serta flora tropis.
Di layar lebar, kita mendapati penggarapan The Jungle Book 2 berbeda dengan film Steve Trenbrith sebelumnya seperti Aladdin dan Lion King II. Keduanya punya warna cerah, tapi The Jungle Book 2 sesekali memperlihatkan kesuraman. Apa boleh buat, ada sedikit ketimpangan antara musik dan sisi visual film ini: ada kalanya musik terlampau riang untuk film yang memiliki adegan-adegan menyentuh tapi penuh undangan untuk tertawa ini.
The Jungle Book 2 ibarat koreksi terhadap cerita Lilo & Stitch, yang indah tapi bercerita tanpa fokus yang bulat. Dan si sutradara kini juga tahu diri. Menghibur penonton terlalu lama dengan film yang seringan ini dapat menumbuhkan kebosanan. Maka ia pun menyusun The Jungle Book 2 dengan durasi cukup 75 menit.
Dwi Arjanto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo